Selasa, 16 September 2008
5 Rahasia Pria Untuk Urusan Ranjang
SETIAP pria tentu bangga bila dapat memuaskan pasangannya. Karena itu umumnya pria yang usianya mendekati kepala empat, tentu memiliki kecemasan berhubungan dengan kemampuan seksualnya. Hal ini disebabkan adanya anggapan, semakin tua usia membuat semakin turun kemampuan tersebut. Sebenarnya ada lima rahasia yang selama ini tak pernah diungkapkan oleh kaum pria. Mau tahu? Inilah dia..
Rahasia pertama: Hampir setiap orang melakukan marturbasi, tanpa memandang usia, status perkawinan, kehidupan religius, atau status sosial. Karena itu jangan kaget, jika sebagian besar kaum pria usia 30-40 tahun, meskipun sudah menikah juga melakukan hal tersebut. Dan perilaku semacam ini sebenarnya normal dan tak perlu dicemaskan.
Rahasia kedua: Kaum pria umumnya lebih kaya dan heboh dalam berfantasi. Apalagi pada usia anak hingga 10 tahun, perubahan keinginan seksual cukup besar. Hanya saja fantasi seksual itu menyenangkan, tapi mewujudkan fantasi itu seringkali mengecewakan. Ini terjadi karena antisipasi jauh lebih besar daripada realisasi. Fantasi memang perlu, tapi seks yang terbaik adalah didasarkan pada realita, cinta yang sejati, dan komunikasi yang jujur. Kejujuran dan keterbukaan adalah afrodisiak yang terbaik.
Rahasia ketiga: Semua pria memiliki kecemasan dalam masalah seksual pada suatu saat dalam kehidupan merek. Kecemasan ini akan meningkat pada usia 30 tahun ke atas. Alat vital pria, bukanlah semacam alat yang bisa dibongkar pasang bahkan merupakan bagian integral dari orang tersebut. Jika ada masalah di benak atau di hari, alat vitalnya tidak akan dapat bekerja dengan baik. Maka sangat bisa terjadi, pria-pria eksekutif punya problem di usia ini. Pasangan yang tidak menyadari hal ini, mungkin memberikan tekanan terlalu besar pada pria. Namun, jika hati dan pikiran dikaitkan dengan hubugan yang baik dan penuh cinta, selalu ada cara untuk mengatasi masalah seksual.
Rahasia keempat: Tak semua pria sadar, hampir semua wanita pernah berpura-pura mengalami orgasme. Sama seperti pria mengalami tekanan, wanita juga mengalami tekanannya sendiri. Hanya saja, pria memang tidak dapat berpura-pura ereksi. Orgasme wanita tidak selalu datang dengan mudah, karena orgasme wanita lebih terkait kepada hati dan pikiran mereka. Pada saat-saat itu, berpura-pura mungkin merupakan pilihan yang lebih sederhana ketimbang menciptakan frustasi, kekecewaan, dan mungkin suatu percekcokan antara satu pasangan. Kadang-kadang berpura-pura dapat diterima, tetapi yang lebih baik lagi adalah komunikasi yang jujur, dukungan, dan penerimaan bahwa kehangatan kasih sayang adalah hal yang terpenting. Saat pasangan lebih terbuka dan saling menerima satu sama lain, berpura-pura orgasme tidak lagi diperlukan.
Rahasia kelima: Sebagian besar pria dan wanita tetap menyembunyikan rahasia seksual mereka satu sama lain, meskipun sudah suami istri. Biasanya perkembangan seksual terjadi lebih cepat dibandingkan pengungkapan emosional. Cara lain mengatakannya: Pria dan wanita lebih cepat membuka pakaiannya, ketimbang membuka diri. Dengan demikian, dalam hubungan perkawinan yang langgeng, pola seksual cenderung terbentuk sebelum memiliki kesempatan untuk dibahas. Jika pola seksual sudah terbentuk, akan menjadi semakin sulit untuk mendiskusikan perubahan-perubahan, karena harus diakui, masalah seks masih dianggap sebagai masalah pribadi yang peka. (astaga.com)
Pos Kupang Cup, Bukti Dukungan Pemerintah
KETUA Bidang Organisasi KONI Propinsi NTT, Ir. Andre Koreh M.T terkagum-kagum dengan besarnya antusiasme masyarakat menonton final turnamen sepakbola Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup, Sabtu (13/9/2008). Ketua klub sepakbola AS Roma ini sangat yakin kalau potensi sepakbola di NTT sangat besar dan kalau pengelolaannya dilakukan dengan baik, olahraga masyarakat ini bisa berprestasi.
Tak hanya sampai di situ, melihat kualitas permainan PS Britama dan Kristal FC yang bermain di final, Andre Koreh yang juga adalah Kepala Biro Penyusunan Progam (Biro Sunpro) Setda Propinsi NTT itu berjanji akan mengusulkan kepada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya agar mengalokasikan dana untuk perbaikan permukaan Stadion Oepoi. Dia sangat yakin bahwa suatu saat sepakbola NTT akan berkibar di tingkat nasional.
Empat kali digelar, turnamen Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup murni digelar oleh swasta. Menggandeng Mitra Sportindo Event Organizer sebagai penyelenggara, Dji Sam Soe dan SKH Pos Kupang 'bermimpi' bahwa dengan seringnya anak-anak muda NTT bermain bola dalam kompetisi yang berkualitas, suatu saat nanti sepakbola NTT akan maju. Tak heran kalau setiap kali digelar, mereka menginginkan adanya perubahaan baik dalam penyelenggaraan mupun kualitas permainan klub peserta. Apa benar memajukan sepakbola adalah tugas Dji Sam Soe dan Pos Kupang?
Tugas memajukan sepakbola memang seharusnya dilaksanakan oleh semua komponen masyarakat. Dalam UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, semua kompenen masyarakat diisyaratkan untuk mendukung pembinaan olahraga. Pemerintah malah diwajibkan untuk mengalokasikan anggaran yang cukup untuk olahraga.
Sepakbola, oleh KONI Propinsi NTT ditetapkan sebagai salah satu olahraga prioritas dalam pembinaan. Dia menjadi prioritas bukan karena prestasinya, tetapi karena sepakbola adalah olahraga masyarakat. Mengapa hanya sebatas itu, karena manajemen pembinaan belum berjalan dengan baik.
Benar, kata pelatih PS Britama Kupang, Mathias Bisinglasi bahwa kepengurusan PSSI NTT sebaiknya segera ditinjau ulang. Dia melihat, tidak berprestasinya sepakbola NTT bukan karena ketiadaan pemain atau potensi, namun karena mesin organisasi PSSI yang belum berjalan dengan baik. Para pengurus dinilai tidak memiliki kreasi untuk menggelar event, terbukti mereka hanya mengharapkan bisa menggelar event kalau ada kucuran dana dari pemerintah. Bukti lainnya, hanya mampu menggelar satu turnamen, yakni El Tari Memorial Cup. Dan yang penting sukses, sementara kualitas permanian bukan jadi prioritas.
Ironis dan sangat disayangkan kalau melihat kondisi persepakbolaan di NTT. Di satu sisi, masyarakat ingin bermain di turnamen resmi, namun di sisi lain para pengurus lebih banyak tidak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya mau menggelar event kalau dana sudah tersedia. Mereka tidak mau berusah-susah mencari dana, karena katanya UU Sistem Keolahragaan Nasional sudah mewajibkan pemerintah untuk menyediakan dana.
Di sini, sebenarnya letak kesalahan Pengprop PSSI dalam memanage organisasinya. Menjadi pengurus, bukan berarti mereka harus menjadi penyelenggara turnamen. Serahkan penyelenggaraan kepada event organizer olahraga sedangkan urusan teknis dan wasit ditangani pengprop. Penyelenggara juga harus diberi kebebasan untuk menggandeng sponsor. PSSI harus mengakui, minimnya keterlibatan swasta dalam turnamen adalah akibat penyelenggaraan yang kurang profesional. Sponsor swasta lebih senang menggandeng event organizer yang profesional dan bertanggungjawab.
Padahal, kalau mau dilihat dukungan pemerintah terhadap cabang sepakbola sudah cukup besar. Lihat saja Wakil Bupati Flores Timur Wabup Flotim), Yoseph Laga Doni Herin, S.Sos yang datang menonton setiap kali klub-klub asal Flotim bertanding. Atau Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si yang di tengah kesibukannya masih sempat hadir di stadion menonton pertandingan. Acungan jempol juga patut diberikan kepada Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) NTT, Drs. Muhammad Wongso yang merekomendasikan penggunaan Stadion Oepoi untuk digunakan meski rehab stadion itu belum selesai dikerjakan.
Kalau demikian keinginan untuk membangun sepakbola NTT menjadi lebih kuat sudah ada. Yang belum tuntas adalah jalinan komunikasi yang belum tertata dengan baik. Tugas ini harus dikembalikan kepada PSSI. Tradisi sepakbola sudah dibangun Dji Sam Soe dan SKH Pos Kupang, lalu kapan prestasi itu datang? Tak perlu menjawab, tapi berikan bukti dengan terus menggelar event. *
Apa Kabar Kota Satelit Wini?
Menyambut HUT Ke-86 Kota Kefamenanu
Oleh Julianus Akoit
SEJAK didirikan oleh pemerintah militer Belanda pada tanggal 22 September 1922, secara perlahan namun pasti Kota Kefamenanu berkembang dan bertumbuh menjadi lebih baik. Ruas jalan dalam kota dibangun atas perintah Controleur (administrator) Onderafdeeling Noord Midden Timor, H.G.Schulte Nordholt. Jaringan telepon dipasang, gedung pemerintah dibangun. Para pedagang Cina diajak bekerja sama, menghidupkan roda perekonomian dalam kota. Maka muncullah beberapa toko Cina, diantaranya Toko Kupang, Toko Atapupu, Toko Po Vo dan Toko San Lin serta sebuah toko koperasi, yang didirikan oleh Tuan Ambrosius Salu Tjung Kie, yang pernah menjabat sebagai Asisten Besteur Belanda.
Setelah merdeka dan lepas dari Belanda dan Jepang, Kota Kefamenanu terus berkembang. Ketika diberlakukan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 (lembaran Negara Nomor 122 Tahun 1958) tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I (NTT, NTB dan Bali) dan daerah-daerah Swatantra Tingkat II, Kota Kefamenanu tetap ditunjuk sebagai ibukota Swatantra II Timor Tengah Utara (TTU).
Ketika menjadi Bupati TTU, Yakobus Ukat, BA (1970 - 1975), menjadikan Kota Kefamenanu sebagai Kota Neon di daratan Timor. Jaringan listrik berlampu neon dipasang di ruas jalan utama Kota Kefamenanu. Kota yang dulunya gelap dan cuma diterangi temaram lampu minyak dari beranda rumah-rumah penduduk, bersalin rupa menjadi terang-benderang. Ruas jalan dalam kota dibangun lebih banyak dan lebih lebar serta Kantor Bupati TTU dan Gedung DPRD TTU (lama) dibangun semasa kepemimpinan Bupati Drs. J.M. Nailiu (1975 - 1985).
Selanjutnya, dibuatlah rancangan tata ruang Kota Kefamenanu dengan didahului pembangunan beberapa ruas jalan dalam Kota Kefamenanu ketika Drs. St. P. Parera menjabat sebagai Bupati TTU (1985 - 1990). Saat menggantikan Bupati Parera, Drs. Anton Amaunut (1990 - 2000) melakukan revisi perencanaan tata ruang Kota Kefamenanu dan menggulirkan Program Konsolidasi Tanah Perkotaan serta gagasan Kota Kefamenanu sebagai "Kota Bersatu".
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati TTU periode 2000 - 2005, Drs. Hendrikus Sakunab dan Drs. Gabriel Manek, M.Si, ketika dipercayakan memimpin wilayah ini, mencanangkan program Kota Kefamenanu sebagai Kota SARI (Sehat, Aman, Rindang dan Indah) dan Wini sebagai Kota Satelit. Dua program ini dilanjutkan juga dalam masa kepemimpinan Drs. Gabriel Manek, M.Si dan Raymundus Sau Fernandes, S.Pt (2005 - 2010).
Lalu apa itu Kota Satelit? Banyak rumusan pengertian yang bisa dicantumkan di sini, tapi mungkin yang dimaksud dengan Kota Satelit adalah sebuah kota baru yang dibangun di dekat atau di pinggiran sebuah kota besar dalam rangka perluasan kota. Atau kota yang terletak di pinggir atau berdekatan dengan kota besar yang secara ekonomi, sosial, administratif dan politik bergantung atau dipengaruhi oleh kota besar itu.
Berdasarkan rumusan pengertian di atas maka Program Pembangunan Kota Wini Sebagai Kota Satelit adalah suatu upaya mendasar yang merupakan inti program pembangunan Kota Wini sebagai pusat pemerintahan, pusat perekonomian (pusat perdagangan dan industri) dan pusat pemukiman dalam rangka menunjang pengembangan Kota Kefamenanu dan Pembangunan Daerah Kabupaten TTU.
"Maksud dari usaha mewujudkan Kota Wini sebagai Kota Satelit adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan seluruh masyarakat agar secara bersama bersikap dan bertindak untuk membangun Kota Wini sebagai kota satelit dalam semangat kekompakan, persatuan dan kesatuan," demikian penjelasan Bupati TTU, Drs. Gabriel Manek, M.Si kepada para wartawan di Kefamenanu, usai dilantik sebagai Bupati TTU periode 2005 -2010.
Bupati Manek juga menegaskan tujuan dari usaha mewujudkan kota Wini sebagai kota satelit adalah untuk membangun dan menciptakan kota Wini menjadi kota yang layak huni (liveable), kota yang mempunyai suasana dan iklim ekonomi yang kondusif untuk investasi (bankable), kota yang dapat dikembangkan dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable) baik dalam aspek ekonomi maupun dalam aspek lingkungan, dan kota yang yang dalam pembangunan dan pengelolaannya selalu melibatkan seluruh komponen masyarakat (stakeholders) sehingga menjadi kota yang partisipatif.
Kini, program pengembangan Kota Satelit Wini diarahkan pada enam pokok kegiatan. Pertama, peningkatan, pengembangan dan rehabilitasi fasilitas dan pusat-pusat kegiatan perkotaan yang telah tersedia. Kedua, peningkatan pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan (darat dan laut) untuk kelancaran dan kemudahan aksebilitas dari Kota Kefamenanu ke Kota Wini, di dalam Kota Wini, dan dari Kota Wini Ke Kota Kefamenanu dan kota sekitarnya. Ketiga, pencadangan dan pemotongan tanah. Keempat, pembangunan dan pengembangan fasilitas sosial seperti pendidikan dan kesehatan dan fasilitas lainnya. Kelima, pembangunan pusat perdagangan dan industri. Keenam, pembukaan wilayah atau kawasan dalam rangka perluasan Kota Wini.
Bagaimana realitanya sekarang? Dan bagaimana aktualisasi dari Program Kota Wini sebagai Kota Satelit? Wini adalah ibukota Kecamatan Insana Utara. Luas Kota Wini (Kelurahan Humusu C) hanya 15,34 kilometer persegi atau hanya 14,37 persen dari total luas wilayah Kecamatan Insana Utara. Masih ada 9 desa dan kelurahan di Kecamatan Insana Utara. Letaknya hanya 63 kilometer arah utara dari Kota Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU. Jumlah penduduk Kota Wini hanya 509 KK atau 2.292 jiwa.
Pola pemukiman dan sebaran pemukiman dalam Kota Wini lebih banyak terkonsentrasi pada sepanjang jalan kolektor ke arah selatan yaitu dari Wini - Kefamenanu dan ke arah timur, yaitu Wini - Ponu. Sekarang, dari Wini - Ponu, sudah ada jalan negara hotmix seluas 6 meter sepanjang 45 kilometer hingga tembus ke Atapupu, Kabupaten Belu. Keadaan ini dianggap wajar karena adanya faktor penarik (pull factor) dari Kota Kefamenanu dan Kota Ponu.
Di Kota Wini terdapat beberapa fasilitas pelayanan pemerintahan seperti kantor camat, polsek dan koramil, dan Puskesmas dan Badan Pengelolaan Air Minum. Ada juga pelayanan Bank BRI Unit Wini, gedung sekolah SD, SMP dan SMK Negeri Perikanan, PLN dan jaringan listriknya. Namun sayang, kemampuan daya yang tersedia cuma 86.000 VA, yang hanya melayani 144 pelanggan. Jaringan telekomunikasi melalui telepon kabel (telkom) belum ada. Kondisi ini diselamatkan oleh hadirnya 1 BTS Telkomsel untuk komunikasi melalui telepon nirkabel (handpone).
Di bidang ekonomi, ada 1 pasar mingguan dan aktivitas bongkar muat di pelabuhan Wini. Namun aktivitas itu cuma seadanya dan jarang dilakukan. Yang ramai jika ada pengiriman ternak sapi ke Jawa dan pulau sekitarnya serta aktivitas nelayan di dermaga ikan. Menurut rencana, tahun 2009 hingga 2010 akan dilakukan pembangunan perluasan Pelabuhan Wini seluas 40.000 meter persegi. Di lokasi ini akan dibangun pula pelabuhan kontainer, pembangunan gudang line I, pembangunan pelataran penumpukan barang, rambu laut dan instalasi listrik pelabuhan laut. Juga di tahun yang sama akan dibangun Terminal Bus Tipe C Wini seluas 2.832,40 meter persegi.
Semua potensi SDA dan SDM di Wini, adalah modal utama pembangunan kendati belum dianggap maksimal. Masih butuh sentuhan-sentuhan serius dan maksimal dalam perencanaan yang lebih matang didukung pembiayaan dari APBD Kabupaten TTU maupun APBN. Kita berharap, program Pembangunan Kota Satelit Wini tidak hanya sebatas dokumen tertulis yang disimpan dalam lemari pejabat, namun harus diaktualisasikan secara serius dan maksimal secara berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Dengan begitu, majunya Kota Wini berimbas pula bagi kemajuan pengembangan Kota Kefamenanu, maupun sebaliknya. Semoga. (habis)
Oleh Julianus Akoit
SEJAK didirikan oleh pemerintah militer Belanda pada tanggal 22 September 1922, secara perlahan namun pasti Kota Kefamenanu berkembang dan bertumbuh menjadi lebih baik. Ruas jalan dalam kota dibangun atas perintah Controleur (administrator) Onderafdeeling Noord Midden Timor, H.G.Schulte Nordholt. Jaringan telepon dipasang, gedung pemerintah dibangun. Para pedagang Cina diajak bekerja sama, menghidupkan roda perekonomian dalam kota. Maka muncullah beberapa toko Cina, diantaranya Toko Kupang, Toko Atapupu, Toko Po Vo dan Toko San Lin serta sebuah toko koperasi, yang didirikan oleh Tuan Ambrosius Salu Tjung Kie, yang pernah menjabat sebagai Asisten Besteur Belanda.
Setelah merdeka dan lepas dari Belanda dan Jepang, Kota Kefamenanu terus berkembang. Ketika diberlakukan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 (lembaran Negara Nomor 122 Tahun 1958) tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I (NTT, NTB dan Bali) dan daerah-daerah Swatantra Tingkat II, Kota Kefamenanu tetap ditunjuk sebagai ibukota Swatantra II Timor Tengah Utara (TTU).
Ketika menjadi Bupati TTU, Yakobus Ukat, BA (1970 - 1975), menjadikan Kota Kefamenanu sebagai Kota Neon di daratan Timor. Jaringan listrik berlampu neon dipasang di ruas jalan utama Kota Kefamenanu. Kota yang dulunya gelap dan cuma diterangi temaram lampu minyak dari beranda rumah-rumah penduduk, bersalin rupa menjadi terang-benderang. Ruas jalan dalam kota dibangun lebih banyak dan lebih lebar serta Kantor Bupati TTU dan Gedung DPRD TTU (lama) dibangun semasa kepemimpinan Bupati Drs. J.M. Nailiu (1975 - 1985).
Selanjutnya, dibuatlah rancangan tata ruang Kota Kefamenanu dengan didahului pembangunan beberapa ruas jalan dalam Kota Kefamenanu ketika Drs. St. P. Parera menjabat sebagai Bupati TTU (1985 - 1990). Saat menggantikan Bupati Parera, Drs. Anton Amaunut (1990 - 2000) melakukan revisi perencanaan tata ruang Kota Kefamenanu dan menggulirkan Program Konsolidasi Tanah Perkotaan serta gagasan Kota Kefamenanu sebagai "Kota Bersatu".
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati TTU periode 2000 - 2005, Drs. Hendrikus Sakunab dan Drs. Gabriel Manek, M.Si, ketika dipercayakan memimpin wilayah ini, mencanangkan program Kota Kefamenanu sebagai Kota SARI (Sehat, Aman, Rindang dan Indah) dan Wini sebagai Kota Satelit. Dua program ini dilanjutkan juga dalam masa kepemimpinan Drs. Gabriel Manek, M.Si dan Raymundus Sau Fernandes, S.Pt (2005 - 2010).
Lalu apa itu Kota Satelit? Banyak rumusan pengertian yang bisa dicantumkan di sini, tapi mungkin yang dimaksud dengan Kota Satelit adalah sebuah kota baru yang dibangun di dekat atau di pinggiran sebuah kota besar dalam rangka perluasan kota. Atau kota yang terletak di pinggir atau berdekatan dengan kota besar yang secara ekonomi, sosial, administratif dan politik bergantung atau dipengaruhi oleh kota besar itu.
Berdasarkan rumusan pengertian di atas maka Program Pembangunan Kota Wini Sebagai Kota Satelit adalah suatu upaya mendasar yang merupakan inti program pembangunan Kota Wini sebagai pusat pemerintahan, pusat perekonomian (pusat perdagangan dan industri) dan pusat pemukiman dalam rangka menunjang pengembangan Kota Kefamenanu dan Pembangunan Daerah Kabupaten TTU.
"Maksud dari usaha mewujudkan Kota Wini sebagai Kota Satelit adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan seluruh masyarakat agar secara bersama bersikap dan bertindak untuk membangun Kota Wini sebagai kota satelit dalam semangat kekompakan, persatuan dan kesatuan," demikian penjelasan Bupati TTU, Drs. Gabriel Manek, M.Si kepada para wartawan di Kefamenanu, usai dilantik sebagai Bupati TTU periode 2005 -2010.
Bupati Manek juga menegaskan tujuan dari usaha mewujudkan kota Wini sebagai kota satelit adalah untuk membangun dan menciptakan kota Wini menjadi kota yang layak huni (liveable), kota yang mempunyai suasana dan iklim ekonomi yang kondusif untuk investasi (bankable), kota yang dapat dikembangkan dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable) baik dalam aspek ekonomi maupun dalam aspek lingkungan, dan kota yang yang dalam pembangunan dan pengelolaannya selalu melibatkan seluruh komponen masyarakat (stakeholders) sehingga menjadi kota yang partisipatif.
Kini, program pengembangan Kota Satelit Wini diarahkan pada enam pokok kegiatan. Pertama, peningkatan, pengembangan dan rehabilitasi fasilitas dan pusat-pusat kegiatan perkotaan yang telah tersedia. Kedua, peningkatan pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan (darat dan laut) untuk kelancaran dan kemudahan aksebilitas dari Kota Kefamenanu ke Kota Wini, di dalam Kota Wini, dan dari Kota Wini Ke Kota Kefamenanu dan kota sekitarnya. Ketiga, pencadangan dan pemotongan tanah. Keempat, pembangunan dan pengembangan fasilitas sosial seperti pendidikan dan kesehatan dan fasilitas lainnya. Kelima, pembangunan pusat perdagangan dan industri. Keenam, pembukaan wilayah atau kawasan dalam rangka perluasan Kota Wini.
Bagaimana realitanya sekarang? Dan bagaimana aktualisasi dari Program Kota Wini sebagai Kota Satelit? Wini adalah ibukota Kecamatan Insana Utara. Luas Kota Wini (Kelurahan Humusu C) hanya 15,34 kilometer persegi atau hanya 14,37 persen dari total luas wilayah Kecamatan Insana Utara. Masih ada 9 desa dan kelurahan di Kecamatan Insana Utara. Letaknya hanya 63 kilometer arah utara dari Kota Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU. Jumlah penduduk Kota Wini hanya 509 KK atau 2.292 jiwa.
Pola pemukiman dan sebaran pemukiman dalam Kota Wini lebih banyak terkonsentrasi pada sepanjang jalan kolektor ke arah selatan yaitu dari Wini - Kefamenanu dan ke arah timur, yaitu Wini - Ponu. Sekarang, dari Wini - Ponu, sudah ada jalan negara hotmix seluas 6 meter sepanjang 45 kilometer hingga tembus ke Atapupu, Kabupaten Belu. Keadaan ini dianggap wajar karena adanya faktor penarik (pull factor) dari Kota Kefamenanu dan Kota Ponu.
Di Kota Wini terdapat beberapa fasilitas pelayanan pemerintahan seperti kantor camat, polsek dan koramil, dan Puskesmas dan Badan Pengelolaan Air Minum. Ada juga pelayanan Bank BRI Unit Wini, gedung sekolah SD, SMP dan SMK Negeri Perikanan, PLN dan jaringan listriknya. Namun sayang, kemampuan daya yang tersedia cuma 86.000 VA, yang hanya melayani 144 pelanggan. Jaringan telekomunikasi melalui telepon kabel (telkom) belum ada. Kondisi ini diselamatkan oleh hadirnya 1 BTS Telkomsel untuk komunikasi melalui telepon nirkabel (handpone).
Di bidang ekonomi, ada 1 pasar mingguan dan aktivitas bongkar muat di pelabuhan Wini. Namun aktivitas itu cuma seadanya dan jarang dilakukan. Yang ramai jika ada pengiriman ternak sapi ke Jawa dan pulau sekitarnya serta aktivitas nelayan di dermaga ikan. Menurut rencana, tahun 2009 hingga 2010 akan dilakukan pembangunan perluasan Pelabuhan Wini seluas 40.000 meter persegi. Di lokasi ini akan dibangun pula pelabuhan kontainer, pembangunan gudang line I, pembangunan pelataran penumpukan barang, rambu laut dan instalasi listrik pelabuhan laut. Juga di tahun yang sama akan dibangun Terminal Bus Tipe C Wini seluas 2.832,40 meter persegi.
Semua potensi SDA dan SDM di Wini, adalah modal utama pembangunan kendati belum dianggap maksimal. Masih butuh sentuhan-sentuhan serius dan maksimal dalam perencanaan yang lebih matang didukung pembiayaan dari APBD Kabupaten TTU maupun APBN. Kita berharap, program Pembangunan Kota Satelit Wini tidak hanya sebatas dokumen tertulis yang disimpan dalam lemari pejabat, namun harus diaktualisasikan secara serius dan maksimal secara berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Dengan begitu, majunya Kota Wini berimbas pula bagi kemajuan pengembangan Kota Kefamenanu, maupun sebaliknya. Semoga. (habis)
Kuan Kefamenanu Riwayatmu Kini
Menyambut HUT ke-86 Kota Kefamenanu
Oleh Julianus Akoit
DENGAN bermarkasnya penguasa militer Belanda di Kefamenanu pada tanggal 22 September 1922, secara resmi sistem pemerintahan Onderafdeeling Noord Midden Timor berpindah dari Noetoko ke Kefamenanu. Setahun kemudian, dibangunlah gedung Kantor Onderafdeeling oleh seorang arsitek kenamaan bangsa Belanda bernama Tuan Peddemons. Selain membangun Kantor Onderafdeeling, juga dibangun Kantor Polisi Belanda dekat rumah Jabatan Bupati TTU sekarang. Sedangkan Klerk I (Kepala Kantor Belanda) ditunjuk Tuan Denu, seorang warga keturunan Sabu. Rumah tinggal Tuan Denu kini dijadikan Kantor Dinas Kimpraswil Kabupaten TTU, sekitar 25 meter dari gedung Kantor Onderafdeeling.
Selanjutnya pada tahun 1939, kekuasaan militer Belanda berubah menjadi pemerintahan sipil Belanda, dengan ditunjuknya seorang Controleur (administrator) Onderafdeeling pertama, yaitu Tuan Peddemars. Perubahan kekuasaan militer Belanda menjadi pemerintahan sipil Belanda, berdasarkan Delf Bestuur Regelen 1938 dalam Indische Staasblad No. 372.
Pada bulan Desember 1939, Peddemars digantikan oleh Controleur H.G. Schulte Nordholf. Ia bertugas hingga tahun 1942. Nordholf adalah seorang terpelajar yang punya minat besar terhadap masalah antropologi. Ketika bertugas di Kota Kefamenanu, ia meluangkan waktu untuk melakukan penelitian seputar masalah sistem politik Atoni Timor (orang Timor asli). Hasil penelitian itu dijadikan disertasi doktoralnya dengan judul: Het Politieke van de Atoni von Timor.
Ketika Jepang menyerang Australia dan masuk ke Pulau Timor 1942 - 1947, Nordholf dan keluarganya melarikan diri ke Belanda melalui Oecusse. Praktis roda pemerintahan sipil Belanda di Kefamenanu goncang. Tengah malam sebelum melarikan diri, Nordholf sempat memanggil Tuan de Haan dan meminta de Haan sebagai administrator (controleur) sementara Pemerintah Sipil Belanda di Kota Kefamenanu. Selanjutnya jabatan de Haan digantikan oleh Tuan Detaq.
Pada masa kepemimpinan Detaq, istilah controleur diganti dengan sebutan Oetoesan Pemerintah Daerah (OPD). Kemudian Detaq diganti oleh C.M.K. Amalo dan sebutan OPD diganti dengan istilah Kepala Pemerintahan Sementara (KPS). Jabatan KPS terakhir di Kefamenanu dipegang oleh M.Y. Ngefak.
Pada masa kepemimpinan Ngefak, Kota Kefamenanu menjadi tempat pertemuan para raja Timor di lingkungan Keresidenan Timor pada tanggal 21 Oktober 1946. Hasil pertemuan ini menjadi dokumen penting bagi lahirnya Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 (lembaran Negara Nomor 122 Tahun 1958) tentang Terbentuknya Daerah Swatantra Tingkat I (NTT, NTB dan Bali) dan Daerah-daerah Swatantra Tingkat II. Pada bulan Desember 1958 lahirlah daerah Swatantra Tingkat II Timor Tengah Utara, dengan Ibu kotanya Kefamenanu.
Kota Kefamenanu, dulunya terdiri dari perkampungan kecil (small hamlets) atau "Kuan" (sebutan dalam bahasa Dawan Timor). Batas Kota Kefamenanu, mulai dari Kampung Kaisar (sekarang Kampung Baru). Selanjutnya Tangsi Polisi Lama melewati pinggir kali menuju gedung Penjara Lama dan PLN Lama, terus ke Toko Sinar Karya, rumah almarhum Dimatnusa terus kembali ke Rumah Jabatan Bupati TTU sekarang. Luasnya tidak sampai 20 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 300 KK. Dalam kota kecil ini, berdiri pertokoan Cina, antara lain Toko Kupang, Toko Atapupu, Toko Po Vo dan Toko San Lin serta sebuah toko koperasi, yang didirikan oleh Tuan Ambrosius Salu Tjung Kie, yang pernah menjabat sebagai Asisten Besteur Belanda.
Lalu bagaimana wajah Kota Kefamenanu sekarang? "Luar biasa. Saya sangat kagum melihat perkembangan Kota Kefamenanu sekarang. Saya tidak pernah membayangkan Kota Kefamenanu akan berubah menjadi besar sedemikian cepatnya. Warga Kota Kefamenanu juga sangat dinamis, dan penuh optimis," kata Henck Schultenorholt, seorang Sejarawan dari Universitas Leiden - Belanda dan dikenal pula sebagai ahli kebudayaan Bali, ketika bertemu wartawan di Kantor Bupati TTU tahun 2006 lalu. Profesor Henck dilahirkan di Kefamenanu. Hampir seluruh masa kanak-kanaknya ia habiskan di Kota Kefamenanu.
Pendapat Profesor Henck tidak salah. Sekarang, luas Kota Kefamenanu mencapai 79 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sebanyak 7.417 KK atau 35.494 jiwa, yang menyebar di 10 kelurahan, 182 RT, 61 RW dan 60 dusun/lingkungan. Atau jumlah penduduknya bertambah hampir 100 kali lipat dan luas kotanya pun bertambah hampir 10 kali lipat setelah 86 tahun.
Dulu kala, kantor Onderafdeeling yang kecil dan sumpek, kini sudah diganti dengan gedung berlantai dua yang megah di Jalan Jenderal Basuki Rachmat. Jalanan kota dari aspal kasar (lapen) kini berganti menjadi aspal hotmix yang licin mulus. Bahkan sepanjang 9 kilometer ke arah Kupang dan 4 kilometer arah Atambua, jalan dua jalur siap menyambut tamu yang menyinggahi Kota Kefamenanu. Dulunya cuma ada enam buah toko Cina, sekarang sudah ratusan toko, puluhan rumah makan, belasan gedung sekolah dan puluhan gedung pemerintahan.
Rumah penduduk kota yang dulunya sederhana, berganti rumah tembok bercat warna-warni yang mengkilat. Dulunya cuma ada satu mobil milik Controleur dan Residen Belanda dan puluhan sepeda dayung, kini berganti ratusan kendaraan mewah berbagai merek dan sepeda motor yang berseliweran di jalan-jalan protokol Kota Kefamenanu. Dulunya alun-alun berada di halaman depan rumah dinas Controleur Belanda, kini menjadi lapangan umum yang megah di Oemanu. Dulu telepon kabel melintasi pepohonan di pinggir jalan, sekarang berganti telepon nirkabel (handphone) atau telepon genggam. Dulunya cuma ada Gereja Katolik Santa Theresia dan Gereja Protestan di ujung alun-alun, kini sudah berdiri belasan gereja dan masjid serta pura dan vihara. Enam buah hotel, dua bank, satu terminal bus dan dua buah pasar pun berdiri megah di jantung Kota Kefamenanu.
Perubahan fisik ini juga berdampak pada perubahan sosial-budaya dan ekonomi penduduk Kota Kefamenanu. Dulu, pada sore hari, hanya tampak Noni Belanda ditemani pria Belanda dewasa naik sepeda pancal keliling Kota Kefamenanu seraya bercerita. Sang Noni Belanda mengenakan baju longdress berenda di ujungnya hingga tumit kaki dan pria Belanda mengenakan baju bersaku empat di depan dan celana komprang yang disetrika licin. Bosan berkeliling dengan sepeda pancal, mereka duduk di bawah pohon asam Belanda di ujung alun-alun kota, melanjutkan ceriteranya. Bila matahari nyaris tenggelam, pasangan muda-mudi ini pulang ke rumahnya sambil terus berceritera diselingi tawa cecikikan sang Noni Belanda.
Tapi sekarang, setiap petang menjelang malam, puluhan sepeda motor berbagai merek yang ditumpangi remaja tanggung parkir di halaman belakang gedung Dharma Wanita Kabupaten TTU. Halaman belakang gedung ini gelap gulita. Di antara rerimbunan tanaman bunga, berpasang-pasang remaja mengenakan baju you can see bertali satu dan bercelana pendek duduk sambil berpelukan. Tidak peduli dengan pejalan kaki yang melintasi di trotoar. Kondisi ini juga terlihat di kawasan Ring Road (jalan lingkar luar), di Kilometer 5 arah Atambua. Di bawah temaram cahaya bintang dan bulan, puluhan pasang remaja berpelukan. Jelang pukul 24.00 wita, 'ritus sex' para remaja ini baru bubar.
"Sebaiknya Pemkab TTU membangun sebuah Pasar Malam di kawasan Pasar Lama Kefamenanu. Di Pasar Malam ini, setiap malam diadakan pertunjukan band dan pentas kesenian daerah maupun modern. Para muda-mudi dan remaja serta warga lainnya silahkan memenuhi area ini. Boleh pakai karcis masuk. Dengan begitu aktivitas muda-mudi dan remaja bisa dipantau oleh aparat terkait. Dari pada dibiarkan berkeliaran di lorong-lorong gelap dan gedung-gedung tua," pinta Dominicus Nonis, S.E, salah satu tokoh pemuda di Kefamenanu, ketika melakukan audiens bersama para wartawan di ruang kerja Bupati TTU, Kamis (11/9/2008) siang.
Sedangkan seorang wartawan media cetak, mengusulkan kepada pemerintah agar gedung-gedung tua tak berpenghuni di jantung kota, sebaiknya dirobohkan. "Selain itu penjual asongan dan PKL di lokasi terminal dan trotoar, supaya ditertibkan. Itu merusak pemandangan saja. Motto Kota Kefamenanu sebagai kota yang sehat, aman, rindang dan indah, akhirnya hanya sebatas motto tanpa aktualisasi yang nyata. Kami tidak mau dengar lagi sebutan orang tentang Kota Kefamenanu hanyalah sebuah 'Kuan' (kampung) besar yang semrawut dan kumuh," katanya.
Jangan lupa drainase di dalam Kota Kefamenanu harus ditata dengan rapi. Sebab hampir setiap musim penghujan, warga mengeluh banjir menyerbu dari jalan raya masuk ke rumah tinggal. Itu terjadi karena saluran drainase mampet penuh dengan sampah. "Aneka bunga di jalan dua jalur banyak yang sudah mati. Sampah berserakan di mana-mana. Harus ada kantor dinas kebersihan yang mengurus tentang persampahan di kota dengan serius. Jadi jangan dibebankan sebagai tugas tambahan bagi Dinas Kimpraswil TTU. Kota ini perlu ditata dengan baik. Di kawasan industri kok terselip juga beberapa kantor pemerintah dan sekolah? Kayaknya, penataan kota masih amburadul," pinta wartawan lainnya. (bersambung)
Oleh Julianus Akoit
DENGAN bermarkasnya penguasa militer Belanda di Kefamenanu pada tanggal 22 September 1922, secara resmi sistem pemerintahan Onderafdeeling Noord Midden Timor berpindah dari Noetoko ke Kefamenanu. Setahun kemudian, dibangunlah gedung Kantor Onderafdeeling oleh seorang arsitek kenamaan bangsa Belanda bernama Tuan Peddemons. Selain membangun Kantor Onderafdeeling, juga dibangun Kantor Polisi Belanda dekat rumah Jabatan Bupati TTU sekarang. Sedangkan Klerk I (Kepala Kantor Belanda) ditunjuk Tuan Denu, seorang warga keturunan Sabu. Rumah tinggal Tuan Denu kini dijadikan Kantor Dinas Kimpraswil Kabupaten TTU, sekitar 25 meter dari gedung Kantor Onderafdeeling.
Selanjutnya pada tahun 1939, kekuasaan militer Belanda berubah menjadi pemerintahan sipil Belanda, dengan ditunjuknya seorang Controleur (administrator) Onderafdeeling pertama, yaitu Tuan Peddemars. Perubahan kekuasaan militer Belanda menjadi pemerintahan sipil Belanda, berdasarkan Delf Bestuur Regelen 1938 dalam Indische Staasblad No. 372.
Pada bulan Desember 1939, Peddemars digantikan oleh Controleur H.G. Schulte Nordholf. Ia bertugas hingga tahun 1942. Nordholf adalah seorang terpelajar yang punya minat besar terhadap masalah antropologi. Ketika bertugas di Kota Kefamenanu, ia meluangkan waktu untuk melakukan penelitian seputar masalah sistem politik Atoni Timor (orang Timor asli). Hasil penelitian itu dijadikan disertasi doktoralnya dengan judul: Het Politieke van de Atoni von Timor.
Ketika Jepang menyerang Australia dan masuk ke Pulau Timor 1942 - 1947, Nordholf dan keluarganya melarikan diri ke Belanda melalui Oecusse. Praktis roda pemerintahan sipil Belanda di Kefamenanu goncang. Tengah malam sebelum melarikan diri, Nordholf sempat memanggil Tuan de Haan dan meminta de Haan sebagai administrator (controleur) sementara Pemerintah Sipil Belanda di Kota Kefamenanu. Selanjutnya jabatan de Haan digantikan oleh Tuan Detaq.
Pada masa kepemimpinan Detaq, istilah controleur diganti dengan sebutan Oetoesan Pemerintah Daerah (OPD). Kemudian Detaq diganti oleh C.M.K. Amalo dan sebutan OPD diganti dengan istilah Kepala Pemerintahan Sementara (KPS). Jabatan KPS terakhir di Kefamenanu dipegang oleh M.Y. Ngefak.
Pada masa kepemimpinan Ngefak, Kota Kefamenanu menjadi tempat pertemuan para raja Timor di lingkungan Keresidenan Timor pada tanggal 21 Oktober 1946. Hasil pertemuan ini menjadi dokumen penting bagi lahirnya Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 (lembaran Negara Nomor 122 Tahun 1958) tentang Terbentuknya Daerah Swatantra Tingkat I (NTT, NTB dan Bali) dan Daerah-daerah Swatantra Tingkat II. Pada bulan Desember 1958 lahirlah daerah Swatantra Tingkat II Timor Tengah Utara, dengan Ibu kotanya Kefamenanu.
Kota Kefamenanu, dulunya terdiri dari perkampungan kecil (small hamlets) atau "Kuan" (sebutan dalam bahasa Dawan Timor). Batas Kota Kefamenanu, mulai dari Kampung Kaisar (sekarang Kampung Baru). Selanjutnya Tangsi Polisi Lama melewati pinggir kali menuju gedung Penjara Lama dan PLN Lama, terus ke Toko Sinar Karya, rumah almarhum Dimatnusa terus kembali ke Rumah Jabatan Bupati TTU sekarang. Luasnya tidak sampai 20 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 300 KK. Dalam kota kecil ini, berdiri pertokoan Cina, antara lain Toko Kupang, Toko Atapupu, Toko Po Vo dan Toko San Lin serta sebuah toko koperasi, yang didirikan oleh Tuan Ambrosius Salu Tjung Kie, yang pernah menjabat sebagai Asisten Besteur Belanda.
Lalu bagaimana wajah Kota Kefamenanu sekarang? "Luar biasa. Saya sangat kagum melihat perkembangan Kota Kefamenanu sekarang. Saya tidak pernah membayangkan Kota Kefamenanu akan berubah menjadi besar sedemikian cepatnya. Warga Kota Kefamenanu juga sangat dinamis, dan penuh optimis," kata Henck Schultenorholt, seorang Sejarawan dari Universitas Leiden - Belanda dan dikenal pula sebagai ahli kebudayaan Bali, ketika bertemu wartawan di Kantor Bupati TTU tahun 2006 lalu. Profesor Henck dilahirkan di Kefamenanu. Hampir seluruh masa kanak-kanaknya ia habiskan di Kota Kefamenanu.
Pendapat Profesor Henck tidak salah. Sekarang, luas Kota Kefamenanu mencapai 79 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sebanyak 7.417 KK atau 35.494 jiwa, yang menyebar di 10 kelurahan, 182 RT, 61 RW dan 60 dusun/lingkungan. Atau jumlah penduduknya bertambah hampir 100 kali lipat dan luas kotanya pun bertambah hampir 10 kali lipat setelah 86 tahun.
Dulu kala, kantor Onderafdeeling yang kecil dan sumpek, kini sudah diganti dengan gedung berlantai dua yang megah di Jalan Jenderal Basuki Rachmat. Jalanan kota dari aspal kasar (lapen) kini berganti menjadi aspal hotmix yang licin mulus. Bahkan sepanjang 9 kilometer ke arah Kupang dan 4 kilometer arah Atambua, jalan dua jalur siap menyambut tamu yang menyinggahi Kota Kefamenanu. Dulunya cuma ada enam buah toko Cina, sekarang sudah ratusan toko, puluhan rumah makan, belasan gedung sekolah dan puluhan gedung pemerintahan.
Rumah penduduk kota yang dulunya sederhana, berganti rumah tembok bercat warna-warni yang mengkilat. Dulunya cuma ada satu mobil milik Controleur dan Residen Belanda dan puluhan sepeda dayung, kini berganti ratusan kendaraan mewah berbagai merek dan sepeda motor yang berseliweran di jalan-jalan protokol Kota Kefamenanu. Dulunya alun-alun berada di halaman depan rumah dinas Controleur Belanda, kini menjadi lapangan umum yang megah di Oemanu. Dulu telepon kabel melintasi pepohonan di pinggir jalan, sekarang berganti telepon nirkabel (handphone) atau telepon genggam. Dulunya cuma ada Gereja Katolik Santa Theresia dan Gereja Protestan di ujung alun-alun, kini sudah berdiri belasan gereja dan masjid serta pura dan vihara. Enam buah hotel, dua bank, satu terminal bus dan dua buah pasar pun berdiri megah di jantung Kota Kefamenanu.
Perubahan fisik ini juga berdampak pada perubahan sosial-budaya dan ekonomi penduduk Kota Kefamenanu. Dulu, pada sore hari, hanya tampak Noni Belanda ditemani pria Belanda dewasa naik sepeda pancal keliling Kota Kefamenanu seraya bercerita. Sang Noni Belanda mengenakan baju longdress berenda di ujungnya hingga tumit kaki dan pria Belanda mengenakan baju bersaku empat di depan dan celana komprang yang disetrika licin. Bosan berkeliling dengan sepeda pancal, mereka duduk di bawah pohon asam Belanda di ujung alun-alun kota, melanjutkan ceriteranya. Bila matahari nyaris tenggelam, pasangan muda-mudi ini pulang ke rumahnya sambil terus berceritera diselingi tawa cecikikan sang Noni Belanda.
Tapi sekarang, setiap petang menjelang malam, puluhan sepeda motor berbagai merek yang ditumpangi remaja tanggung parkir di halaman belakang gedung Dharma Wanita Kabupaten TTU. Halaman belakang gedung ini gelap gulita. Di antara rerimbunan tanaman bunga, berpasang-pasang remaja mengenakan baju you can see bertali satu dan bercelana pendek duduk sambil berpelukan. Tidak peduli dengan pejalan kaki yang melintasi di trotoar. Kondisi ini juga terlihat di kawasan Ring Road (jalan lingkar luar), di Kilometer 5 arah Atambua. Di bawah temaram cahaya bintang dan bulan, puluhan pasang remaja berpelukan. Jelang pukul 24.00 wita, 'ritus sex' para remaja ini baru bubar.
"Sebaiknya Pemkab TTU membangun sebuah Pasar Malam di kawasan Pasar Lama Kefamenanu. Di Pasar Malam ini, setiap malam diadakan pertunjukan band dan pentas kesenian daerah maupun modern. Para muda-mudi dan remaja serta warga lainnya silahkan memenuhi area ini. Boleh pakai karcis masuk. Dengan begitu aktivitas muda-mudi dan remaja bisa dipantau oleh aparat terkait. Dari pada dibiarkan berkeliaran di lorong-lorong gelap dan gedung-gedung tua," pinta Dominicus Nonis, S.E, salah satu tokoh pemuda di Kefamenanu, ketika melakukan audiens bersama para wartawan di ruang kerja Bupati TTU, Kamis (11/9/2008) siang.
Sedangkan seorang wartawan media cetak, mengusulkan kepada pemerintah agar gedung-gedung tua tak berpenghuni di jantung kota, sebaiknya dirobohkan. "Selain itu penjual asongan dan PKL di lokasi terminal dan trotoar, supaya ditertibkan. Itu merusak pemandangan saja. Motto Kota Kefamenanu sebagai kota yang sehat, aman, rindang dan indah, akhirnya hanya sebatas motto tanpa aktualisasi yang nyata. Kami tidak mau dengar lagi sebutan orang tentang Kota Kefamenanu hanyalah sebuah 'Kuan' (kampung) besar yang semrawut dan kumuh," katanya.
Jangan lupa drainase di dalam Kota Kefamenanu harus ditata dengan rapi. Sebab hampir setiap musim penghujan, warga mengeluh banjir menyerbu dari jalan raya masuk ke rumah tinggal. Itu terjadi karena saluran drainase mampet penuh dengan sampah. "Aneka bunga di jalan dua jalur banyak yang sudah mati. Sampah berserakan di mana-mana. Harus ada kantor dinas kebersihan yang mengurus tentang persampahan di kota dengan serius. Jadi jangan dibebankan sebagai tugas tambahan bagi Dinas Kimpraswil TTU. Kota ini perlu ditata dengan baik. Di kawasan industri kok terselip juga beberapa kantor pemerintah dan sekolah? Kayaknya, penataan kota masih amburadul," pinta wartawan lainnya. (bersambung)
Andaikan Letnan Sketel Olifielt Masih Hidup
Menyambut HUT ke-86 Kota Kefamenanu
Oleh Julianus Akoit
HARI Rabu, 10 September 2008 malam, sekitar pukul 20.00 wita, Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Drs. Gabriel Manek, M.Si, berdiri di atas panggung di tengah Lapangan Umum Oemanu, di jantung Kota Kefamenanu. Ia berdiri memegang palu lalu memukul gong, tanda resminya pembukaan pameran pembangunan dan malam kesenian dan budaya dalam rangka HUT ke-86 Kota Kefamenanu dan Tahun Emas Kabupaten TTU. Di sampingnya berdiri Dandim 1618/TTU, Letkol (Inf) Drs. H.M. Sinaga, Kapolres TTU, AKBP Drs. Abdul Syukur, dan Sekda TTU, Drs. Jacobus Taek Amfotis, M.Si, memandang dengan takjub seraya bertepuk tangan dengan gembiranya. Ribuan kembang api menghiasi langit malam Kota Kefamenanu. Betapa semaraknya.
Andaikan saat itu, berdiri juga di samping Bupati Manek, Letnan Sketel -- pimpinan Pemerintahan Militer Belanda yang membawa pasukan Belanda masuk ke Lembah Bikomi dan merintis berdirinya Kota Kefamenanu -- pasti suasana terasa lain. Terbayang Letnan Sketel dalam sosok seorang kakek tua, sedang berdiri membungkuk. Sebilah tongkat kayu dipakai untuk menopang kakinya yang mulai letih dan sedikit gemetar. Ia berusaha mendongak ke atas, menatap langit Kota Kefamenanu yang cerah, yang dipenuhi ribuan warna kembang api.
Terbayang lagi, mata tuanya yang sudah rabun itu mengerjap basah. Kakek Sketel menangis. Entah menangis karena sangat gembira dan bahagia atau karena sedih melihat Kota Kefamenanu yang sudah berubah. Melihat penduduk kotanya yang dinamis, optimis sekaligus menggemaskan tindak-tanduknya. Andaikan saja usia Letnan Sketel masih panjang dan diizinkan Sang Khalik untuk pelesir ke Kota Kefamenanu, pasti seribu kisah masa lalu akan ia tuturkan kepada warga kota. Ah, andaikan saja.
Tapi sudahlah, kita mungkin cuma bisa mengagumi Letnan Sketel melalui lembar sejarah maupun tutur lisan. Tentang bagaimana ia dan pasukannya sampai ke Lembah Bikomi, ke Kota Kefamenanu. Sejarahnya sangat panjang jika ditulis, ceritanya bisa seribu satu malam jika dituturkan kepada anak cucu. Berikut ini cuma rangkumannya saja, sekadar untuk mengingatkan kita.
Lahirnya Kota Kefamenanu tidak lepas dari usaha Belanda untuk menguasai Pulau Timor seluruhnya. Namun niatnya itu terganjal karena sudah bercokol lebih dahulu Portugis di ujung timur Pulau Timor dan sebagian wilayah utara, yang kini dikenal dengan nama Ambenu/Oecusse. Selain itu beberapa raja kecil bersekutu dengan Portugis untuk melawan Belanda. Dan sudah pasti dibayangkan, terjadi beberapa kali perang dan pemberontakan yang dilakukan oleh raja Timor dibantu Portugis.
Topasses (Portugis Hitam) yang menguasai bagian utara Pulau Timor dan beberapa wilayah lainnya berusaha menghalangi langkah Belanda masuk ke pedalaman Timor. Namun usahanya gagal karena hubungan mesranya dengan beberapa raja retak. Konflik ini akibat perebutan 'lahan' dalam perdagangan kayu cendana dan lilin. Beberapa raja kecil memihak Belanda. Sebelumnya, Belanda sedang mengincar Raja Sonbay di Bijela. Sonbay adalah raja yang punya kharisma dan sangat disegani oleh raja-raja Timor lainnya. Dia juga yang mempengaruhi raja-raja kecil lainnya untuk memberontak kepada Belanda.
Tersebutlah, sebuah kerajaan kecil di kaki Gunung Miomaffo, yang sangat taat dan loyal kepada Sonbay. Kerajaan ini disebut Kerajaan Us Kono atau Ama Kono. Keturunan Kono dan Oematan yang berkuasa di Kerajaan Miomaffo, memerintah dari generasi ke generasi. Ibukota kerajaan ini terletak di puncak bukit dan beberapa tempat, kemudian pindah ke Kampung Noetoko. Kampung Noetoko terletak di delta Sungai Noenoni dan Noeniti. Namun kemudian Kono dan Oematan dan rakyatnya memberontak melawan Sonbay, lewat sebuah revolusi berdarah, yaitu Revolusi Letaes'am.
Kenapa terjadi revolusi ini? Karena Raja Sonbay di Oenam sangat kejam, sering meminta persembahan gadis-gadis belia yang cantik dan menjadikan nyawa manusia yaitu rakyatnya sebagai korban persembahan kepada Dewa dalam pesta persembahan hasil panen (tama maus, mau sufa).
Usai melakukan pemberontakan, Kono meminta perlindungan Belanda di Kupang dan Niki-Niki. Jadi ia memerintah kerajaannya dibantu Belanda. Bahkan ia membantu Belanda menangkap Sonbay.
Kendati beberapa keturunan Sonbay dan para meo (panglima perang) ditangkap dan dibunuh, kekuasaan Sonbay tidak juga berakhir. Salah satu keturunan Sonbay melarikan diri ke Mollo (Kapan/TTS) dan mendirikan sebuah kerajaan di sana.
Belanda tidak tinggal diam. Ia terus mengejar Sonbay dan keturunannya ke Mollo hingga masuk ke wilayah Miomaffo. Pengejaran itu dipimpin oleh Letnan Connmestz. Karena jatuh kasihan, Raja Kono melindungi keturunan Sonbay ini, yang dikenal dengan julukan Sobe Sonbay Ana. Ia kemudian berganti nama menjadi Sobe Kono agar tidak dicari dan ditangkap Belanda. Ia pun hidup aman dan terlindung di Noetoko.
Karena gagal mencari keturunan Sonbay, maka Letnan Connmestz melakukan gencatan senjata dengan para meo dan Raja Kono. Selanjutnya, atas izin Raja Kono, Letnan Connmestz
mendirikan markas militernya di Noetoko pada tahun 1909. Kemudian Belanda menjadikan Noetoko sebagai pusat Pemerintahan Militer Belanda yang disebut Onderafdeeling Noord Midden Timor.
Diangkatlah Letnan Z. Steinmetz sebagai Controleur Landschoofd Noord Midden Timor. Namun, karena letak geografisnya yang sulit dan sempit, Noetoko dianggap kurang pas dijadikan pusat pemerintahannya.
Pengganti Letnan Steinmetz, yaitu Letnan Sketel Olifielt, mencoba mencari wilayah yang dianggap pas untuk dijadikan sebagai kota dan pusat Pemerintahan Militer Belanda. Ia membawa pasukannya mengembara menuju Nilulat, Oefui, Ukimnatu, Fatuknapa, Ekat, Oe'apot, Faotsuba, Oe-ekam, Nunpene, hingga Kampung Mat'manas (wilayah ini terletak di belakang Pasar Baru Kefamenanu sekarang). Di sini Letnan Sketel sempat mendirikan markas militer di tepi Sungai Benpasi. Bekas reruntuhan bangunan markas itu masih ada sampai sekarang. Karena takut banjir dari Sungai Benpasi, Letnan Sketel memindahkan lagi markasnya ke Tele (sekarang kota lama di belakang Tangsi Polisi Lama).
Dalam suatu kesempatan, seorang komandan regu Belanda berkuda mengelilingi wilayah sekitar Tele yang masih terdiri dari hutan lebat. Ia hendak mencari sumber air. Kemudian ia berjumpa dengan seorang warga dan bertanya dalam bahasa Melayu, "Di mana ada sumber air?" Yang ditanya cuma setengah mengerti menunjuk ke sebuah arah sambil menyebut: "Kefam'mnanu!". Sang komandan regu Belanda itu berjalan menuju arah yang ditunjuk, yaitu sebuah tebing jurang yang terjal (sekarang di halaman belakang rumah almarhum Laurens Ogom, di Gua Aplasi).
Ia sangat terkejut ketika menjumpai sebuah pemandangan yang sangat indah. Yaitu sebuah kolam air dari sebuah pusaran air dari tebing yang curam. Air terjun ini menghempas dalam kolam
dan membentuk liukan pusaran seperti perut ayam. Pengalaman ini diceritakan komandan itu kepada semua orang. Dan akhirnya tempat itu diberi nama Kefamenanu (setelah disesuaikan dengan idiolek Bahasa Belanda).
Merasa sangat cocok, maka pada tanggal 22 September 1922, ibukota Pemerintahan Militer Belanda (Onderafdeeling Noord Midden Timor) di Noetoko pindah ke Kefamenanu. Dan pada tahun 1923, Kantor Onderafdeeling Noord Midden Timor dibangun oleh Tuan Peddemons. Dan gedung Kantor Onderafdeeling Noord Midden Timor sempat dijadikan Kantor Bupati TTU oleh mantan Bupati TTU pertama, Petrus Salasa. Sekarang gedung ini dijadikan sebagai kantor Arsip Daerah Kabupaten TTU. (bersambung)
Oleh Julianus Akoit
HARI Rabu, 10 September 2008 malam, sekitar pukul 20.00 wita, Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Drs. Gabriel Manek, M.Si, berdiri di atas panggung di tengah Lapangan Umum Oemanu, di jantung Kota Kefamenanu. Ia berdiri memegang palu lalu memukul gong, tanda resminya pembukaan pameran pembangunan dan malam kesenian dan budaya dalam rangka HUT ke-86 Kota Kefamenanu dan Tahun Emas Kabupaten TTU. Di sampingnya berdiri Dandim 1618/TTU, Letkol (Inf) Drs. H.M. Sinaga, Kapolres TTU, AKBP Drs. Abdul Syukur, dan Sekda TTU, Drs. Jacobus Taek Amfotis, M.Si, memandang dengan takjub seraya bertepuk tangan dengan gembiranya. Ribuan kembang api menghiasi langit malam Kota Kefamenanu. Betapa semaraknya.
Andaikan saat itu, berdiri juga di samping Bupati Manek, Letnan Sketel -- pimpinan Pemerintahan Militer Belanda yang membawa pasukan Belanda masuk ke Lembah Bikomi dan merintis berdirinya Kota Kefamenanu -- pasti suasana terasa lain. Terbayang Letnan Sketel dalam sosok seorang kakek tua, sedang berdiri membungkuk. Sebilah tongkat kayu dipakai untuk menopang kakinya yang mulai letih dan sedikit gemetar. Ia berusaha mendongak ke atas, menatap langit Kota Kefamenanu yang cerah, yang dipenuhi ribuan warna kembang api.
Terbayang lagi, mata tuanya yang sudah rabun itu mengerjap basah. Kakek Sketel menangis. Entah menangis karena sangat gembira dan bahagia atau karena sedih melihat Kota Kefamenanu yang sudah berubah. Melihat penduduk kotanya yang dinamis, optimis sekaligus menggemaskan tindak-tanduknya. Andaikan saja usia Letnan Sketel masih panjang dan diizinkan Sang Khalik untuk pelesir ke Kota Kefamenanu, pasti seribu kisah masa lalu akan ia tuturkan kepada warga kota. Ah, andaikan saja.
Tapi sudahlah, kita mungkin cuma bisa mengagumi Letnan Sketel melalui lembar sejarah maupun tutur lisan. Tentang bagaimana ia dan pasukannya sampai ke Lembah Bikomi, ke Kota Kefamenanu. Sejarahnya sangat panjang jika ditulis, ceritanya bisa seribu satu malam jika dituturkan kepada anak cucu. Berikut ini cuma rangkumannya saja, sekadar untuk mengingatkan kita.
Lahirnya Kota Kefamenanu tidak lepas dari usaha Belanda untuk menguasai Pulau Timor seluruhnya. Namun niatnya itu terganjal karena sudah bercokol lebih dahulu Portugis di ujung timur Pulau Timor dan sebagian wilayah utara, yang kini dikenal dengan nama Ambenu/Oecusse. Selain itu beberapa raja kecil bersekutu dengan Portugis untuk melawan Belanda. Dan sudah pasti dibayangkan, terjadi beberapa kali perang dan pemberontakan yang dilakukan oleh raja Timor dibantu Portugis.
Topasses (Portugis Hitam) yang menguasai bagian utara Pulau Timor dan beberapa wilayah lainnya berusaha menghalangi langkah Belanda masuk ke pedalaman Timor. Namun usahanya gagal karena hubungan mesranya dengan beberapa raja retak. Konflik ini akibat perebutan 'lahan' dalam perdagangan kayu cendana dan lilin. Beberapa raja kecil memihak Belanda. Sebelumnya, Belanda sedang mengincar Raja Sonbay di Bijela. Sonbay adalah raja yang punya kharisma dan sangat disegani oleh raja-raja Timor lainnya. Dia juga yang mempengaruhi raja-raja kecil lainnya untuk memberontak kepada Belanda.
Tersebutlah, sebuah kerajaan kecil di kaki Gunung Miomaffo, yang sangat taat dan loyal kepada Sonbay. Kerajaan ini disebut Kerajaan Us Kono atau Ama Kono. Keturunan Kono dan Oematan yang berkuasa di Kerajaan Miomaffo, memerintah dari generasi ke generasi. Ibukota kerajaan ini terletak di puncak bukit dan beberapa tempat, kemudian pindah ke Kampung Noetoko. Kampung Noetoko terletak di delta Sungai Noenoni dan Noeniti. Namun kemudian Kono dan Oematan dan rakyatnya memberontak melawan Sonbay, lewat sebuah revolusi berdarah, yaitu Revolusi Letaes'am.
Kenapa terjadi revolusi ini? Karena Raja Sonbay di Oenam sangat kejam, sering meminta persembahan gadis-gadis belia yang cantik dan menjadikan nyawa manusia yaitu rakyatnya sebagai korban persembahan kepada Dewa dalam pesta persembahan hasil panen (tama maus, mau sufa).
Usai melakukan pemberontakan, Kono meminta perlindungan Belanda di Kupang dan Niki-Niki. Jadi ia memerintah kerajaannya dibantu Belanda. Bahkan ia membantu Belanda menangkap Sonbay.
Kendati beberapa keturunan Sonbay dan para meo (panglima perang) ditangkap dan dibunuh, kekuasaan Sonbay tidak juga berakhir. Salah satu keturunan Sonbay melarikan diri ke Mollo (Kapan/TTS) dan mendirikan sebuah kerajaan di sana.
Belanda tidak tinggal diam. Ia terus mengejar Sonbay dan keturunannya ke Mollo hingga masuk ke wilayah Miomaffo. Pengejaran itu dipimpin oleh Letnan Connmestz. Karena jatuh kasihan, Raja Kono melindungi keturunan Sonbay ini, yang dikenal dengan julukan Sobe Sonbay Ana. Ia kemudian berganti nama menjadi Sobe Kono agar tidak dicari dan ditangkap Belanda. Ia pun hidup aman dan terlindung di Noetoko.
Karena gagal mencari keturunan Sonbay, maka Letnan Connmestz melakukan gencatan senjata dengan para meo dan Raja Kono. Selanjutnya, atas izin Raja Kono, Letnan Connmestz
mendirikan markas militernya di Noetoko pada tahun 1909. Kemudian Belanda menjadikan Noetoko sebagai pusat Pemerintahan Militer Belanda yang disebut Onderafdeeling Noord Midden Timor.
Diangkatlah Letnan Z. Steinmetz sebagai Controleur Landschoofd Noord Midden Timor. Namun, karena letak geografisnya yang sulit dan sempit, Noetoko dianggap kurang pas dijadikan pusat pemerintahannya.
Pengganti Letnan Steinmetz, yaitu Letnan Sketel Olifielt, mencoba mencari wilayah yang dianggap pas untuk dijadikan sebagai kota dan pusat Pemerintahan Militer Belanda. Ia membawa pasukannya mengembara menuju Nilulat, Oefui, Ukimnatu, Fatuknapa, Ekat, Oe'apot, Faotsuba, Oe-ekam, Nunpene, hingga Kampung Mat'manas (wilayah ini terletak di belakang Pasar Baru Kefamenanu sekarang). Di sini Letnan Sketel sempat mendirikan markas militer di tepi Sungai Benpasi. Bekas reruntuhan bangunan markas itu masih ada sampai sekarang. Karena takut banjir dari Sungai Benpasi, Letnan Sketel memindahkan lagi markasnya ke Tele (sekarang kota lama di belakang Tangsi Polisi Lama).
Dalam suatu kesempatan, seorang komandan regu Belanda berkuda mengelilingi wilayah sekitar Tele yang masih terdiri dari hutan lebat. Ia hendak mencari sumber air. Kemudian ia berjumpa dengan seorang warga dan bertanya dalam bahasa Melayu, "Di mana ada sumber air?" Yang ditanya cuma setengah mengerti menunjuk ke sebuah arah sambil menyebut: "Kefam'mnanu!". Sang komandan regu Belanda itu berjalan menuju arah yang ditunjuk, yaitu sebuah tebing jurang yang terjal (sekarang di halaman belakang rumah almarhum Laurens Ogom, di Gua Aplasi).
Ia sangat terkejut ketika menjumpai sebuah pemandangan yang sangat indah. Yaitu sebuah kolam air dari sebuah pusaran air dari tebing yang curam. Air terjun ini menghempas dalam kolam
dan membentuk liukan pusaran seperti perut ayam. Pengalaman ini diceritakan komandan itu kepada semua orang. Dan akhirnya tempat itu diberi nama Kefamenanu (setelah disesuaikan dengan idiolek Bahasa Belanda).
Merasa sangat cocok, maka pada tanggal 22 September 1922, ibukota Pemerintahan Militer Belanda (Onderafdeeling Noord Midden Timor) di Noetoko pindah ke Kefamenanu. Dan pada tahun 1923, Kantor Onderafdeeling Noord Midden Timor dibangun oleh Tuan Peddemons. Dan gedung Kantor Onderafdeeling Noord Midden Timor sempat dijadikan Kantor Bupati TTU oleh mantan Bupati TTU pertama, Petrus Salasa. Sekarang gedung ini dijadikan sebagai kantor Arsip Daerah Kabupaten TTU. (bersambung)
Batal Gelar ETMC, Ngada Harus Diberi Sanksi
KEPUTUSAN untuk membatalkan penyelenggaraan turnamen sepakbola El Tari Memorial Cup (ETMC) 2008 di Bajawa-Ngada cukup disesalkan. Untuk itu, Pengurus Propinsi (Pengprop) PSSI NTT harus memberikan sanksi kepada PSN Ngada atas pembatalan tersebut. Demikian dikatakan pelatih Perss SoE, Mathias Bisinglasi, dan mantan pelatih PS Kota Kupang, Johni Lumba, secara terpisah di Kupang, akhir pekan lalu.
Menurut Bisinglasi, pembatalan penyelenggaraan ETMC jelas merugikan perserikatan yang ada di NTT. Pasalnya, kata Bisinglasi, perserikatan sudah melakukan persiapan mulai dari seleksi hingga pemusatan latihan sehingga sudah banyak anggaran yang dikeluarkan.
"Pengprop tidak boleh tinggal diam seperti ini. Ngada harus diberi sanksi. Kalau perserikatan tidak ikut El Tari Cup diberi sanksi, mengapa Ngada yang tidak mampu menggelar turnamen tidak diberi sanksi," ujar Bisinglasi.
Bisinglasi mempertanyakan alasan pembatalan penyelenggaraan. Pasalnya, menurut Bisinglasi, kalau hanya masalah lapangan, pasti masih bisa diatasi. "Satu tahun Ngada ditetapkan menjadi tuan rumah, sehingga bagi saya tidak masuk akal kalau mereka bilang lapangan belum siap. Pertanyaan saya, apa betul lapangan belum siap atau Ngada yang tidak memiliki pemain berusia di bawah 21 tahun. Saya harap pengprop tegas dan jangan pilih kasih," tegas Bisinglasi.
Johni Lumba menambahkan, rencana pengprop menggelar turnamen usia 21 tahun sebagai pengganti ETMC jelas sangat tidak efektif. Pasalnya, kata Lumba, ETMC setingannya ke tingkat divisi di liga nasional, sedangkan turnamen usia 21 tahun hanya memperebutkan piala gubernur.
"Kalau mereka serius, El Tari Cup dan U-21 sama-sama digelar. Saya ragu kalau pengprop akan menggelar turnamen U-21," ujar Lumba.
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Pengprop PSSI NTT tentang pembatalan penyelenggaraan ETMC 2008. Sekretaris Pengprop PSSI NTT, Drs. Marthinus Meowatu pun belum berhasil dikonfirmasi. (eko)
Menurut Bisinglasi, pembatalan penyelenggaraan ETMC jelas merugikan perserikatan yang ada di NTT. Pasalnya, kata Bisinglasi, perserikatan sudah melakukan persiapan mulai dari seleksi hingga pemusatan latihan sehingga sudah banyak anggaran yang dikeluarkan.
"Pengprop tidak boleh tinggal diam seperti ini. Ngada harus diberi sanksi. Kalau perserikatan tidak ikut El Tari Cup diberi sanksi, mengapa Ngada yang tidak mampu menggelar turnamen tidak diberi sanksi," ujar Bisinglasi.
Bisinglasi mempertanyakan alasan pembatalan penyelenggaraan. Pasalnya, menurut Bisinglasi, kalau hanya masalah lapangan, pasti masih bisa diatasi. "Satu tahun Ngada ditetapkan menjadi tuan rumah, sehingga bagi saya tidak masuk akal kalau mereka bilang lapangan belum siap. Pertanyaan saya, apa betul lapangan belum siap atau Ngada yang tidak memiliki pemain berusia di bawah 21 tahun. Saya harap pengprop tegas dan jangan pilih kasih," tegas Bisinglasi.
Johni Lumba menambahkan, rencana pengprop menggelar turnamen usia 21 tahun sebagai pengganti ETMC jelas sangat tidak efektif. Pasalnya, kata Lumba, ETMC setingannya ke tingkat divisi di liga nasional, sedangkan turnamen usia 21 tahun hanya memperebutkan piala gubernur.
"Kalau mereka serius, El Tari Cup dan U-21 sama-sama digelar. Saya ragu kalau pengprop akan menggelar turnamen U-21," ujar Lumba.
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Pengprop PSSI NTT tentang pembatalan penyelenggaraan ETMC 2008. Sekretaris Pengprop PSSI NTT, Drs. Marthinus Meowatu pun belum berhasil dikonfirmasi. (eko)
Tunas Muda Ikut Turnamen Tri Lateral di Australia
TIM SSB Tunas Muda akan mewakili Kota Kupang mengikuti turnamen sepakbola persahabatan Tri Lateral mulai 16 September di Nothern Terithory-Australia. Pertandingan akan diikuti tiga kota, yakni Kota Kupang, Nothern Terithory Australia dan Dili, Timor Leste. Demikian dikatakan pelatih SSB Tunas Muda, Anton Kia di Kupang, Minggu (14/9/2008).
Menurut Anton Kia, tim yang berangkat ke Australia, Senin (15/9/2008), terdiri dari 18 orang pemain yang rata-rata berumur di bawah 18 tahun dan enam ofisial. Menurutnya, tim ini dijemput langsung dengan pesawat dari Nothern Terithory, Australia dari Bandara El Tari Penfui-Kupang.
Menurut Anton, seluruh biaya perjalanan pulang dan pergi, termasuk penginapan dan makan minum ditanggung oleh Pemerintah Nothern Terithory, Australia.
Anton berharap tim yang baru saja mengikuti turnamen sepakbola Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup itu bisa tampil memuaskan. "Kita harapkan anak-anak tidak demam lapangan sehingga dapat bermain dengan baik. Kami berangkat bukan lagi atas nama SSB Tunas Muda, tapi sudah mewakili Indonesia. Saya sudah minta anak-anak agar tampil dengan baik, sehingga nantinya kalau kalah akan kalah dengan terhormat," ujarnya.
Tim SSB Tunas Muda terdiri dari Iwan Hendrawan, Ridho Seda, Defrid Tenis, Agung Mone Ke, Itho Pennu, Rama Meno, Boy Leo Leba, Berens Benyamin, Putra Fernandez, Bony Nenotek, Ichsan Valendra, Alsan Sanda, Fancy Abraham, Jevon Adu, Dedo Soares, Mad Kikong, Yantang Tangko dan Johanis Lebao. Bertindak sebagai manajer adalah Nova Bessy. (eko)
Menurut Anton Kia, tim yang berangkat ke Australia, Senin (15/9/2008), terdiri dari 18 orang pemain yang rata-rata berumur di bawah 18 tahun dan enam ofisial. Menurutnya, tim ini dijemput langsung dengan pesawat dari Nothern Terithory, Australia dari Bandara El Tari Penfui-Kupang.
Menurut Anton, seluruh biaya perjalanan pulang dan pergi, termasuk penginapan dan makan minum ditanggung oleh Pemerintah Nothern Terithory, Australia.
Anton berharap tim yang baru saja mengikuti turnamen sepakbola Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup itu bisa tampil memuaskan. "Kita harapkan anak-anak tidak demam lapangan sehingga dapat bermain dengan baik. Kami berangkat bukan lagi atas nama SSB Tunas Muda, tapi sudah mewakili Indonesia. Saya sudah minta anak-anak agar tampil dengan baik, sehingga nantinya kalau kalah akan kalah dengan terhormat," ujarnya.
Tim SSB Tunas Muda terdiri dari Iwan Hendrawan, Ridho Seda, Defrid Tenis, Agung Mone Ke, Itho Pennu, Rama Meno, Boy Leo Leba, Berens Benyamin, Putra Fernandez, Bony Nenotek, Ichsan Valendra, Alsan Sanda, Fancy Abraham, Jevon Adu, Dedo Soares, Mad Kikong, Yantang Tangko dan Johanis Lebao. Bertindak sebagai manajer adalah Nova Bessy. (eko)
Langganan:
Postingan (Atom)