Senin, 18 Agustus 2008

Pacuan Babi di Gunung Kelimutu


ADA-ADA kreativtas masyarakat di berbagai belahan Bumi Pertiwi merayakan HUT Kemerdekaan RI ke-63, Minggu (17/8/2008). Acara yang sudah lumrah yang saban tahun bisa disaksikan sampai kepada acara-acara sensasional mengundang tertawa. Tarik tambang, panjat pinang, pacuan kuda, karapan sapi, pertandingan sepakbola bola berkostum sarung sudah bisa diadakan.

Di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, tepat di hari ulangtahun kemerdekaan, para suami bersaing menggendong istri. Dalam hati, berbahagilah para suami yang punya istri badan kecil, akan mudah menggendong sambil adu cepat menyentuh garis finis. Namun apalah daya para suami menghadapi para istri dengan bobot badan di atas 75-100 kg. Suami mana yang tahan mengangkat beban istri sambil berlari sampai di garis finis. Pemandangan sungguh menarik dan bikin tertawa terbahak-bahak.

Lain lagi dilakukan masyarakat pedesaan bermukin di Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Pulau Flores. Tepat pada hari perayaan paling bersejarah membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan itu, digelar perlombaan unik dan baru pertama kalinya digelar di seluruh wilayah NTT, yakni balap babi.

Gagasan ini dicetuskan pengelola Balai Taman Nasional (BTN) Kelimutu yang menyediakan hadiah uang tunai kepada pemilik babi pemenangan pertama, kedua dan ketiga senilai Rp 1.150.000. Daya tarik hadiah dan keinginan menyaksikan adu cepat babi di lintas membuat warga penasaran.

Pria-wanita, tua-muda, berbondong-bondong memenuhi lokasi balapan terletak di sisi barat Lapangan Desa Woloara, sekitar 53 kilometer (km) dari Kota Ende, usai upacara bendera dipimpin Camat Kelimutu, Yoseph Primus Batho. Sebanyak 22 ekor babi usia 3-6bulan milik warga dari beberapa desa dipusat kecamatan diadu cepat di dalam dua lintasan balap dari bambu sepanjang 25 meter yang telah disediakan panitia.

Antuasiasme masyarakat nampak dalam lomba ini. Sehari menjelang perlombaan hanya tujuh pemilik yang mendaftarkan babinya mengikuti perlombaan ini, namun di pagi hari sebelum upacara bendera dilaksanakan terdaftar lagi 12 pemilik babi bersaing. Koordinator Resor BTN Kelimutu, Falentinus Lape,mengungkapkan balap babi itu dipilih dilombakan karena di NTT belum pernah kedengaran perlombaan ini. Meski potensi babi sangat besar dan dimilik masyarakat.

"Kami pilih balap babi. Ini masih unik, karena di Madura suda ada karapan sapi, di Sumbawa ada karapan kerbau. Kenapa kita tidak bisa manfaatkan potensi lokal yang unik dan memberi nilai tambah kepada masyarakat," kata Falentinus, kepada Pos Kupang dan Kompas.

Camat Kelimutu, Yoseph Primus Bhato, menambahkan gagasan balap babi memanfaatkan potensi babi yang dipelihara sebagian masyarakat. Selama ini, masyarakat Ende umumnya memelihara babi hanya untuk acara adat, pesta keluarga dan dijual menopang kebutuhan dan ekonomi. Jumlah babi di wilayah Kelimutu sekitar 8.000 ekor.

"Ada sisi positifnya, masyakat terhibur. Selama ini belum pernah ada pacuan babi dan bisa mendorong memelihara babi lebih baik mengikuti lomba. Babi dipelihara untuk pesta adat atau pesta kawin," kata Primus.

Kepala (BTNK), Gatot Soebiantoro, menyatakan balap babi untuk mengembangkan potensi lokal dan sajian alternatif wisatawan. "Turis datang ke Kelimutu tak hanya menyaksikan Danau Kelimutu. Masyarakat bisa dimotivasi memelihara ternak babi lebih baik, bukan seperti saat ini dilakukan seadanya. Kegiatan selanjutnya, kami upayakan babi yang dilombakan diuji kesehatannya oleh dewan juri bekerja sama dengan dokter hewan," kata Gatot.

Pemenang pertama balap babi diraih babi milik Hubertus Soka memperoleh uang tunai Rp 500.000. Pemenangan kedua, Acos Bata mendapat Rp 400.000, dan Klemens Seni meraih juara tiga mendapat Rp 250.000. (*)

Kupang Juara Umum Kejurda Sepaktakraw 2008

KONTINGEN Kabupaten Kupang kembali mempertahankan tropi Pengprop PSTI NTT 2008. Kupang menjadi pengumpul medali terbanyak dengan enam medali emas dan satu perak. Penutupan kejuaraan daerah ini dilaksanakan di rumah jabatan Bupati Alor, Senin (11/8/2008) malam.

Sesuai data yang diperoleh dari seksi pertandingan, David Here, enam medali Kupang direbut dari nomor tim senior dan yunior putri, regu senior putri, double event senior putra dan hop putra dan putri. Satu medali perak direbut lewat nomor regu senior putra.

Kota Kupang berada di posisi kedua dengan tiga medali emas, dua perak dan tiga perunggu. Medali emas direbut dari nomor tim yunior putri, regu yunior putri dan hop yunior putri. Medali perak dari nomor tim senior putri dan double event yunior putri, sedangkan medali perunggu dari nomor regu senior putri, double event senior putri dan hop senior putri.

Adapun hasil lengkap Kejurda PSTI NTT 2008, yakni (berdasarkan urutan juara), tim senior putri: Kupang, Kota Kupang, Alor, Manggarai. Tim yunior putri: Kota Kupang, Alor, Manggarai. Tim senior putra: Alor, Kupang, TTS, Manggarai. Regu yunior putri: Kota Kupang, Alor, Manggarai. Double event yunior putra: Manggarai, Lembata, TTS, Alor. Double event senior putri: Kupang, Alor, Kota Kupang, Manggarai. Double event senior putra: Kupang, Manggarai, Lembata, TTS. Double event yunior putri: Alor, Kota Kupang, Manggarai.

Hop senior putra: Kupang, Alor, Lembata, Manggarai. Hop yunior putri: Manggarai, Alor, TTS.
Hop senior putri: Kupang, Alor, Kota Kupang, Manggarai; dan hop yunior putri: Kota Kupang, Alor, Manggarai. (eko)

Matipun Tetap Dijaga Para Hamba


Oleh Adiana Ahmad

TRADISI kehidupan kaum bangsawan Sumba, khususnya Sumba Timur yang selalu diapit para hamba, juga terbawa hingga mereka meninggal dunia. Pengabdian para hamba atau disebut dalam bahasa umum 'orang dalam rumah' bahkan hingga tuannya masuk ke liang lahat.

Menurut penuturan para tokoh adat Sumba Timur, sampai dengan era 1970-an, masih ada hamba yang rela kubur hidup-hidup dalam satu kubur dengan sang tuan. Orang dalam rumah yang ikut terkubur dengan jenazah tuannya, ini tidak dipaksa. Mereka melakukan atas dasar kerelaan karena ingin menjaga dan mengabdi kepada sang tuan. Tradisi seperti ini baru terhenti dalam dua dekade terakhir setelah ada larangan dari pemerintah.

Sejarah pengabdian hamba terhadap para bangsawan Sumba, itu dapat ditemukan di Kampung Praiawang Rende, Kabupaten Sumba Timur yang merupakan kampung adat tempat kelahiran almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur yang meninggal dunia 2 Agustus 2008 lalu.

Jika baru pertama mengunjungi kampung adat tersebut, kita akan menjumpai sembilan rumah induk yang mengelilingi kampung adat dan kuburan-kuburan batu yang ukuran besar dengan beratnya yang mencapai satu bahkan dua ton di tengah perkampungan. Di atas batu kuburan tersebut, terdapat menara batu dan arca yang dalam bahasa setempat disebut penji. Bahkan ada kubur yang bagian depannya dibuat patung kepala kerbau dengan tanduk yang cukup panjang. Kuburan dengan patung kepala kerbau itu merupakan kuburan bangsawan pertama di kampung tersebut.

Sembilan rumah induk itu melambangkan sembilan keturunan dari para bangasawan dalam kampung adat Praiawang Rende. Rumah-rumah induk itu dengan fungsinya masing-masing. Ada yang namanya rumah besar yang saat ini dijadikan tempat penyimpanan mayat atau dalam bahasa setempat disebut Uma Bokul. Rumah ini merupakan rumah pertama di kampung itu.

Dari rumah ini seluruh keturunan bangsawan Rende keluar dan kemudian mendirikan rumah sendiri-sendiri. Kemudian ada Uma Jangga, yang merupakan rumah tinggal almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda sejak kecil. Rumah ini merupakan rumah tempat musyawarah keluarga. Kemudian, Uma Penji merupakan rumah yang ada menaranya. Rumah ini merupakan tempat tinggal Raja Rende (Maramba Rindi), Umbu Hapu Hamba Ndima dan keturunannya. Ada juga Uma Hadung, yakni tempat berkumpul sebelum pergi atau setelah pulang perang atau saat ini dipakai sebagai tempat berkumpul sebelum pergi atau setelah pulang pacuan kuda.

Menurut juru bicara Kampung Adat Rende, Wunu Hiwa (71), zaman dulu di rumah ini juga dipakai sebagai tempat menggantung kepala musuh yang dibunuh dalam peperangan dan tempat merayakan berbagai acara adat setelah memenangkan peperangan. Ada lagi yang namanya Uma Ndewa (rumah para dewa) yang merupakan rumah tempat upacara atau sembahyang para penganut kepercayaan marapu. Juga ada Uma Kopi atau rumah tempat minum kopi.

Kembali ke soal kuburan. Sesuai dengan budaya orang Sumba yang selalu mengedepankan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari, ketika meninggal duniapun, jenazah para bangsawan Sumba, khususnya Sumba Timur dikuburkan dalam satu kuburan yang sama atau satu liang lahat. Dalam satu kubur bisa sampai puluhan orang. Seperti salah satu kubur bangsawan di Kampung Praiwang Rende yang saat ini sedang direnovasi atau diperluas.

Kuburan itu awalnya merupakan kubur dari kakek almarhum Umbu Mehang Kunda bernama Umbu Retang Tamba dan istrinya, Rambu Dupa Luana. Namun dengan budaya kebersamaan tadi, ketika sang adik bernama Umbu Windi Liti alias Umbu Nai Parianga dan tiga istrinya masing-masing, Rambu Konga Emu, Rambu Naha Ana Awang dan Rambu Hara Ata Pawau meninggal dunia, jasad keempatnyanya juga dimasukkan ke kubur yang sama. Tidak hanya itu, anak-anak mereka , Umbu Lili Pekualia alias Umbu Nai Hanggongu anak dari Umbu Retang Tamba dan Rambu Padu Ranu anak dari Umbu Windi, juga dikuburkan di kubur yang sama.

Kubur dari satu keluarga bangsawan di Kampung Rende tersebut dipagari oleh kuburan para hambanya sebanyak 24 orang, terdiri dari bagian kaki empat orang, bagian kepala empat orang, sisi kiri empat orang dan sisi kanan empat. Perlakuan yang sama juga akan berlangsung bagi seluruh bangsawan di kampung itu dan keturunannya, termasuk kuburan almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur.

Menurut Wunu Hiwa, meski masih satu keturunan dengan pemilik kubur yang dibongkar tersebut, namun jenazah almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda sesuai kesepakatan terakhir akan dikuburkan di liang terpisah dengan sang kakek dengan pertimbangan untuk menghormati almarhum.

Hiwa mengatakan, antara kubur almarhum dengan kubur sang kakek hanya terpisah liang lahat tetapi tetap berdampingan. Kubur almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda alias Umbu Nai Mbaha Ndjurumbatu berada di sudut kiri bagian depan kubur sang kakek. Sama halnya dengan kubur sang kakek, Wunu Hiwa mengatakan, kubur almarhum juga akan dikelilingi oleh kubur para hambanya. "Kalau ada anak buah almarhum (hamba) dalam rumah yang meninggal nanti, dia akan dikubur di sisi kubur almarhum," kata Hiwa. (*)

Bapak Seperti Sedang ke Luar Kota

Oleh Adiana Ahmad

KEMATIAN adalah takdir. Kapan sesorang mati, itu rahasia Tuhan. Semua manusia tak bisa menghindari kematian. Manusia kerap menyesali kenapa seseorang meninggal begitu cepat. Apalagi yang "pergi" itu adalah orang-orang dekat. Perasaan tidak rela membuat kita sering merasa mustahil dan tak percaya jika saat itu tiba. Apalagi prosesnya begitu cepat.

Begitulah yang dirasakan orang-orang terdekat almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda (Bupati Sumba Timur) yang meninggal dunia, Jumat (2/8/2008) lalu. Rambu Kudu Mbali Yuli, S.E, Agnes Lulu Landukura, A.Md, Yuliana Laji, S.Kom dan Syarif.

Mereka adalah sekretaris dan para sopir pribadi almarhum yang sampai saat ini masih belum percaya bahwa almarhum telah tiada. Hari-hari pasca meninggalnya almarhum merupakan hari-hari yang cukup berat bagi mereka. Tanpa aktivitas dan selalu terbayang sosok yang terkadang mendadak hadir di tengah mereka dengan berbagai guyonan dan sapaan-sapaan khasnya.

Selama sepekan sejak almarhum meninggal, sopir, ajudan dan sekretaris pribadi almarhum nyaris tanpa aktivitas. Pukul 07.00 Wita mereka masuk kantor tetapi tidak jelas mau mengerjakan apa. Sementara pintu ruangan, baik di ruang tunggu, ruang rapat maupun ruang kerja masih digembok. Untuk sementara mereka terpaksa dipekerjakan di Bagian Umum. Terkadang mereka juga naik ke lantai dua tempat di mana ruang kerja bupati berada. Namun mereka hanya mampu mengintip dari luar.

Pada Rabu (13/8/2008), ruang kerja bupati sempat dibuka. Namun hanya sebentar. Para sekretaris dan sopir menyempatkan diri untuk masuk ke ruangan kerja mereka yang berada satu ruangan dengan ruang tunggu bupati. Tidak ada aktivitas. Yang keluar dari mulut mereka hanya cerita kenangan bersama almarhum. Sekitar setengah jam, mereka meninggalkan ruangan. Rambu, Agnes, Yuliana dan Syarif yang ditemui di ruang kerja mereka, mengaku hingga saat ini mereka seakan belum percaya, kalau almarhum telah meninggal dunia. Suasana yang mereka rasakan saat ini seperti suasana saat-saat almarhum sedang berada di luar kota.

"Kami masih tidak percaya dengan keadaan ini. Kami seperti merasa bapak sedang bertugas ke luar daerah," kata Rambu dan teman-temannya.

Ketiganya mengatakan, ketika berada di meja kerja mereka, terkadang mereka lupa kalau almarhum telah tiada. "Selama ini bapak memang sering bertugas ke luar daerah. Tetapi aktivitas kita tetap berjalan seperti biasa. Seperti menerima telepon , fax dan surat-surat. Tetapi satu minggu terakhir setelah bapak meninggal dunia, kami nyaris tanpa aktivitas," kata Rambu.

Ketiganya mengaku, saat-saat bersama almarhum merupakan saat terindah. "Bapak itu tidak pernah marah. Terkadang juga bercanda. Kalau meminta sesuatu selalu memanggil kita 'bos'. Kalau mau bertugas ke luar daerah, bapak selalu bilang kamu jaga kantor baik-baik. Saya mau pergi lawere (jalan-jalan, Red)," kenang Rambu, Adnes dan Yuli.

Almarhum juga menyapa para sopir dan ajudannya dengan 'bos'. Panggilan khas ini untuk menciptakan kedekatan almarhum dengan para sopir, ajudan dan sekretaris pribadinya. Bahkan tak jarang, sopir dan ajudan sering diajak makan semeja di ruang makan rumah jabatan.

Sifat almarhum yang tak mau sepi dan suka berdiskusi banyak hal, terkadang membuatnya lupa waktu untuk beristirahat. Meskipun baru selesai kunjungan ke desa-desa yang medannya berat, almarhum masih mete bersama staf untuk bercerita. Jika tidak ada teman diskusi dari kalangan pejabat, sopir, ajudan dan kepala rumah tangga menjadi sasaran untuk dijadikan teman diskusi.
Salah satu sifat almarhum yang sulit dilupakan para sekretaris pribadi, sopir, ajudan dan kepala rumah tangga adalah mudah terenyuh ketika melihat orang lain susah.

Almarhum selalu memperhatikan kesejahteraan sopir, ajudan dan para sekretarisnya. "Kalau menjelang hari raya, bapak sering menyediakan hadiah untuk kami. Biasanya tanggal 24 Desember , bapak selalu beri hadiah untuk kami," kata Rambu yang diamini Adnes dan Yuliana.

Begitu juga dengan sopirnya yang beragama muslim. Mereka menuturkan, ada pengalaman saat almarhum bertugas ke Australia. Dari Asutrali, almarhum menelpon dan menanyakan oleh-oleh apa yang mereka minta dari Australia. "Saat itu, kita bilang apa saja. Akhirnya bapak bawakan kita cokelat dari Australia," kenang mereka.

Mereka mengatakan, ada satu cita-cita almarhum yang belum sempat terealisasi. Almarhum berencana membawa para sekretarisnya untuk ikut bersama ketika ia bertugas ke luar daerah, terutama ke Jawa atau Bali.

"Suatu saat bapak pernah bilang ke protokoler agar bisa memfasilitasi kita supaya bisa ikut dengannya ketika bertugas ke luar daerah. Sayang, niat itu belum terwujud, bapak keburu pergi," kata Adnes.

Kepala Rumah Tangga, Ferli Supusepa menuturkan, almarhum begitu peduli pada nasib orang kecil. Kisah Ferli, suatu saat seorang warga datang ke rumah jabatan meminta uang buat beli beras. Tanpa basa-basi almarhum langsung memberikan uang Rp 700.000. Pernah juga ada seorang pemuda yang membutuhkan uang untuk membeli obat bagi keluarganya yang sakit. Pemuda tersebut membawa seekor ayam dan menjualnya keliling Kota Waingapu. Namun hingga malam ayam tidak laku sehingga dia membawa ke rumah jabatan.

Pemuda itu masuk melalui pintu belakang dan bertemu almarhum sedang duduk di bawah pohon klengkeng. Almarhum menanyakan maksud kedatangan pemuda tersebut. Mengetahui pemuda itu hendak menjual ayam untuk membeli obat bagi keluarganya yang sakit, almarhum
mengeluarkan uang Rp 300.000 dari kantong celananya dan memberikan kepada pemuda tersebut.

Almarhum juga begitu peduli dengan kesejahteraan para pegawainya. Itu dibuktikan dengan sikap almarhum yang tidak pernah menerima honor dari berbagai kegiatan yang ia lakukan.

"Kalau kita mengantar honor beliau, karena tugas-tugas atau kunjungan kerjanya ke desa-desa, tidak pernah beliau ambil. Uang itu akan dikembalikan kepada pegawai yang mengantar honor tersebut, " kata salah seorang staf di Kantor Bupati Sumba Timur.

Tak heran, banyak pegawai yang berebutan jika disuruh mengantar uang honor kepada almarhum. Almarhum juga tidak tanggung-tanggung memberikan tip kepada para pegawainya yang rajin. (*)

SYALOM