Senin, 20 Oktober 2008
Hati-hati! Ponsel Bisa Merusak Sperma
TAMPAKNYA kaum laki-laki yang doyan mengobrol berjam-jam dengan menggunakan telepon seluler (ponsel) perlu berhati-hati. Bisa-bisa, mereka akan kehilangan kesempatan menjadi seorang ayah. Apa pasal? Ternyata, radiasi yang ditimbulkan ponsel bisa merusak kualitas sperma.
Penelitian Universitas Newcastle menemukan bahwa terdapat kerusakan DNA pada sperma yang diakibatkan oleh penggunaan ponsel yang berlebihan. Dalam eksperimennya, para peneliti menggunakan radiasi yang dibuat menyerupai radiasi yang dihasilkan sebuah ponsel.
Penelitian pendahuluan yang diperagakan dalam sebuah konferensi mengenai kesuburan di Brisbane Senin (20/10/2008) seperti dilansir news.com.au merupakan penelitian pertama mengenai hal ini dan mendukung penelitian lain di AS yang menyebutkan bahwa pengguna "berat" telepon seluler memiliki sperma 40% lebih rendah dibanding pengguna "ringan".
Para peneliti di Universitas Newcastle tersebut mengembangkan sebuah alat yang dapat memancarkan radiasi pada frekuensi radio yang sama dengan radiasi akibat panggilan telepon.
Profesor John Aitken, Direktur Pusat Bioteknologi dan Perkembangan mengatakan bahwa pihaknya mampu mengidentifikasi secara akurat perpecahan DNA di dalam sperma. "Setelah 16 jam terekspos (radiasi), terlihat bukti nyata kerusakan sperma," ungkap Profesor Aitkens. "Hal ini memang merupakan penemuan yang amat
dini. Tapi hal ini membangkitkan kekhawatiran yang amat sangat," tambahnya.
Kerusakan DNA di dalam sperma telah diidentifikasikan dengan kesuburan yang menurun, meningkatnya risiko keguguran, dan berbagai penyakit lain yang menyerang keturunan seperti kanker pada usia kanak-kanak, dan kerusakan neurologis seperti autisme, kelainan bipolar, dan schizophrenia spontan.
Prof Aitken mengemukakan bahwa telah lama diketahui bahwa perpecahan DNA sperma disebabkan oleh infeksi, merokok, dan usia lanjut, namun hanya sedikit penelitian yang meneliti hubungannya dengan penggunaan ponsel.
Di tempat lain, sebuah penelitian di Jerman menemukan bahwa penghangat jok kursi di mobil-mobil mewah juga dapat merusak sperma. Hal ini disebabkan peningkatan temperatur sekitar alat kelamin di atas level optimal bagi produksi sperma. **
Asam Timor, Potensi yang Terlupakan
Oleh Muhlis al Alawi
BERBAGAI potensi dimiliki Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Salah satunya sektor pertanian yang menjadi kebanggaan kabupaten ini. Di sektor ini TTS mempunyai jagung, padi hingga tanaman tumpang sari. Aneka tanaman ini telah membudaya untuk mencukupi kebutuhan pangan warga.
Tetapi TTS tidak cuma punya jagung, padi dan tanaman tumpang sari. Sudah sejak dulu Kabupaten Cendana Wangi ini memiliki asam. Asam sesungguhnya sangat prospektif. Sayang, sejauh ini pemerintah masih menganaktirikan asam. Rakyat dibiarkan sendiri memburu asam di hutan. Memburu, karena pohon asam di hutan tidak punya pemilik. Siapa saja bebas memetik dan atau memungut buahnya yang jatuh ke tanah.
Menjelang musim panen, yakni Agustus, September dan Oktober warga ramai- ramai masuk keluar hutan memburu asam. Saking banyaknya, jangan pernah menyangka bahwa warga akan naik ke pohon lalu menjatuhkan buahnya. Tidak. Mereka lebih memungut buah yang sudah jatuh ke tanah. Buah itu lalu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung untuk dijual kepada pengepul.
Siklus mencari, mengumpul dan menjual asam ke pengepul sudah jadi tradisi. Sudah lazim dan berjalan setiap tahun. Meski sudah lazim dan dilakonkan ramai- ramai oleh warga di desa dan kampung, hal itu belum berhasil memberi inspirasi kepada pemerintah dan wakil rakyat untuk mengembangkan asam menjadi komoditas primadona. Beruntung, pohon asam tidak rewel seperti tanaman yang lain. Di hutan-hutan pohon asam tumbuh alamiah. Kokoh berdiri. Tidak perlu dirawat.
Tetapi melihat potensi dan prospeknya yang lumayan, mestinya pemerintah bisa memikirkan untuk melipatgandakan fungsi asam sehingga lebib berdaya guna. Harganya memang terbilang murah. Cuma Rp 600,00 hingga Rp 1.000,00/kg. Tetapi kalau pemerintah bisa menjadikan asam sebagai komoditas massal dan diusahakan secara massal, tak sulit menghitung berapa duit yang diraup warga. Apalagi, asam bukan cuma daging buahnya yang bermanfaat. Biji asam juga dicari untuk diolah menjadi zat pewarna untuk industri tekstil.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan TTS, Drs. Daniel Dede, yang saat diwawancarai masih menjabat, mengatakan, setiap tahun TTS dapat memproduksi asam sebanyak 2.000 hingga 3.000 ton. Bila warga menjual asam ke pengusaha di Kota SoE, maka akan mendapatkan harga setiap kilogramnya Rp 1.000,00 hingga Rp 2.000,00. Sementara bila biji asam diolah menjadi tepung bisa dihargai dengan Rp 7.000,00/kg.
Kendati demikian, kata Dede, untuk mengubah biji asam menjadi tepung dibutuhkan teknologi mesin pengolahnya. Selain itu, sebelum dipasarkan ke perusahaan tekstil tepung itu harus memenuhi standar mutu internasional. Dede menegaskan mutu tepung biji asam dari TTS memiliki kualitas paling baik.
Konon, biji dan daging buah asam dari Timor memiliki kualitas yang unggul dibandingkan dengan asam lainnya di Indonesia. Di pasaran, pengusaha besar di Jawa lebih memilih asam daratan Timor untuk diolah menjadi makanan ringan, minuman ringan dan bahan komestik.
"Tepung yang terbuat dari biji asam saat ini sangat dicari perusahaan tekstil untuk pewarna kain. Untuk Indonesia, tepung biji asam masih didatangkan dari India lantaran ketiadaan tepung biji asam di tanah air. Makanya, bila TTS dapat menyuplai setidaknya sepuluh ton tepung biji asam, maka kabupaten ini akan kebanjiran investor perusahaan tekstil. Dan tentunya industri ini akan memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat TTS," kata Dede.
Untuk merancang ke arah industri rumah tangga, lanjut Dede, pihaknya terlebih dahulu akan mengoptimalkan bantuan mesin pengolah biji asam menjadi tepung tahun ini. Bila berhasil, tahun berikutnya Disperindag akan melakukan pengadaan biji asam dan sekaligus mesin pengelolaanya.
Tak beda dengan Dede, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan TTS, Drs. Urias Sanam, yang dikonfirmasi melalui Kasi Rehabilitasi dan Pengkayaan Hutan, Chris Koenunu, S.Hut mengatakan pohon asam bisa berbuah dalam usia lima tahun. Selain mudah membudidayakannya, menanam pohon asam tidak memerlukan perawatan ekstra layaknya tanaman lainnya. Ibarat tinggal menabur bijinya saja, maka tanaman itu bisa tumbuh hingga besar.
Dalam catatan Dishutbun TTS, produksi asam tujuh tahun terakhir mengalami pasang surut. Tahun 2001, produksi asam isi sebanyak 792 ton, tahun 2002, 487,5 ton, tahun 2003 sebanyak 4.635 ton, tahun 2004, 3.261 ton, tahun 2005, 3.174 ton, tahun 2006, 3.287 ton dan tahun 2007 sebanyak 5.535 ton.
Menurut Koenunu hampir seluruh daratan di TTS ditumbuhi pohon asam. Namun pohon asam itu tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya unsur kesengajaan pemilik tanah menanamnya. Koenunu menyebutkan daerah penghasil asam terbesar berada di Kecamatan Kualin, Kolbano, Boking, Toianas, Amanuban Selatan, Mollo Utara, Mollo Tengah dan Mollo Barat.
Nah, tidak ada salahnya bila asam timor dapat dijadikan sebagai aset yang paling berharga untuk menambah pendapatan warga. Bila saja pemerintah memprogramkan penanaman asam secara massal, maka di saat musim kemarau warga tak lagi gigit jari menunggu berbagai bantuan pangan dari pihak luar lantaran kekurangan pangan. Terlebih lagi, bila pemerintah serius, maka dengan sentuhan teknologi perkebunan dan pertanian dapat memungkinkan satu pohon asam berbuah dua hingga tiga kali dalam setahun. Alhasil, warga pemilik pohon asam pun dapat berbesar hati. Rupiah pun dapat diraup warga saat musim panen tiba. Dan, untuk menghindari gejolak turunnya harga pada saat musim panen maka sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk membeli asam milik masyarakat.
Timor Tengah Selatan pernah berjaya karena cendana. Kini secara ekonomis, cendana telah punah. Kabupaten ini juga pernah harum namanya karena buah apel. Kini, apel SoE tenggelam dan nyaris tidak terdengar lagi. Kabupaten dingin ini juga punya nama besar karena jeruk keproknya. Tetapi TTS tidak hanya punya itu. Dia punya asam dengan kualitas sangat baik. Cepat atau lambat, asam akan melambungkan nama Timor Tengah Selatan. **
BERBAGAI potensi dimiliki Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Salah satunya sektor pertanian yang menjadi kebanggaan kabupaten ini. Di sektor ini TTS mempunyai jagung, padi hingga tanaman tumpang sari. Aneka tanaman ini telah membudaya untuk mencukupi kebutuhan pangan warga.
Tetapi TTS tidak cuma punya jagung, padi dan tanaman tumpang sari. Sudah sejak dulu Kabupaten Cendana Wangi ini memiliki asam. Asam sesungguhnya sangat prospektif. Sayang, sejauh ini pemerintah masih menganaktirikan asam. Rakyat dibiarkan sendiri memburu asam di hutan. Memburu, karena pohon asam di hutan tidak punya pemilik. Siapa saja bebas memetik dan atau memungut buahnya yang jatuh ke tanah.
Menjelang musim panen, yakni Agustus, September dan Oktober warga ramai- ramai masuk keluar hutan memburu asam. Saking banyaknya, jangan pernah menyangka bahwa warga akan naik ke pohon lalu menjatuhkan buahnya. Tidak. Mereka lebih memungut buah yang sudah jatuh ke tanah. Buah itu lalu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung untuk dijual kepada pengepul.
Siklus mencari, mengumpul dan menjual asam ke pengepul sudah jadi tradisi. Sudah lazim dan berjalan setiap tahun. Meski sudah lazim dan dilakonkan ramai- ramai oleh warga di desa dan kampung, hal itu belum berhasil memberi inspirasi kepada pemerintah dan wakil rakyat untuk mengembangkan asam menjadi komoditas primadona. Beruntung, pohon asam tidak rewel seperti tanaman yang lain. Di hutan-hutan pohon asam tumbuh alamiah. Kokoh berdiri. Tidak perlu dirawat.
Tetapi melihat potensi dan prospeknya yang lumayan, mestinya pemerintah bisa memikirkan untuk melipatgandakan fungsi asam sehingga lebib berdaya guna. Harganya memang terbilang murah. Cuma Rp 600,00 hingga Rp 1.000,00/kg. Tetapi kalau pemerintah bisa menjadikan asam sebagai komoditas massal dan diusahakan secara massal, tak sulit menghitung berapa duit yang diraup warga. Apalagi, asam bukan cuma daging buahnya yang bermanfaat. Biji asam juga dicari untuk diolah menjadi zat pewarna untuk industri tekstil.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan TTS, Drs. Daniel Dede, yang saat diwawancarai masih menjabat, mengatakan, setiap tahun TTS dapat memproduksi asam sebanyak 2.000 hingga 3.000 ton. Bila warga menjual asam ke pengusaha di Kota SoE, maka akan mendapatkan harga setiap kilogramnya Rp 1.000,00 hingga Rp 2.000,00. Sementara bila biji asam diolah menjadi tepung bisa dihargai dengan Rp 7.000,00/kg.
Kendati demikian, kata Dede, untuk mengubah biji asam menjadi tepung dibutuhkan teknologi mesin pengolahnya. Selain itu, sebelum dipasarkan ke perusahaan tekstil tepung itu harus memenuhi standar mutu internasional. Dede menegaskan mutu tepung biji asam dari TTS memiliki kualitas paling baik.
Konon, biji dan daging buah asam dari Timor memiliki kualitas yang unggul dibandingkan dengan asam lainnya di Indonesia. Di pasaran, pengusaha besar di Jawa lebih memilih asam daratan Timor untuk diolah menjadi makanan ringan, minuman ringan dan bahan komestik.
"Tepung yang terbuat dari biji asam saat ini sangat dicari perusahaan tekstil untuk pewarna kain. Untuk Indonesia, tepung biji asam masih didatangkan dari India lantaran ketiadaan tepung biji asam di tanah air. Makanya, bila TTS dapat menyuplai setidaknya sepuluh ton tepung biji asam, maka kabupaten ini akan kebanjiran investor perusahaan tekstil. Dan tentunya industri ini akan memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat TTS," kata Dede.
Untuk merancang ke arah industri rumah tangga, lanjut Dede, pihaknya terlebih dahulu akan mengoptimalkan bantuan mesin pengolah biji asam menjadi tepung tahun ini. Bila berhasil, tahun berikutnya Disperindag akan melakukan pengadaan biji asam dan sekaligus mesin pengelolaanya.
Tak beda dengan Dede, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan TTS, Drs. Urias Sanam, yang dikonfirmasi melalui Kasi Rehabilitasi dan Pengkayaan Hutan, Chris Koenunu, S.Hut mengatakan pohon asam bisa berbuah dalam usia lima tahun. Selain mudah membudidayakannya, menanam pohon asam tidak memerlukan perawatan ekstra layaknya tanaman lainnya. Ibarat tinggal menabur bijinya saja, maka tanaman itu bisa tumbuh hingga besar.
Dalam catatan Dishutbun TTS, produksi asam tujuh tahun terakhir mengalami pasang surut. Tahun 2001, produksi asam isi sebanyak 792 ton, tahun 2002, 487,5 ton, tahun 2003 sebanyak 4.635 ton, tahun 2004, 3.261 ton, tahun 2005, 3.174 ton, tahun 2006, 3.287 ton dan tahun 2007 sebanyak 5.535 ton.
Menurut Koenunu hampir seluruh daratan di TTS ditumbuhi pohon asam. Namun pohon asam itu tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya unsur kesengajaan pemilik tanah menanamnya. Koenunu menyebutkan daerah penghasil asam terbesar berada di Kecamatan Kualin, Kolbano, Boking, Toianas, Amanuban Selatan, Mollo Utara, Mollo Tengah dan Mollo Barat.
Nah, tidak ada salahnya bila asam timor dapat dijadikan sebagai aset yang paling berharga untuk menambah pendapatan warga. Bila saja pemerintah memprogramkan penanaman asam secara massal, maka di saat musim kemarau warga tak lagi gigit jari menunggu berbagai bantuan pangan dari pihak luar lantaran kekurangan pangan. Terlebih lagi, bila pemerintah serius, maka dengan sentuhan teknologi perkebunan dan pertanian dapat memungkinkan satu pohon asam berbuah dua hingga tiga kali dalam setahun. Alhasil, warga pemilik pohon asam pun dapat berbesar hati. Rupiah pun dapat diraup warga saat musim panen tiba. Dan, untuk menghindari gejolak turunnya harga pada saat musim panen maka sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk membeli asam milik masyarakat.
Timor Tengah Selatan pernah berjaya karena cendana. Kini secara ekonomis, cendana telah punah. Kabupaten ini juga pernah harum namanya karena buah apel. Kini, apel SoE tenggelam dan nyaris tidak terdengar lagi. Kabupaten dingin ini juga punya nama besar karena jeruk keproknya. Tetapi TTS tidak hanya punya itu. Dia punya asam dengan kualitas sangat baik. Cepat atau lambat, asam akan melambungkan nama Timor Tengah Selatan. **
Ubi Nua Bosi
Oleh Maria Matildis Banda
SAMA seperti ubi kayu lainnya, ubi kayu yang berasal dari Nua Bosi, Kabupaten Ende biasa-biasa saja. Potongannya persis ubi kayu dari mana saja. Tetapi bukan ubi Nua Bosi namanya kalau tidak diangkat jadi bahan pembahasan tiga sahabat karib kali ini. Semua orang juga tahu, bentuk dan potongan boleh sama, tetapi soal rasa dan harga, nanti dulu. Rasanya yang sangat spesial, karena itulah harganya juga mahal.
Silahkan ke pasar Mbongawani Ende, masuk ke bagian paling selatan pasar ikan, persis di tepi jalan lalu lintas motor, mobil, dan kendaraan dan kesibukan pasar Mbongawani, di sanalah berderet dan bertumpuk-tumpuk ubi Nua Bosi. Pasti selalu tersedia kapan saja. Namun kalau saat kapal dan feri berangkat, ubi Nua Bosi pun rata, terbang jadi ole-oleh ke Kupang, Denpasar, Ujung Pandang, Surabaya, Jakarta. Percaya atau tidak percaya? Ubi Nua Bosi dengan penampilan apa adanya, pun terbang ke negera lain di Asia dan ke benua lain seperti Eropa, Amerika, Australia, dan Afrika.
***
"Karena itu kita kasih kado Ubi Nua Bosi saja untuk bupati terpilih!" Demikianlah Rara menyampaikan usul yang menurutnya usulan terbaik yang pernah disampaikannya sepanjang hidupnya. "Apa sudah gila? Bagaimana mungkin kasih kado untuk bupati terpilih hanya sekadar ubi Nua Bosi? Aduuh, seumur hidup saya, saya baru ketemu dengan orang gila seperti kamu!" Jaki segera pasang jurus tangkis.
"Ini kado istimewa!" Potong Rara dengan serius bin serius.
"Kita isi ke dalam dos aqua terus kita bungkus baik-baik dengan kertas kado warna pelangi, terus kita ikat dengan pita merah, terus kita kirim. Untuk paket Doa yang menang di Ende, kita antar langsung saja pakai ojek. Untuk paket Konco di Sumba Barat Daya kita kirim via feri besok pagi-pagi. Untuk paket Nazar di Rote Ndao, kita kirim pakai pesawat Trans Nusa! Aman bukan?"
"Aduh, kamu benar-benar sudah miring," Jaki memiringkan telunjuk di dahinya. "Kalau paket Doa tidak masalah, sebab Doa sudah hafal luar kepala yang namanya ubi Nua Bosi. Kalau untuk Konco, kamu tahu tidak? Kornelis Kodi Mete itu dokter yang baik hati. Apakah kamu tega mengirim kado ubi Nua Bosi untuk dokter itu? Kalau Nazar, Christian Nehemia Dillak, apakah kamu yakin pernah makan ubi Nua Bosi?" Tanya Jaki. "Kalau kamu memang sudah gila, gila yang benar, gila yang baik-baik!"
"Pokoknya, harus ubi Nua Bosi! Titik!" Rara tidak bergeming.
"Wah, kamu punya gaya persis penguasa! Kalau sudah mentok, mulai menggunakan jurus pokoknya, pokoknya, pokoknya..." kata Jaki. "Silahkan saja, saya dan Benza tidak mau terlibat!"
***
"Itu gagasan cemerlang!" Jaki kaget setengah mati waktu Benza berpihak pada Rara. Gagasan cemerlang? Aduh! Benza sudah sama gilanya dengan Rara. Kalau sampai ini terjadi, maka terjadilah bencana besar. Yang pasti Jaki tidak mau harus malu besar gara-gara kado yang sama sekali tidak nyambung dengan tujuan. Jaki bertekat untuk undur diri dari urusan kado.
"Dengar dulu Jaki," Benza menjelaskan. "Ubi kayu itu kado yang paling cocok untuk bupati terpilih di Ende, Sikka, Sumba Tengah, Rote Ndao, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kupang, dan di mana saja. Juga hadiah istimewa untuk gubernur dan presiden. Bila perlu kita kirim juga untuk Barrak Obama kalau sudah terpilih jadi Presiden Amrik nanti!"
"Apa argumentasinya?" Jaki tampak putus asa.
"Ubi kayu itu makanan rakyat, makanan orang susah. Ubi kayu sumber karbohidrat. Dalam karbohidrat terkandung glukosa yang berfungsi sebagai sumber tenaga. Makanya karbohidrat disebut sumber tenaga. Pesannya, jadilah karbohidrat bagi masyarakat atau berikanlah karbohidrat sebanyak-banyaknya untuk masyarakat. Namun ingatlah! Dalam ubi kayu ada juga kandungan asam biru, racunnya ubi kayu. Kalau asam birunya tinggi ubi kayu akan berubah menjadi racun yang memabukkan. Artinya, jangan sampai menjadi asam biru, apalagi memberi asam biru untuk rakyat. Berjaga-jagalah! Agar karbohidarat tidak berubah menjadi asam biru. Semua orang yang berada di sekitar kita, juga dapat menjadi karbohidrat atau asam biru. Sepanjang dominasi sekitar adalah karbohidrat oke-oke saja. Tetapi kalau lingkungan sekitar didominasi asam biru demi kepentingan pribadi, maka tinggal tunggu saja kapan saatnya asam biru benar-benar menjadi racun. Bukankah sukses dan gagal hanya dipisahkan oleh tirai tipis yang tembus pandang? Analogi ini penting dipahami agar tidak ada satu pun yang berada di sekitar kita menjadi asam biru. Kamu mengerti bukan?"
***
"Bukan!" Jawab Jaki tetap putus asa.
"Ubi Nua Bosi hadiah paling istimewa!"
"Kamu sudah kirim ke mana saja?"
"Ke dokter Dami Wera di Sikka, dokter Kornelis di Sumba barat Daya, Simon Hayon di Flotim, Yohanes Samping Aoh di Nagekeo, juga buat Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan Gubernur Bali, Mangku Pastika!"
"Apa aku bilang?" Rara senang bukan main sebab baru kali ini gagasannya diterima telak oleh sabahatnya Benza. "Ubi kayu apa saja boleh.Tetapi karena ubi Nua Bosi adalah ubi terbaik, maka pantaslah kita berikan ubi Nua Bosi!" Rara tertawa bangga."Ayoh kita ke Nua Bosi, kita beli langsung di kebun!"
"Beli di pasar Mbongawani saja!" Protes Jaki dengan wajah masam.
"Ke Nua Bosi biar dapat yang matang di pohon, segar, bersih, dan terjamin bebas asam biru," Rara dan Benza langsung cabut, dan Jaki pun tinggal akui saja. **
SAMA seperti ubi kayu lainnya, ubi kayu yang berasal dari Nua Bosi, Kabupaten Ende biasa-biasa saja. Potongannya persis ubi kayu dari mana saja. Tetapi bukan ubi Nua Bosi namanya kalau tidak diangkat jadi bahan pembahasan tiga sahabat karib kali ini. Semua orang juga tahu, bentuk dan potongan boleh sama, tetapi soal rasa dan harga, nanti dulu. Rasanya yang sangat spesial, karena itulah harganya juga mahal.
Silahkan ke pasar Mbongawani Ende, masuk ke bagian paling selatan pasar ikan, persis di tepi jalan lalu lintas motor, mobil, dan kendaraan dan kesibukan pasar Mbongawani, di sanalah berderet dan bertumpuk-tumpuk ubi Nua Bosi. Pasti selalu tersedia kapan saja. Namun kalau saat kapal dan feri berangkat, ubi Nua Bosi pun rata, terbang jadi ole-oleh ke Kupang, Denpasar, Ujung Pandang, Surabaya, Jakarta. Percaya atau tidak percaya? Ubi Nua Bosi dengan penampilan apa adanya, pun terbang ke negera lain di Asia dan ke benua lain seperti Eropa, Amerika, Australia, dan Afrika.
***
"Karena itu kita kasih kado Ubi Nua Bosi saja untuk bupati terpilih!" Demikianlah Rara menyampaikan usul yang menurutnya usulan terbaik yang pernah disampaikannya sepanjang hidupnya. "Apa sudah gila? Bagaimana mungkin kasih kado untuk bupati terpilih hanya sekadar ubi Nua Bosi? Aduuh, seumur hidup saya, saya baru ketemu dengan orang gila seperti kamu!" Jaki segera pasang jurus tangkis.
"Ini kado istimewa!" Potong Rara dengan serius bin serius.
"Kita isi ke dalam dos aqua terus kita bungkus baik-baik dengan kertas kado warna pelangi, terus kita ikat dengan pita merah, terus kita kirim. Untuk paket Doa yang menang di Ende, kita antar langsung saja pakai ojek. Untuk paket Konco di Sumba Barat Daya kita kirim via feri besok pagi-pagi. Untuk paket Nazar di Rote Ndao, kita kirim pakai pesawat Trans Nusa! Aman bukan?"
"Aduh, kamu benar-benar sudah miring," Jaki memiringkan telunjuk di dahinya. "Kalau paket Doa tidak masalah, sebab Doa sudah hafal luar kepala yang namanya ubi Nua Bosi. Kalau untuk Konco, kamu tahu tidak? Kornelis Kodi Mete itu dokter yang baik hati. Apakah kamu tega mengirim kado ubi Nua Bosi untuk dokter itu? Kalau Nazar, Christian Nehemia Dillak, apakah kamu yakin pernah makan ubi Nua Bosi?" Tanya Jaki. "Kalau kamu memang sudah gila, gila yang benar, gila yang baik-baik!"
"Pokoknya, harus ubi Nua Bosi! Titik!" Rara tidak bergeming.
"Wah, kamu punya gaya persis penguasa! Kalau sudah mentok, mulai menggunakan jurus pokoknya, pokoknya, pokoknya..." kata Jaki. "Silahkan saja, saya dan Benza tidak mau terlibat!"
***
"Itu gagasan cemerlang!" Jaki kaget setengah mati waktu Benza berpihak pada Rara. Gagasan cemerlang? Aduh! Benza sudah sama gilanya dengan Rara. Kalau sampai ini terjadi, maka terjadilah bencana besar. Yang pasti Jaki tidak mau harus malu besar gara-gara kado yang sama sekali tidak nyambung dengan tujuan. Jaki bertekat untuk undur diri dari urusan kado.
"Dengar dulu Jaki," Benza menjelaskan. "Ubi kayu itu kado yang paling cocok untuk bupati terpilih di Ende, Sikka, Sumba Tengah, Rote Ndao, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kupang, dan di mana saja. Juga hadiah istimewa untuk gubernur dan presiden. Bila perlu kita kirim juga untuk Barrak Obama kalau sudah terpilih jadi Presiden Amrik nanti!"
"Apa argumentasinya?" Jaki tampak putus asa.
"Ubi kayu itu makanan rakyat, makanan orang susah. Ubi kayu sumber karbohidrat. Dalam karbohidrat terkandung glukosa yang berfungsi sebagai sumber tenaga. Makanya karbohidrat disebut sumber tenaga. Pesannya, jadilah karbohidrat bagi masyarakat atau berikanlah karbohidrat sebanyak-banyaknya untuk masyarakat. Namun ingatlah! Dalam ubi kayu ada juga kandungan asam biru, racunnya ubi kayu. Kalau asam birunya tinggi ubi kayu akan berubah menjadi racun yang memabukkan. Artinya, jangan sampai menjadi asam biru, apalagi memberi asam biru untuk rakyat. Berjaga-jagalah! Agar karbohidarat tidak berubah menjadi asam biru. Semua orang yang berada di sekitar kita, juga dapat menjadi karbohidrat atau asam biru. Sepanjang dominasi sekitar adalah karbohidrat oke-oke saja. Tetapi kalau lingkungan sekitar didominasi asam biru demi kepentingan pribadi, maka tinggal tunggu saja kapan saatnya asam biru benar-benar menjadi racun. Bukankah sukses dan gagal hanya dipisahkan oleh tirai tipis yang tembus pandang? Analogi ini penting dipahami agar tidak ada satu pun yang berada di sekitar kita menjadi asam biru. Kamu mengerti bukan?"
***
"Bukan!" Jawab Jaki tetap putus asa.
"Ubi Nua Bosi hadiah paling istimewa!"
"Kamu sudah kirim ke mana saja?"
"Ke dokter Dami Wera di Sikka, dokter Kornelis di Sumba barat Daya, Simon Hayon di Flotim, Yohanes Samping Aoh di Nagekeo, juga buat Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan Gubernur Bali, Mangku Pastika!"
"Apa aku bilang?" Rara senang bukan main sebab baru kali ini gagasannya diterima telak oleh sabahatnya Benza. "Ubi kayu apa saja boleh.Tetapi karena ubi Nua Bosi adalah ubi terbaik, maka pantaslah kita berikan ubi Nua Bosi!" Rara tertawa bangga."Ayoh kita ke Nua Bosi, kita beli langsung di kebun!"
"Beli di pasar Mbongawani saja!" Protes Jaki dengan wajah masam.
"Ke Nua Bosi biar dapat yang matang di pohon, segar, bersih, dan terjamin bebas asam biru," Rara dan Benza langsung cabut, dan Jaki pun tinggal akui saja. **
Langganan:
Postingan (Atom)