Rabu, 25 Februari 2009

Cari Alternatif Penanggulangan Bencana

Oleh Sipri Seko

SEJAK satu minggu terakhir, ruas jalan negara yang menghubungkan Atambua dengan Kefamenanu terputus. Sebuah jembatan di wilayah di RT 2/RW 1, Lo'o Ho, Desa Rinbesi Hat, sekitar 26 kilometer dari Atambua, atau sekitar tiga kilometer dari pertigaan Halilulik, ambruk diterjang banjir. Akibatnya, banyak kendaraan roda empat ke atas tertahan.

Ada beberapa kendaraan yang mencoba menggunakan jalan alternatif. Namun karena harus memutar, jarak yang ditempuh dalam waktu 30 menit berubah menjadi dua jam. Akibat lainnya adalah, kendaraan angkutan penumpang mulai merugi. Kendaraan yang mengangkut penumpang dari Atambua dengan tujuan Kefamenanu, SoE atau Kupang terpaksa menurunkan penumpangnya. Para penumpang lebih memilih turun dan menggantikan kendaraan di seberang jembatan ketimbang harus memutar jauh yang memakan waktu lama.

Satu minggu dan belum diperbaiki? Ada yang untung, ada yang buntung. Warga setempat menggunakan kesempatan untuk mengais rezeki dengan memikul sepeda motor pengguna jalan. Ongkosnya Rp 30 ribu untuk satu kendaraan. Kalau dalam sehari ada sepuluh sepeda motor yang dipikul, maka mereka menerima Rp 300 ribu. Rezeki, bagi warga sekitarnya, sehingga mereka tentu berharap proses perbaikan jembatan butuh waktu lama.

Sejak putusnya jembatan Lo'o Ho tanggal 15 Februari 2009 lalu, kendaraan dari Atambua menuju Kefamenanu masuk lewat jalur Halilulik menuju Desa Labur. Dari Desa Labur, kendaraan diarahkan menuju jalur alternatif tepatnya di Maukumu, terus ke Dusun Loonitas, Desa Leotolu, kemudian ke arah Desa Rinbesi Hat.

Asal tahu saja, jalan alternatif ini tidak semuanya adalah jalan yang dibuat khusus untuk kendaraan. Hanya sebagian kecil saja yang beraspal, sisanya adalah jalan tanah. Beberapa bagian yang dilalui merupakan lahan kosong milik warga. Akibatnya, kondisinya sekarang mulai memrihatinkan. Tanah labil dan basah membuat beberapa kendaraan terjebak dalam kubangan lumpur. Ratusan truk pengangkut sembako, bahan bangunan dan barang kebutuhan lainnya sudah tertahan lebih dari tiga hari. Terjebak dalam lumpur, butuh kendaraan lain untuk menarik mereka.

Kondisi ini tentu sangat menyesakkan. Waktu untuk melaksanakan sebuah pekerjaan terhambat, bahkan mungkin batal dilaksanakan. Ruas jalan ini adalah jalan negara, siapa yang bertanggung jawab dan sampai kapan keadaan ini terus berlanjut? Dibiarkan, atau harus segera ada tindakan alternatif.

Pekerjaan rumah Dinas Kimpraswil Propinsi NTT dan Kabupaten Belu agaknya cukup banyak mengingat jalan putus juga terjadi di Teun, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Artinya setelah diadakan penelitian harus segera melakukan aksi dan jangan lagi berdalih masih terhambat akibat tidak ada alokasi dana. Seharusnya sudah ada peringatan dini kalau jembatan akan ambruk.

Kondisi tanah di NTT yang labil memang memudahkan terjadinya longsoran atau bencana alam yang tidak terduga. Apalagi curah hujan di tahun ini cukup tinggi, ditambah kondisi cuaca atau badai yang bisa saja datang dengan tiba-tiba. Artinya dengan mengacu pada prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa curah hujan di NTT masih akan tinggi, bukan tidak mungkin masih akan terjadi ambruknya jembatan atau longsoran yang lain.

Bagaimana mengatasi ini? Koordinasi lintas sektor harus dibangun. Satuan kerja (Satker) penanggulangan bencana yang sudah terbentuk harus diaktifkan. Mereka sudah harus memberikan peringatan dini tentang kemungkinan akan terjadinya bencana. Dengan demikian, ketika bencana itu benar-benar datang, alternatif penyelesaian sudah disiapkan.

Keengganan warga untuk membuka jalan alternatif di dekat jembatan yang terputus di Belu harus segera diselesaikan. Pemerintah Propinsi NTT dan Pemkab Belu harus segera turun tangan. Berikan pengertian kepada mereka bahwa semuanya untuk kepentingan banyak orang. Ini harus dilakukan karena untuk membangun sebuah jembatan butuh waktu yang lama, apalagi dilakukan di musim hujan seperti ini.

Mungkin saja akibat dari terputusnya jalan utama ini baru dirasakan oleh pengguna jalan. Tapi kondisi ini kalau dibiarkan, maka masyarakat akan ikut merasakannya. Pasokan sembako, bahan bakar minyak (BBM), bahan bangunan dan aktivitas ekonomi lainnya akan menjadi terhambat. Pekerjaan rumah ini akan berat. Tapi di sinilah ujian sesungguhnya yang diberikan untuk sesegera mungkin mengatasinya. **

4 Hal yang Membahayakan Pernikahan


DON'T sweat the small stuff. Ada pepatah yang mengatakan untuk jangan terlalu memikirkan hal-hal kecil. Mungkin benar dalam beberapa hal, namun hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari bisa jadi pemicu retaknya rumah tangga Anda. Sedikit instropeksi diri sekali-sekali pun diperlukan untuk me-refresh hubungan Anda dengan pasangan. Yuk, kita lihat apa yang bisa kita perbaiki dari diri kita.

· Keran bocor. Sesekali berkeluh kesah kepada sahabat atau orang terdekat memang perlu. Namun, usahakan menahan diri untuk tidak terlalu banyak menceritakan keburukan pasangan kepada pihak lain. Bayangkan jika Anda sedang duduk bersama mertua, lalu tiba-tiba muncul pertanyaan-pertanyaan antara Anda dan pasangan yang isinya problem pribadi. Wah, rasanya tak keruan kan? Nah, supaya hubungan Anda dan suami bebas gunjingan, Anda bisa mengajak pasangan untuk berdiskusi dan berjanji tak lagi menceritakan hal-hal pribadi kepada pihak lain. Pastikan Anda mengajaknya bicara dalam keadaan tenang dan santai supaya tak menimbulkan rasa sakit hati. Di lain pihak, Anda harus bisa menahan diri untuk tidak menceritakan hal-hal yang bisa menjelekkan suami di hadapan orang lain. Sebaliknya, usahakan untuk berkata yang baik-baik tentang pasangan kepada orang lain.

· Sindrom "malangnya diriku". Memendam perasaan sama buruknya dengan menjelekkan pasangan kepada orang lain. Jika ada hal-hal yang membuat Anda tak merasa senang dengan sikap pasangan, sebaiknya utarakan dengan sikap tenang dan menghormati. Coba sisihkan waktu dengan pasangan untuk bermanja-manja dan saling mengutarakan isi hati. Namun, usahakan untuk memberikan solusi atas permasalahannya. Begitu juga, jika suami "akhirnya" mau meletakkan baju kotor di keranjang baju kotor setelah berbulan-bulan Anda memintanya, jangan lupa untuk memujinya. Cara ini tak hanya membuat suasana lebih menyenangkan, tapi juga efektif.

· Bertengkar karena hal-hal sepele. Biasanya hal ini terjadi karena masalah barang-barang milik pasangan yang berserakan atau menumpuk tak keruan. Pertengkaran karena barang-barang pasangan bisa menjadi semacam penanda ada hal-hal yang tak Anda sukai dari pasangan. Menurut Michele Weiner-Davis, psikoterapis dan penulis buku The Sex-Starved Marriage, akan ada hal-hal yang Anda cintai dan tidak sukai dari pasangan. Itu adalah bagian dari sebuah pernikahan. Ketika Anda mengambil sumpah untuk menikah dengan seseorang, maka semua bagian dari dirinya, baik yang Anda sukai maupun tidak, sudah menjadi bagian dari paketnya. Yang bisa Anda lakukan adalah mencari solusinya, misalnya adakan garage sale untuk menjual barang-barang yang sudah tak dipakai. Jangan hanya pasangan saja yang harus berkorban; jual saja barang-barang Anda yang tak disukai pasangan dan memang sudah tak berguna untuk Anda. Anda dan pasangan jadi bisa menabung untuk membeli sesuatu yang sudah kalian inginkan, TV flatscreen, misalnya.

· Terlalu jauh. Anda berdua sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan, anak-anak, dan kepentingan sendiri-sendiri, tanpa sadar waktu untuk berbicara pun tak ada. Bahkan saat di tempat tidur. Ketika pasangan mulai mengurangi waktu berkualitas, ini bisa membuat hubungan terasa santai. Namun bisa juga sebaliknya, pasangan berasumsi bahwa Anda tak membutuhkannya lagi. Manusia merespons ketidakterikatan dengan menarik diri masing-masing. Segalanya bisa menjadi lebih parah. Namun, manusia juga merespons dari kebaikan orang lain. Maka, yang bisa Anda lakukan adalah mengambil inisiatif untuk meluangkan waktu. Sisihkan (bukan menyisakan) waktu yang biasanya Anda gunakan hanya untuk menonton TV dengan kegiatan lain yang Anda sukai bersama pasangan. Misalnya, bangun lebih pagi di hari libur untuk jalan pagi bersama. Jika sudah terlalu besar jarak antara Anda dan pasangan, berusahalah lebih keras untuk bisa lebih dekat. Para peneliti setuju agar pasangan seperti ini membuat jadwal rutin untuk berhubungan intim dan untuk bicara. Intimasi dari berhubungan badan memang bisa membuat hubungan pasangan lebih erat. **

Kampanye Jagung dan Koperasi

Kawal dan Evaluasi

Oleh Sipri Seko


KEPALA
Biro Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Kupang, Lorensius Molan, tampak gelisah ketika perahu motor 'Tri Sakti' yang ditumpanginya diombang-ambing gelombang di perairan Tanjung Gemuk, Larantuka-Flores Timur, Jumat (6/2/2009). Molan bukan gelisah hanya karena di perahu motor tersebut ada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Wakil Bupati (Wabup) Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos, beberapa kepala dinas dan pejabat lingkup Pemprop NTT ikut menumpang, melainkan karena gelombang setinggi enam meter lebih, air sudah masuk dalam perahu motor.

Dia heran karena Gubernur Lebu Raya, Wabup Lagadoni Herin dan juru mudi terlihat sangat tenang menghadapi kondisi cuaca yang sangat tidak bersahabat. Angin dan badai ternyata tidak hanya ada di lautan. Sepanjang perjalanan dari Larantuka menuju Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, pohon-pohon bertumbangan di sejumlah titik akibat hujan dan angin kencang menghambat perjalanan.

Yang membuat dia salut terhadap Gubernur Lebu Raya dan Yoseph L Herin adalah tetap tenang. Lebu Raya malah tertawa ketika ditelepon seorang rekannya yang membaca running text di televisi bahwa mereka baru saja selamat dari amukan gelombang.

Bagi Lebu Raya, semua yang dihadapinya adalah ujian dalam menjalankan tugas. Sambutan, apresiasi dan respons positif dari masyarakat adalah obat mujarab untuk menghilangkan kelelahan. "Keadaan seperti ini harus dinikmati dan jangan dijadikan beban. Saya lihat ada anggota rombongan yang lelah malah ada yang mabuk perjalanan. Kamu yang masih muda- muda ini harus tetap semangat," ujar Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009).


***
Mengampanyekan NTT untuk menjadi Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Masyarakat di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjunginya memang antusias dan sangat respons menerima program tersebut. Betulkah demikian? Apakah mereka sudah mengerti arti Propinsi Jagung atau Propinsi NTT? Ataukah mereka mengangguk-angguk untuk setuju karena yang berbicara adalah seorang gubernur?

"NTT sebagai Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Tapi kita memang butuh tantangan kalau ingin maju. Maju atau mundur, berhasil atau tidak tergantung dari kita. Kita harus bisa memilih, apa saya akan tetap hidup seperti ini ataukah harus lebih maju."

Kata-kata ini terus diungkapkan Frans Lebu Raya saat bertatap muka dengan masyarakat di berbagai kesempatan. Sepanjang perjalan dari Lewoleba, Adonara, Larantuka hingga Maumere ada lebih dari sepuluh koperasi dan kebun jagung yang disinggahinya.

"Saya memang ingin langsung melihat kebun jagung dan koperasi masyarakat. Ini agar sejalan dengan program Anggur Merah atau anggaran menuju rakyat sejahtera yang kami canangkan. Ada yang bilang masyarakat tidak mengerti apa itu Anggur Merah. Bagi saya itu tidak penting. Masyarakat tidak perlu tahu apa itu Anggur Merah, tapi yang terpenting adalah semua aparatur pemerintah harus tahu apa itu Anggur Merah. Aparatur harus menyusun program dan anggaran yang memihak rakyat. Artinya, rakyat hanya menikmati Anggur Merah yang sudah diprogramkan dengan baik. Untuk itu, dalam setiap kunjungan saya selalu membawa kepala-kepala dinas dari propinsi agar mereka langsung melihat, mendengar dan mencatat apa yang diinginkan masyarakat," kata Lebu Raya.

Sukses atau tidaknya program NTT Propinsi Jagung dan Koperasi harus menjadi tanggungjawab bersama. Ketika Lebu Raya dan wakilnya, Ir. Esthon L Foenay, M.Si, getol mengampanyekan program ini, dukungan positif harus terus diberikan. Harus total dan jangan setengah hati.

Ketika mengunjungi petani saat musim tanam seperti ini, kita pasti terkagum-kagum dengan tumbuh suburnya jagung mereka. Tapi bagaimana kalau mereka dikunjungi pada bulan Juni hingga November? Untuk itu, Ajak mereka untuk terus dan tak pernah berhenti menanam. Beritahu dan terus memotivasi petani bahwa saat ini jagung bukan lagi sekadar ditanam untuk makan dan sisanya disimpan di lumbung, tapi sudah menjadi bahan baku industri. Siapkan pasar dan harga yang layak sehingga mereka jangan lagi bertanya, "Hege hope?" (siapa yang beli kalau kami tanam banyak?).

Bagaimana dengan koperasi? Terbukti bahwa tanpa pemerintah, kopdit bentukan masyarakat ternyata berkembang sangat pesat. Artinya, koperasi sebenarnya sangat cocok untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat karena langsung menyentuh kebutuhan mereka. Untuk itu, program yang dicanangkan ini harus terus dikampanyekan agar minimal 30 persen masyarakat NTT menjadi anggota koperasi agar impian menjadi Propinsi Koperasi tercapai.

Kampanye jagung, kampanye koperasi harus terus dilakukan. Tapi tidak hanya sampai disitu. Pemantauan, pendampingan, motivasi dan evaluasi harus terus dilakukan. Kegagalan dan keberhasilan petani atau koperasi harus segera diketahui untuk dievaluasi. Artinya, bagaimanapun bagusnya program Anggur Merah yang salah satu implementasinya adalah Propinsi Jagung dan Koperasi tidak akan berhasil kalau hanya digembor- gemborkan saat kampanye. Tantangannya adalah, mampukah kita mengawalnya hingga sukses? (habis)

Kamis, 19 Februari 2009

Harumkan Kembali Cendana di NTT


"CENDANA harus mengharumkan kembali masyarakat NTT." Itulah harapan Menteri Kehutanan saat mencanangkan penanaman Cendana di desa Ponain, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur tanggal 12 Februari 2009 lalu.

Pencanangan tersebut merupakan bentuk upaya untuk menggugah, menggelorakan dan membangkitkan semangat masyarakat di NTT untuk menanam cendana. Menteri Kehutanan juga berharap bahwa setiap satu orang di NTT minimal mempunyai satu pohon cendana. Jika penduduk NTT 4,4 juta jiwa maka pohon cendana yang tertanam di NTT minimal sebanyak 4,4 juta pohon Cendana.

Tanaman Cendana sudah lama dikenal sebagai identitas dan kebanggaan Nusa Tenggara Timur. Namun keberadaan tanaman Cendana di NTT pada saat ini sudah sangat langka. Kelangkaan ini dimulai sejak tahun 80an sampai 90an. Keadaan tersebut disebabkan oleh eksploitasi tanaman Cendana secara besar-besaran tetapi tidak dibarengi dengan upaya rehabilitasi atau penanaman cendana kembali secara cukup seimbang dengan eksploitasinya.

Selain itu dukungan masyarakat untuk mempertahankan dan membudidayakan tanaman Cendana pada saat itu sangat rendah. Kondisi langkanya Cendana juga dipicu oleh kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Puncaknya adalah adanya Perda No 16 tahun 1986 yang mengatur penguasaan tanaman Cendana, pembinaan dan pemeliharaan, eksploitasi Cendana, penjualan dan pembagian hasil.

Dampak dari kebijakan tersebut membuat masyarakat menjadi tidak bergairah untuk melakukan budidaya tanaman Cendana. Meskipun Perda No 16 tahun 1986 tersebut, sudah dikoreksi melalui Perda No 2 tahun 1999, tetapi dinilai belum cukup efektif untuk membangkitkan gairah dan semangat masyarakat melakukan budidaya tanaman Cendana.

Upaya untuk mengembalikan kejayaan Cendana di propinsi NTT harus dilakukan bersama oleh semua pihak, khususnya di tingkat daerah. Kemauan dan semangat menanam Cendana harus terus didorong dengan kebijakan yang tepat, dan berpihak kepada masyarakat. Keberpihakan terhadap masyarakat dinyatakan dengan memberikan kesempatan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan masyarakat.

Penanaman Cendana merupakan investasi masa depan, khususnya di NTT sehingga tanaman Cendana nantinya akan benar-benar menjadi penopang yang mensejahterakan kehidupan masyarakat NTT. Penanaman Cendana di NTT ini, merupakan prakondisi terbentuknya hutan tanaman rakyat yang akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dimasa depan. Peluang itu sudah jelas tergambar di depan, karena kebutuhan kayu Cendana terus meningkat sementara stok Cendana di negara-negara produsen seperti India, Indonesia dan negara-negara Polynesia mengalami penurunan yang tajam.

Cendana di NTT mempunyai kandungan minyak terbaik di Indonesia. Kebutuhan minyak cendana dunia sekitar 200 ton per tahun. Dari jumlah itu, mayoritas disuplai dari India 100 ton atau 50%, sedang Indonesia, Australia, Kaledonia Baru dan Fiji hanya dapat menyuplai sekitar 20 ton, sehingga masih kekurangan sekitar 80 ton per tahun. Ini pasar yang menguntungkan. Sementara alam NTT sangat cocok bagi habitat tanaman Cendana. Keunggulan komparatif NTT ini tidak dimiliki oleh wilayah lain di Indonesia.

Menyadari peluang yang begitu besar dan potensi yang telah tersedia di NTT, maka Departemen Kehutanan melalui Badan Litbang Kehutanan bekerja keras melakukan upaya pengembangan Cendana melalui berbagai riset silvikultur yang paling tepat diterapkan. Saat ini telah terbangun kebun konservasi Exsitu tanaman Cendana dari berbagai populasi Cendana di NTT yaitu di Gunung Kidul Yogyakarta.

Pada saat yang tepat nanti, materi tanaman dari Kebun Konservasi di Gunung Kidul akan dikembalikan ke NTT untuk membangun Kebun benih tanaman Cendana yang dapat menopang program pengembangan tanaman Cendana. Upaya pengembangan melalui pembiakan vegetatif dengan kultur jaringan juga sudah dilakukan Badan Litbang Kehutanan untuk memenuhi kebutuhan bibit Cendana. Selain itu juga terus dilakukan upaya mencari dan membuat benih tanaman Cendana yang berkualitas unggul.

Pencanangan tanaman cendana oleh Menhut bukan merupakan awal pengembangan tanaman Cendana di NTT, karena proses ini telah lama berlangsung, tetapi pencanangan tersebut merupakan momentum untuk mengajak semua pihak, khususnya masyarakat dan Pemerintah Daerah agar fokus pada program utama pengembangan tanaman Cendana di NTT. Dengan dukungan semua pihak, kejayaan Cendana di NTT akan mampu menopang perekonomian daerah.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan. **

Yakobus

IZINKAN beta menyapa saudaraku sesama warga kota "Kasih", Yakobus Anunut dan saudariku Maria Seran. Untukmu berdua kuucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergiaan ananda tercinta, Limsa Setiana Katarina Anunut. Beta sedih dan prihatin, sama seperti banyak orang yang telah berempati dengan cara mereka masing-masing.

Bung Kobus, perkenankan beta menyapamu seperti itu. Semoga bung tidak keberatan. Dukamu adalah dukaku juga. Duka sesama saudara kita yang teriris perih mendengarmu, melihatmu menggendong ananda Limsa dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah renai hujan.

Hidup adalah tragedi. Hadapi itu, kata orang bijak bestari. Dan, Bung Kobus telah menghadapi itu dengan senyum. Dengan kepasrahan dan kasih demi Limsa. Luar biasa, beta sungguh bangga padamu. Terima kasih untuk pelajaran kasih seorang ayah. Beta mau belajar dari itu. Mau belajar tentang apa sesungguhnya makna KASIH yang sejak lama menjadi motto kota ini. Kota kita. Kupang, terbesar dan termegah di beranda Flobamora. Kupang, barometer dan pusat roda pemerintahan dan pembangunan. Pusat kekuasaan. Pusat pelayanan!

Kebanggaanku lebih penuh mengingat sikapmu menghadapi satu kata bernama pelayanan. Bung Kobus tidak menghujat atau menghakimi. Tidak menyalahkan siapa pun. Seandainya beta menjadi Bung Kobus, mungkin akan marah. Bung tidak melakukan itu meski Bung Kobus memiliki hak yang sama dengan beta serta saudara-saudari kita yang lain di sini.

Siapa jua yang mendengar bila bung marah? Bila bung menyebut Rp 30 miliar sebagai pendapatan rumah sakit rujukan di propinsi kita tahun 2008? Menyebut 75 persen dana kesehatan dari APBD kita tumpah di sana? Siapa yang peduli untuk struktur yang demikian rumit dan pelik ini? Siapa pula yang berani mengaku salah? Tiada gunanya menghujat. Toh akan sampai pada kata "tanggung jawab bersama", melempar dan berkelit. Panas sehari lalu diam bersama waktu berlalu.

Bung Kobus, kukira bung menghayati hidup adalah perjuangan, maka terimalah itu. Perjuangan bung tiada tara. Dalam ketiadaan hartamu, ketiadaan tiga ratus ribu yang sama dengan tiga perempat upah bulananmu, bung tak patah semangat. Tuhan memberi kaki dan tangan. Bung menjejak bumi karang Kupang. Jalan!!

Oh...ananda Limsa Setiana, berbanggalah pada ayahmu. Kasihnya untukmu lebih dari yang ananda bayangkan. Dia dan ibumu Maria tak pernah menghendaki kepergiaanmu yang begitu lekas. Dalam keterbatasan materi, mereka telah berusaha agar engkau sehat seperti anak-anak yang lain. Hidup adalah keberuntungan. Keberuntungan itu kiranya belum menjadi milik orang tuamu. Namun, mereka memandang hidup terlalu berharga. Mereka tidak ingin merusakkan itu. Miskin memang menyakitkan, tetapi Bung Kobus tidak meratapinya dengan cengeng.

Bung Kobus, beta mulai kehilangan kata-kata untuk menyapamu lebih lanjut. Terlalu banyak yang hendak diungkap namun kata-kataku terbatas. Kata tak sanggup mengekspresikan seluruh pikiran dan perasaan. Sebelum pamit, beta mengutip untaian kata Ibu Teresa. Untaian kata Bunda Teresa tentang kasih sebelum kematiannya yang diratapi dunia 5 September 1997.

Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan. Dan, salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk.

Saya memberitahu para suster : "Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk."

Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : " Terima kasih" lalu ia meninggal.

Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya, " Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?" Jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri.

Mungkin saya berkata, "Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya". Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya.

Lalu ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, "Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan."

Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, "Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati.

Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.

Jangan kecil hati Bung Kobus. Kukira ananda Limsa Setiana meninggal dengan senyum di wajah mungilnya. Meninggal dalam buaian kasih sang ayah yang amat mencintainya.

Bung Kobus dan Ibu Maria, Limsa tidak pernah pergi. Dia hanya pulang ke rumah Bapanya. Pulang ke "rumah" yang kita semua rindukan. Putri kecil, beristirahatlah dalam damai. (dionbata@poskupang.co.id)

Koperasi, Solusi Entaskan Kemiskinan

Oleh Sipri Seko

DENGAN tersenyum Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009), mengakui, banyak menerima short message service (SMS) dari nomor-nomor yang tidak dikenalnya. "Mereka SMS ke saya dan bilang, Gubernur NTT kok urusannya jalan-jalan saja, apa tidak ada kerjaan lain? Saya hanya tersenyum dan tidak menanggapinya. Saya tahu dari siapa SMS tersebut. Mungkin saja itu dari pejabat-pejabat yang merasa jabatannya sedang terancam karena akan ada mutasi," ujar Frans Lebu Raya.

Frans Lebu Raya yang berduet dengan Ir. Esthon L Foenay memimpin NTT lima tahun ke depan ini tidak terusik dengan tudingan-tudingan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengakui kalau dirinya bersama Esthon Foenay tahu apa yang dilakukan. Jabatan yang diembannya adalah jabatan politik, dan karena sebagai pemimpin yang dipilih secara politis, dia harus selalu dekat dengan rakyat. Dia ingin langsung melihat apa kebutuhan dan keluhan rakyat. Dia ingin langsung melihat, apakah program yang dirancang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat atau tidak.

Tak heran kalau Frans Lebu Raya berani menyatakan kegembiraannya kalau program menjadikan NTT sebagai Propinsi Jagung dan Koperasi tidaklah salah meski baru memulainya di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka. "Antusiasme dan respons masyarakat sangat tinggi. Dari Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjungi ternyata ada keinginan kuat dari masyarakat untuk menjadi anggota koperasi. Masyarakat sangat terbantu dengan keberadaan koperasi. Mereka dengan mudah mendapatkan uang di koperasi dibanding pinjam di bank. Untuk itu, saya mau ajak seluruh masyarakat NTT untuk terus mengampanyekan pentingnya koperasi," ujar Frans Lebu Raya.

Sesuai data yang diperoleh dari Kepala Dinas Koperasi dan UKM NTT, Paulus Todung, S.H, di NTT terdapat 1.625 koperasi simpan pinjam, koperasi kredit, koperasi unit desa (KUD) dan lainnya. Namun, yang tumbuh subur adalah koperasi kredit. Di Lembata ada Kopdit Ankara yang asetnya mencapai Rp 29,9 miliar dengan anggota 9.000 lebih. Di Adonara, Flores Timur, ada Kopdit Guru yang memiliki lebih dari 4.000 anggota dengan jumlah pinjaman yang ada pada anggotanya mencapai Rp 7,8 miliar. Kopdit Obor Mas di Maumere-Sikka yang memiliki total aset lebih dari Rp 60 miliar dan menjadi salah satu kopdit terbaik di Indonesia.

Koperasi-koperasi yang tumbuh subur dan berkembang pesat ini ternyata murni dibentuk oleh masyarakat. Kesadaran untuk meningkatkan taraf hidupnya lewat koperasi membuat mereka sangat disiplin dalam pengembalian pinjaman. Hal ini sangat berbeda dengan KUD bentukan pemerintah. "KUD yang ada sekarang ini hidup enggan mati tak mau. Dia ada tapi tidak bisa dibilang mati apalagi berkembang," ujar Lebu Raya.

Masalahnya 'sepele,' dimanjakan dengan bantuan modal dari pemerintah sehingga motivasi dan orientasi untuk mengembangkannya sangat sedikit. Tidak ada kemandirian dan pengurus dan anggotanya karena terus dibantu. Pengurusnya lebih banyak yang hanya menginginkan jabatan dan tambahan penghasilan, sementara anggotanya tidak disiplin dalam pengembalian karena tidak ada sanksi yang akan menjeratnya.

Kondisi yang bertolak belakang ini akan menjadi tantangan kalau duet Frans-Esthon menginginkan NTT menjadi Propinsi Koperasi. Pasalnya, untuk menjadi Propinsi Koperasi harus lebih dari 50 persen kabupaten/kota di NTT sudah menjadi Kabupaten/Kota Koperasi. Untuk menjadi Kabupaten/Kota Koperasi minimal 75 persen koperasi aktif. Tidak hanya sampai di situ. Syarat lainnya adalah, 50 persen dari koperasi yang aktif tersebut adalah koperasi yang berkualitas.

Untuk menjadi koperasi yang berkualitas juga tidak gampang. Tidak boleh ada kredit macet, aset dan omzetnya harus berkembang naik dan lainnya. Untuk mencapainya, kesadaran dan rasa tanggung jawab dari pengurus dan anggota koperasi harus dibangun. Kemandirian harus ada dalam koperasi.

Jalan menuju tujuan tersebut adalah merevitalisasi kembali koperasi-koperasi yang ada. Koperasi yang jatuh bangun harus dikuatkan kembali baik dari sisi modal maupun sumber daya manusia. Pelatihan-pelatihan kepada pengurus koperasi harus sudah dilakukan agar mereka nantinya siap bila diberi modal usaha. Wujud lainnya adalah anggaran untuk penguatan koperasi harus ditingkatkan. Sinergi dan penguatan modal dari kabupaten/kota dan propinsi harus dilakukan.

Tidak gampang! Program NTT Propinsi Kopersai ditelorkan oleh pemerintah propinsi, sementara koperasi ada di kabupaten/kota. Frans Lebu Raya rupanya sadar akan hal itu. Untuk itu dia menginginkan adanya koordinasi program yang harmonis antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota dalam pengelolaan program tersebut.

"Komunikasi antara propinsi dan kabupaten kota harus kita bangun. Propinsi Koperasi adalah program kita bersama, karena kesejahteraan rakyat adalah tujuannya. Kalau kabupaten dan kota bisa jadi kabupaten dan kota koperasi, maka tekad menjadi NTT sebagai Propinsi Koperasi pasti tercapai," ujar Frans Lebu Raya ketika berdialog dengan unsur muspida, tokoh agama, masyarakat di Aula Ina Mandiri, Larantuka, akhir pekan lalu.

Keinginan untuk memajukan koperasi di NTT memang patut didukung. Koperasi yang dalam UUD 1945 disebut sebagai soko guru bangsa adalah solusi paling tepat dan murah untuk mengentaskan kemiskinan. Alokasi dana dari APBD Propinsi NTT tahun 2009, sebesar Rp 15 miliar harus dimanfaatkan dengan maksimal. Kemauan masyarakat untuk mandiri sudah mereka buktikan dengan makin maju dan beragamnya koperasi yang mereka dirikan. (bersambung)

Rabu, 18 Februari 2009

Sakit Gula: Makan Jagung!

Oleh Sipri Seko

"JANGAN pernah merasa rendah diri kalau makan jagung. Jagung, sama seperti nasi, memiliki kandungan gizi yang sama. Untuk itu, harus sejak sekarang semua orang biasakan diri untuk makan jagung. Jangan nanti setelah terkena penyakit gula dan dokter menyarankan untuk makan jagung baru terkejut dan mulai belajar makan jagung. Kita memang terbentur dengan citra, merasa rendah kalau makan jagung. Namun, sejak sekarang saya mau tegaskan bahwa yang makan beras belum tentu orang hebat dan mereka yang makan jagung bukan orang yang rendah."

Kalimat-kalimat ini terus dikatakan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka. Akhir pekan lalu, Drs. Frans Lebu Raya melakukan kunjungan kerja di tiga daerah tersebut. Ada banyak peristiwa selama perjalanan dari Kupang, Lewoleba, Ile Ape, Adonara, Larantuka hingga Maumere. Ada cerita kala bertemu dan makan dengan petani, kehujanan, dihantam gelombang di Selat Gemuk-Larantuka maupun rintangan dalam perjalanan Larantuka-Maumere akibat tumbangnya pepohonan yang dihantam hujan badai.

Dari semua kenangan selama perjalanan, yang paling berkesan adalah kampanye menjadikan NTT sebagai propinsi jagung dan koperasi yang dilakukan Drs. Frans Lebu Raya. Tak pernah lelah dan putus-putusnya dia menyebut jagung harus menjadi primadona di NTT. Kepada petani, pejabat pemerintahan hingga wartawan, dia terus mengidolakan jagung.

Dia tahu pasti kalau masyarakat NTT sejak nenek moyangnya sudah menjadikan jagung sebagai makanan pokok. Ada kebanggaan dan kebahagiaan yang tersembul dari wajah Frans Lebu Raya ketika melihat hamparan ribuan hektar jagung warga Laranwutun-Ile Ape, Meting Doeng-Larantuka ataupun di Kewapante-Sikka. Dia yakin, upaya dan kampanyenya tidak akan sia-sia.

"Ada potensi, meski masih dikelola secara tradisional. Artinya, kalau teknologi mulai dari pengolahan lahan, menanam, pemeliharaan sampai panen sudah bisa diterapkan, saya yakin NTT akan menjadi penghasil jagung terbesar di Indonesia. Memang baru tiga kabupaten yang dikunjungi, namun ternyata responsnya sangat positif sehingga saya yakin di daerah lainnya pun sama kondisinya," ujar Lebu Raya.

Motivasi Lebu Raya untuk menjadikan NTT sebagai propinsi jagung ternyata sangat sederhana. Dia ingin mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokok saat ini. Selama ini beras harus didatangkan dari luar, padahal NTT memiliki jagung yang berkelimpahan. Selain itu, jagung menjadi primadona di pasar global, karena selain untuk konsumsi, dunia industri membutuhkan stok jagung yang banyak sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol atau sejenis gas pengganti BBM. Di Indonesia, serapan produksi jagung ke industri bioetanol juga mulai meningkat seiring program energi terbarukan yang dicanangkan pemerintah. Artinya, kalau produksi jagung tidak ditingkatkan, suatu saat perusahaan industri yang menggunakan jagung sebagai bahan baku akan kehabisan.

Lebu Raya mengakui, NTT memiliki potensi jagung cukup besar, namun selama ini hanya habis untuk dimakan. Meski jagung ditanam hanya pada musim hujan saja, itupun hanya sekali setahun, namun jagung tetap berkelimpahan. Sesuai data yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi (Pemporp) NTT, pada tahun 2008, luas areal tanaman jagung adalah 297.906 hektar. Luas ini sama dengan tahun 2007, namun meningkat dari sisi produksi. Produktivitas jagung tahun 2008 adalah 26,83 Ku/Ha (meningkat 15,05 persen dari tahun 2007, yakni 23,32 Ku/Ha).

"Harus ditingkatkan lagi. Para penyuluh pertanian harus lebih intensif lagi mendampingi petani. Kelompok-kelompok tani yang ada harus dimaksimalkan dan dimotivasi. Kalau sebelumnya hanya menanam sekali setahun, mereka harus bisa menanam dua atau tiga kali setahun. Atau kalau sebelumnya tidak pakai pupuk, sekarang sudah harus pakai pupuk," tegas Lebu Raya.

Dengan program Anggur Merah-nya, duet pemimpin NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan Ir. Esthon L Foenay, M.Si, memang menginginkan proses pembangunan lebih berpihak pada masyarakat. Porsi untuk rakyat harus lebih besar. Program pembangunan pun diusahakan harus dimulai dari apa yang dimiliki rakyat. Jagung sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat NTT harus menjadi primadona pendapatan.

Tantangan untuk itu akan berat. Membalikkan kebiasaan hanya menanam sekali setahun butuh komitmen dan keseriusan. Kalau masyarakat bisa diperkuat lewat pendampingan agar bisa meningkatkan produksinya, pertanyaan lanjutannya, bagaimana pemasarannya. Ketersediaan pasar tidak hanya soal kemampuan menjangkaunya, tetapi juga kepastian dan kelayakan harga. Petani bisa saja beralih ke tanaman lain, kalau harga jagung kalah bersaing.

Artinya, ketika pasar dan harga ada kepastian, masyarakat tidak akan sukar lagi diajak menanam jagung. Kondisi alam dan keberadaan masyarakat NTT yang terbiasa menanam jagung, akan memudahkan untuk meminta mereka memproduksi jagung.

Untuk itu, diperlukan strategi-strategi untuk memuluskan program menjadikan NTT sebagai lumbung jagung. Koordinasi dan sinergi program antara propinsi dan kabupaten harus diintensifkan. Kalau sebelumnya program propinsi langsung ke sasaran (petani), kali ini harus lewat (diinformasikan) ke kabupaten. Kelompok-kelompok petani harus terus didampingi penyuluh pertanian. Selain itu, modal para petani harus diperkuat.

Ada contoh penguatan terhadap petani. Kalau untuk mengolah lahan seluas satu hektar petani harus menyewa traktor Rp 1 juta, mengapa para petani tersebut tidak dibelikan traktor? Asumsinya, kalau harga sebuah traktor Rp 25 juta, hanya dalam satu musim dengan mengolah 25 hektar saja, modal pembelian traktor sudah kembali. Namun, bantuan itu harus diberikan kepada kelompok tani agar mudah dikontrol.

Pembelian mesin pengolahan jagung yang dilakukan beberapa kabupaten di NTT seharusnya menjadi motivasi untuk terus mengembangkan jagung. "Kalau suatu saat semua orang sudah punya alat pengolah jagung, maka kita akan kehabisan bahan baku. Untuk itu, tingkatkan produktivitas dan jangan merasa rendah kalau makan jagung," kata Lebu Raya. (bersambung)

Jumat, 13 Februari 2009

Tanggung jawab Mengamankan Pemilu

Oleh Sipri Seko

TAHUN
2009 adalah tahun pemilu (pemilihan umum). Sesuai regulasi, pemilu di Indonesia dibagi dalam dua tahapan, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden. Untuk pemilu legislatif, hanya sekali digelar, sementara untuk pemilu presiden bisa lebih dari satu kali, tergantung perolehan suara para kandidat.

Sesuai jadwal yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilu legislatif (Pileg) akan digelar tanggal 9 April 2009, sedangkan pemilu presiden (Pilpres) direncanakan awal Juli. Untuk pemilu legislatif, khususnya di NTT, saat ini diusulkan untuk ditinjau ulang tanggal pelaksanaannya. Pasalnya, tanggal tersebut bertepatan dengan rangakaian acara hari raya paskah, yakni Kamis Putih. NTT, dengan mayoritas beragama Kristen Katolik dan Protestan, di waktu tersebut tidak mungkin meninggalkan ritual keagamaannya.

Tapi, hal ini tampaknya tidak perlu dipersoalkan, karena KPU Pusat masih mempertimbangkannya. Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menyukseskan pemilu. Dengan diikuti 38 partai politik (Parpol), pileg kali ini adalah yang terbanyak pesertanya. Tidak hanya itu, proses pemilihannya pun terbilang cukup rumit. Dengan banyaknya calon anggota legislatif (Caleg) ditambah aturan penandaan antara mencontreng atau mencoblos nama atau partai, maka pileg di Indonesia kali ini disebut-sebut paling rumit di dunia.

Untuk pemilu presiden, sesuai analisa mungkin hanya akan ada empat paket yang ikut, namun ini beda dengan pileg yang ukuran kertasnya lebih lebar dan panjang dari ukuran kertas harian Kompas. Sesuai simulasi di beberapa tempat, seorang pemilih mulai dari membuka kertas suara sampai mencontreng atau mencoblos paling sedikit membutuhkan waktu tujuh menit. Untuk membuka dan melipat surat suara saja harus lima kali.

Di sini perlu sosialisasi terus menerus dari partai politik dan KPU, terutama kepada pemilih pemula dan pemilih di pedesaan terutama yang masih buta huruf. Tidak sampai di situ. Proses penghitungan suara yang baru akan dimulai pukul 14.00 waktu setempat, diperkirakan baru akan selesai hingga larut malam. Di sini bisa saja akan terjadi kecurangan-kecurangan yang bisa menimbulkan konflik.

Komitmen kita bersama untuk menyukseskan pemilu tentu sangat diperlukan. Pemilih, panitia, parpol dan aparat keamanan sama-sama bertanggung jawab mengamankan pemilu. Keseriusan untuk itu telah ditunjukkan aparat kepolisian dari Polda NTT dengan melakukan latihan-latihan pengamanan.

Dalam simulasi di Arena Fatululi, Sabtu (7/2/2009), diperagakan bagaimana kepolisian di NTT mengamankan aksi unjuk rasa, di mana salah seorang peserta unjuk rasa hendak menikam calon presiden yang sedang berkampanye. Simuasi yang disaksikan langsung Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay, M.Si, Kapolda NTT, Brigjen Polisi Antonius Bambang Suedi, Danlanud El Tari, Letkol (Pnb) Ferdi Roring, Kasiop Korem 161/Wirasakti, Letkol (Inf) Aminudin, Ketua Panwaslu NTT, Dominggus Osa, dan Ketua KPUD Kota Kupang, Daniel Ratu, serta para perwira Polda NTT berlangsung sukses.

Polisi, sebagai aparat keamanan yang mendapat bahagian biaya dari negara untuk pengamanan pemilu memang memegang peranan penting dalam kesuksesan pileg dan pilpres. Mereka tidak hanya mengamankan atau melumpuhkan perusuh atau pengacau jalannya pemilu tapi mereka juga harus mengawasi proses pencontrengan agar tidak terjadi kecurangan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan.

Untuk itu, aparat kepolisian jangan hanya diajari bagaimana melumpuhkan perusuh atau pengacau, tapi juga harus tahu regulasi-regulasi tentang pileg dan pilpres. Dia harus tahu kapan waktu contreng, seperti apa sahnya pencontrengan, proses penghitungan suara dan regulasi lainnya.

Dengan mengetahui regulasi-regulasi pileg dan pilpres, aparat kepolisian akan tahu saat mana bertindak. Dia mengawasi bukan saja saat pencontrengan dan penghitungan suara, tapi dia harus tahu alur logistik pemilu mulai dari pendropingan, tiba di tempat pemungutan suara (TPS) hingga kembali ke Sekretariat KPU. Pengetahuan-pengetahuan ini tidak bisa dianggap sepele, karena hanya dengan bermodalkan pakaian seragam saja, tidak cukup untuk bisa mengatakan bahwa polisi akan sanggup mengamankan pemilu.

Harapan agar pemilu berlangsung sukses harus ada dalam diri kita. Sebagai warga negara yang baik dan menghargai demokrasi secara total, kita tentu tidak ingin bangsa yang menganut bhineka tunggal ika ini tidak terpecah-pecah. *

SYALOM