ADA tri sukses tak tertulis yang sangat terkenal di kalangan anak kampus. Sukses organisasi, sukses kuliah dan sukses dalam percintaan. Kalau ketiganya berhasil diperoleh, semua terasa indah dan sempurna. Hal ini terbawa hingga saat ini. Kesuksesan yang diraih selalu dirayakan. Pesta saat wisuda menjadi pelengkap kesempurnaan prestasi. Sayangnya, sukacita yang diluapkan lewat pesta wisuda ini sering menjadi awal malapetaka. Minuman keras menjadi salah satu penyebabnya.
Sudah berulangkali, pesta wisuda yang digelar di Kupang berujung perkelahian. Saling serang antarkelompok, perkelahian, hingga berujung maut atau kematian. Setelah ditelusuri, awalnya hanya dari karena konsumsi minuman keras (miras) yang berlebihan.
Hal ini tentu sangat disayangkan. Bukan hanya karena terjadi perkelahian atau tawuran tetapi juga karena kejadian itu terjadi di pesta seorang yang sudah masuk dalam kalangan masyarakat berpendidikan tinggi. Seorang intelek, terpelajar yang disiapkan untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat. Lalu, kalau ini sudah terjadi, siapa yang mesti disalahkan?
Tak semua orang bisa meraih gelar sarjana. Tak semua orang bisa memakai toga wisuda. Hal ini merupakan sebuah kebanggaan yang tak bisa diraih semua orang. Sekali dalam hidup. Dan, itu merupakan sebuah capaian dari tri sukses aktivis kampus yang tak tertulis. Bagaimana caranya agar kejadian seperti ini tak terulang lagi? Tampaknya sulit untuk dihentikan. Kalangan kampus, termasuk pemerintah, juga tampaknya sulit untuk menghentikannya. Namun, paling tidak, harus ada intervensi dari kampus dan pemerintah. Sosialisasi kepada masyarakat akan efek negatif dari konsumsi miras berlebihan harus terus dilakukan. Hal ini agar minimal bisa menyadarkan masyarakat bahwa pengaruh miras sangat tidak bagus.
Mungkin salah satu yang penting disadari oleh masyarakat adalah bahwa sang wisudawan ingin agar ungkapan kebahagiaan lewat pesta karena meraih gelar sarjana itu berakhir manis. Dia tentu tak ingin pesta menjadi petaka bagi dirinya ataupun orang lain. Kita, sebagai yang diundang pun, harus tahu dan memiliki rasa malu kalau membuat keributan di pestanya orang.
Apa untungnya konsumsi miras kalau hanya menimbulkan petaka. Miras yang sudah membudaya tampaknya masih sukar dilarang saat pesta. Tapi, miras hendaknya menambah kegembiraan, bukannya membawa maut atau petaka. *