Kamis, 07 Agustus 2008

Dicoba, Langsung Ketagihan


Dari Forum Silaturahmi Media Massa Anti Narkoba

Oleh Kanis Jehola

HARI Kamis, 10 Juli 2008 pukul 10.00 Wita. Ruangan Puri Agung Lantai 2 Hotel Sahid Jaya Jakarta di Jalan Jenderal Sudirman tampak sepi. Padahal, puluhan wartawan peserta kegiatan forum silaturahmi media massa anti narkoba, baik dari media massa cetak maupun elektronik lagi duduk mengitari meja masing-masing di ruangan itu. Mereka mengisi waktu dengan bercerita tentang berbagai hal sambil menunggu datangnya para petinggi Badan Narkotika Nasional (BNN) dan para nara sumber.

Lima belas menit setelah jadwal acara dimulai, para petinggi BNN dan para nara sumber datang. Mereka duduk di tempat yang sudah disediakan sembari menunggu acara dimulai. Tak lama setelah para petinggi BNN dan nara sumber datang, acara seremoni pun dimulai satu persatu.

Suasana sepi di ruangan yang terkesan sedikit remang itu langsung berubah menjadi ramai tatkala pembawa acara membacakan nama Sandra Dewi tampil berdiri di depan ruangan. Tepuk tangan para peserta yang kebanyakan wartawan bergemuruh di ruang full AC itu ketika Sandra Dewi yang mengenakan baju biru langit dan jaket hitam dari BNN itu berdiri dari tempat duduknya menuju ke depan ruangan. "Inilah duta anti narkoba," kata pembawa acara memperkenalkan Sandra Dewi. Sandra Dewi pun tersenyum sambil memberi hormat dengan menundukkan kepala kepada para peserta.

Tampilnya artis pendatang baru terfavorit 2008 yang bernama lengkap Monica Nichole Sandra Dewi Gunawan ini hanya untuk melakukan salah satu acara seremoni pemasangan atribut kampanye duta anti narkoba oleh Kapus Cegah Lakhar BNN, Drs. Anang Iskandar, S.H, M.H.

Kedatangan Sandra Dewi saat itu pun tidak disia-siakan oleh para wartawan. Selesai pemasangan atribut, para wartawan langsung mengerubuti Sandra Dewi untuk berwawancara tentang pandangan dan rencana kerjanya sebagai duta anti narkoba ke depan. Tak cuma itu, ada yang memanfaatkan moment tersebut untuk foto bersama.

***
MENGAPA Sandra Dewi disambut dengan tepuk tangan membahana? Ya, jujur diakui bahwa hari itu merupakan moment berharga bagi peserta yang sebagian besar berasal dari daerah. Kalau selama ini mereka hanya melihat kecantikan seorang Sandra Dewi di layar televisi, hari itu sosok Sandra Dewi yang mereka lihat di layar televisi benar-benar menyata, melihat secara langsung.

Tapi bukan itu sebetulnya yang membuat sambutan terhadap Sandra Dewi menghangat. Hal paling penting ialah karena Sandra Dewi yang dilantik menjadi Duta Anti Narkoba oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, 26 Juni 2008 lalu, merupakan seorang selebriti. Profesi yang selama ini dikenal dengan gaya hidup glamor, hura-hura, yang sering berkiblat dengan urusan asmara dan perceraian, serta sering terlibat dalam kasus narkoba. Tampilnya Sandra Dewi sebagai Duta Anti Narkoba dinilai sebagai suatu kondisi yang sangat kontradiktif dengan kehidupan kebanyakan selebriti saat ini yang selalu dirundung masalah, termasuk masalah narkoba.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa cerita tentang selebriti akhir-akhir ini hampir tidak bisa dilepaspisahkan dengan cerita tentang perceraian dan narkoba. Konon, makin tenar seorang selebriti justru makin dekat dengan narkoba. Atau sebaliknya, urusan asmara dan narkoba bisa menjadi seorang selebriti makin tenar. Sebab, hampir semua media massa memberitakan berbagai hal tentang selebriti ini.

Sebut saja beberapa artis terkenal seperti Hengky Tornado, Roy Marthen, Ahmad Albar, Margono alias Gogon, Arri Laso, Doyok, serta beberapa artis lainnya. Citra Hengky Tornado sebagai aktor laga yang kerap memerani kejahatan buyar ketika ia dikhabarkan terlibat narkoba tahun 2000.

Yang paling mengagetkan juga adalah Roy Marthen. Selama ini Roy yang dianggap sebagai sosok yang lurus, seperti perannya dalam sejumlah sinetron yang dibintanginya, dan kiprahnya yang aktif di dunia agama ikut menguatkan citranya ternyata telah dicoreng narkoba. Duakali Roy menghuni hotel prodeo karena kasus yang sama.

Begitu juga dengan sosok Sudarmaji alias Doyok yang lucu juga tercoreng ketika dirinya kedapatan mengonsumsi 0,5 gram shabu-shabu pada pertengahan tahun 2000. Tak berapa lama, rekannya sesama komedian Barata Nugraha alias Polo juga mengalami nasib yang sama. Bahkan Polo kembali diciduk tahun 2004 karena kasus yang sama. Juga Gogon masuk bui Agustus tahun 2007 karena terbukti memiliki shabu dan ekstasi.

Tidak hanya di Indonesia. Di luar negeri, narkoba ibarat sahabat kedua para selebriti. Daftar nama pengguna narkoba yang berasal dari artis Hollywood saja sangat panjang. Sebut saja George Clooney. Menurutnya, pemakaian barang haram itu membuatnya percaya diri. "Dia seperti pakaian untuk sebuah pesta. Tapi saya tak pernah sampai ke pesta itu," katanya sebagaimana dikutip GATRA. Demikian juga penyanyi Amy Winehouse, Pete Doherty. Keduanya juga terjerembab dalam dunia terlarang itu.

Selain para pengguna, ada juga selebriti yang tewas karena narkoba. Sebut saja Judy Garland, Marilyn Manroe, John Bonham (drummer Led Zeppelin), Brian Epstein (manajer The Beatles), Elvis Presley, hingga Anna Nicole Smith. Penyebab kematian mereka kebanyakan karena pemakaian obat-obatan yang melebihi dosis.

Menurut cerita para selebriti pengguna narkoba, kecanduan mereka pada barang terlarang itu mula-mula karena pemberian teman dan coba-coba untuk meningkatkan rasa percaya diri. "Rasanya kok enak," kata Doyok sebagaimana dikutip GATRA. Setelah coba-coba dan kecanduan langsung ketagihan. Dan setelah ketagihan dan mulai memiliki rasa ketergantungan mereka mulai merogo kocek sendiri untuk membelanjakan barang terlarang itu.

Lalu bagaimana dengan Sandra Dewi? Konon Sandra Dewi masih bersih. Kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai duta anti narkoba karena Sandra Dewi dinilai sebagai sosok selebriti yang tidak dekat dengan narkoba. Sandra Dewi juga dinilai sebagai sosok yang konsen dan bisa mengkampanyekan anti narkoba. "Saya memang tidak suka narkoba. Lebih baik beli makanan daripada beli narkoba," kata Sandra Dewi.

Sandra Dewi yakin dirinya tidak akan terpengaruh selebriti lainnya menggunakan narkoba untuk meningkatkan gairah dan kepercayaan dirinya sebagai seorang selebriti, meskipun cerita tentang kedekatan selebriti dan narkoba akhir-akhir ini kian marak. Akankah kasus narkoba ini bisa diminimalisir dengan hadirnya Sandra Dewi, cs sebagai duta narkoba? (*)

Mengawetkan Mayat di Sumba

Pakai Kapur Sirih, Tembakau dan Daun Kom

Laporan Wartawati Pos Kupang Adiana Ahmad

KAUM bangsawan Sumba mempunyai tradisi untuk menyimpan mayat bertahun-tahun di rumah adat. Agar mayat tetap awet membutuhkan pangawet. Dewasa ini kebanyakan orang menggunakan zat pengawet kimia atau formalin. Bagi orang Sumba, formalin hanya merupakan tambahan dan baru dikenal dalam satu dasawarsa terakhir. Apa rahasia menyimpan mayat bertahun-tahun agar tidak bau?

Pos Kupang mencoba menggali rahasia para leluhur Sumba tersebut dari Ny. Rambu Ana Pura Woha. Menurut Rambu Ana, sebelum mengenal formalin, orang Sumba biasa menggunakan metode pengawetan tradisional. Pengawetan tradisonal itu bermacam-macam. Ada yang menggunakan kapur sirih dicampur tembakau atau daun teh. Tetapi, yang sering digunakan adalah kapur sirih dan tembakau. Untuk lebih bertahan lama, mayat ditambah daun bidara atau dalam bahasa setempat disebut daun kom. Ada juga yang hanya menyelimuti mayat dengan ratusan lembar kain adat. Menurut beberapa tokoh adat Sumba, kain adat Sumba yang menggunakan zat pewarna asli dari tumbuh-tumbuhan sudah mengandung pengawet alami. Jadi, bau mayat akan terserap oleh kain yang dibungkuskan pada jenazah.

Untuk pengawetan metode pertama, jelas Rambu Ana, dilakukan dengan cara menyiram kapur sirih di atas kain yang digunakan sebagai alas mayat atau pembungkus mayat. Setelah kain pertama yang ditabur kapur sirih dan tembakau, dilapisi lagi kain kedua. Kapur sirih dan tembakau ini yang akan menyerap bau, bahkan membuat jenazah kering. Setelah dibaringkan di atas lapisan yang ditabur kapur sirih, pusar jenazah ditutupi dengan cairan daun kom atau bidara yang sudah dikunyah.

Tidak sembarang orang bisa mengunyah daun kom yang akan ditaruh di pusar jenazah. Jika yang meninggal adalah lelaki tua, maka daun kom harus diambil dan dikunyah oleh perempuan muda. Cara mengambil daun kom juga menggunakan mulut seperti kambing. Daun kom itu dikunyah sampai halus dan diletakan di pusar jenazah. Demikian juga sebaliknya jika yang meninggal perempuan tua, maka yang mengambil dan mengunyah daun kom atau bidara adalah lelaki muda.

Bagaimana jika yang meninggal adalah lelaki muda atau perempuan muda? Rambu Ana mengatakan, yang mengambil dan mengunyah daun kom adalah lelaki atau perempuan tua. Daun kom ini, jelas Rambu Ana, mampu mengempiskan perut jenazah atau mayat. Rambu Ana mengatakan, secara logika memang tidak ada hubungannya. Namun, pengalaman telah membuktikan metode tersebut berhasil.

Cara itu selama ini sering digunakan untuk mengawetkan mayat. Jika ingin awet lebih lama, bisa juga ditambahkan dengan air garam dan cuka nira. Caranya, rebus cuka nira, campur dengan garam sebanyak-banyaknya setelah itu diminumkan ke mayat dengan cara mengangkat kepala jenazah kemudian menuangkan air cuka campur garam ke dalam mulut mayat, kepala jenazah dibaringkan lagi. Ini dilakukan berulang-ulang hingga satu gelas air cuka campur garam habis. Namun sebelum air garam cuka diminumkan ke jenazah, jenazah harus dalam keadaan bersih. Yang dimaksud bersih, katanya, seluruh kotoran yang ada dalam perut jenazah harus dikeluarkan semua. Cara ini ternyata mampu untuk mengawetkan jenazah.

Rambu Ana mengatakan, tidak semua orang menggunakan cara ini karena saat ini lebih mudah menggunakan formalin yang mudah didapatkan di apotek. Beberapa tokoh masyarakat Sumba, di antaranya, Umbu Mbani Awang, mengatakan, selain dengan kapur sirih dan tembakau, pengawetan mayat bisa dilakukan dengan tepung kopi. Caranya sama seperti kapur sirih dan tembakau.

Untuk mayat almarhum Bupati Sumba Timur, Ir. Umbu Mehang Kunda, memang menggunakan formalin. Perlakuan terhadap jenazah almarhum ketika penguburan juga akan berbeda mengingat almarhum sudah menganut Kristen Protestan yang taat.

Jika bangsawan Sumba yang masih menganut kepercayaan merapu, jelas Umbu Mbani Awang, selama disemayamkan sampai dikuburkan, jenazah dibuat seperti orang duduk atau posisi seperti saat dalam kandungan atau rahim. Jenazah tersebut kemudian disandarkan di tiang mayat yang ada di Uma Bokul atau rumah mayat. Posisi mayat dalam kubur juga, seperti posisi ketika dalam rahim. Jadi mayat bukan dibaringkan, tetapi dalam posisi duduk.

Jenazah Ir. Umbu Mehang Kunda telah dimasukkan dalam peti jenazah pada Rabu (6/8) sekitar pukul 03.00 Wita. Beberapa orang yang ditemui mengaku, pengisian jenazah ke dalam peti selama ini memang dilakukan antara pukul 03.00 Wita sampai pukul 05.00 Wita.

Salah seorang kerabat almarhum, mengatakan, tradisi ini sebenarnya bukan tradisi murni orang Sumba karena orang asli Sumba yang menganut kepercayaan marapu, mayatnya tidak pernah dimasukkan dalam peti. Tradisi ini, katanya sebenarnya tradisi dari luar. Apa artinya, ia sendiri mengaku tidak tahu. (*)

Mengenal Rumah Mayat di Sumba


BANGUNAN rumahnya berbentuk panggung dan model atapnya berbentuk joglo. Sama dengan rumah adat Sumba yang lain. Rumah ini dibangun khusus untuk menyimpan mayat (jenazah).

Rumah hanya terdiri dari satu ruangan los, tanpa sekat. Hanya di bagian dekat pintu masuk dibagi dua untuk memisahkan tempat mayat dengan tempat tidur papanggang (penjaga mayat).

Selama jenazah disemayamkan, papanggang yang berjumlah enam orang akan berada di tempat itu, Mereka tidak ke mana-mana. Makan minum juga di dalam ruangan itu.

Rumah mayat atau rumah besar, ditopang empat tiang induk di bagian tengah. Satu tiang diantaranya merupakan tempat hamayang. Di antara empat tiang itu ada dapur tanah. Di atas dapur ada para-para dua susun. Para-para ini yang dipakai untuk menyimpan berbagai kebutuhan papanggang. Dapur yang ada berfungsi sebagai tempat memasak makan para papanggang.

Selain empat tiang itu, ada dua tiang lainnya yang berada di samping kiri dari empat tiang utama. Satu dari dua tiang tersebut merupakan tiang penyandar mayat.

Dua tiang ini yang memisahkan ruang utama dengan ruang tempat gong dan pemukul gong. Tempat pemukul gong letaknya lebih tinggi sekitar 10 cm dari ruang utama. Sementara tempat para papanggang berada di dekat pintu masuk.

Para papanggang ini adalah hamba atau orang dalam rumah dari para bangsawan atau keturunan raja di kampung itu. Papanggang terdiri dari enam orang, tiga perempuan dan tiga laki-laki.

Selain menjaga mayat selama disemayamkan di rumah besar, para papanggang ini mempunyai tugas tertentu saat penguburan, dimana mereka bertugas sebagai pengantar arwah dengan kostum yang disesuaikan dengan tugas masing-masing. Tiga papanggang laki-laki masing-masing bertugas sebagai penunggang kuda atau yang disebut kaliti njara, satu orang bertugas menggendong ayam atau lunggu manu, satu orang lainnya membawa siri pinang arwah atau halili kalumbut.

Sedangkan tiga orang perempuan bertugas untuk membawa siri pinang tetapi peruntukannya berbeda-beda. Satu perempuan sebagai tidung tubuk, yakni perempuan yang memakai topi daun dibalut kain merah.

Perempuan ini membawa sirih pinang untuk arwah yang meninggal mendampingi laki-laki halili kalumbut. Satu perempuan lagi bertugas membawa siri pinang di tempat yang ditenteng atau disebut yutu kapu, dan satu orang lainnya membawa siri pinang di dulang atau yang disebut tema kaba. Perempuan kedua dan ketiga ini membawa siri pinang untuk para pelayat.

Tata cara ini, menurut Umbu Mbani, yang akan dilakukan ketika penguburan jenazah almarhum Bupati Mehang Kunda.

Kampung Praiawang Rende terdiri dari delapan rumah tinggal, satu rumah besar dan satu rumah para dewa (uma ndewa) sebagai tempat sembahyang penganut kepercayaan Marapu.

Gong di rumah ini baru dibunyikan ketika minggu terakhir atau delapan hari terakhir menjelang penguburan jenazah yang ada di rumah besar.

Delapan rumah tinggal ini, kata Umbu Mbani, merupakan rumah delapan istri dari Raja Praiawang Rende. Almarhum Umbu Mehang Kunda, katanya, merupakan turunan dari istri pertama Raja Praiawang Rende. Karena itu rumah tinggalnya di kampung itu disebut Uma Jangga. (adiana ahmad)

SYALOM