Selasa, 12 Agustus 2008

Bush Borong Gaun Sutra


HARI yang cukup adem untuk melihat-lihat kota Beijing. Cuaca berawan. Matahari enggan nongol, demikian juga hujan. Cuaca seperti ini biasanya menggiring orang untuk berjalan-jalan. Pilihan pun jatuh untuk melongok Pasar Sutra, yang oleh turis bule biasa disebut Silk Market, sedang orang Cina sendiri menyebutnya Xiu Shui.

Kenapa harus ke sini? Karena, konon belumlah lengkap bertandang ke Cina jika belum bermain ke Pasar Sutra ini. Derajat eksotisnya kira-kira sama dengan Tembok Cina. Pasar aneka barang yang dijamin murah ini letaknya tak jauh dari Chang An avenue, dekat dengan Yong An Li. Ah, pokoknya dekat stasion terowongan bawah tanah. Dari sana, kita bisa berjalan-kaki menuju lokasi.

Namun, hiruk pikuk di sana terasa berbeda, Senin (11/8/2008) siang. Perhatian ribuan pengunjung terusik dengan kehadiran dua tokoh penting. Mereka adalah Presiden Amerika Serikat George H W Bush dan Anne Rogge, istri dari Jacques Rogge, presiden International Olympic Committee (IOC).

Kehadiran Bush langsung dikenali para pengunjung yang berada di lantai 3 gedung Xiushui Market. Chen Xu, salah seorang pedagang sutra, mengaku tidak percaya telah melihat Bush berjalan masuk ke dalam tokonya dan melihat beberapa potong baju sutra.

"Dia (Bush-Red) bertanya apakah itu (baju-Red) terbuat dari sutra. Dia benar-benar sangat sopan," ungkap Chen.

Bush juga kemudian mengunjungi sebuah toko yang menjual gaun malam, piyama, dan jas. Kesemua produk tekstil itu tentu saja terbuat dari bahan sutra. "Gaunnya sangat indah dan terbuat dari bahan yang bagus. Saya suka warnanya," ujar Bush seperti ditirukan Zhang Ting, penjaga toko lain yang dikunjungi Bush beserta rombongan.

Dalam kunjungan tersebut, Bush konon sedikitnya membeli enam gaun seharga 1,800 yuan atau senilai $ 250 (Hampir Rp 3 juta). Salah satunya adalah gaun warna biru gelap yang dihiasi gambar naga di bagian punggungnya.
"Ini (kunjungan Bush) adalah pengalaman yang luar biasa," kata Zhang.

Sesaat setelah Bush meninggalkan Xiushui Market, Zhang mengatakan puluhan orang langsung menyerbu tokonya. Mereka mencari tahu barang-barang yang telah dibeli orang nomor satu di Amerika Serikat tersebut.

Tidak ketinggalan, Anne Rogge membeli sebuah jaket kulit bergaya Cina yang terbuat dari sutra. Ditambah sebuah blus sutra, Anne setidaknya merogoh kocek sebesar 600 yuan.

"Adalah selalu kesenangan yang luar biasa berkunjung ke berbagai toko di pasar," tulis Anne di buku pengunjung Xiushui Market.

Zhang menambahkan atlet marathon Perancis, Hiane Lahcene, juga sempat mampir ke tokonya dan meminta bantuan untuk dipilihkan sejumlah produk sutra. Lahcene mengatakan produk sutra itu akan menjadi oleh-oleh untuk keluarga dan teman-temannya.

"Ini merupakan kunjungan pertama saya ke Cina. Saya ingin membawa pulang beberapa barang yang merupakan produk tradisional Cina," kata Lahcene.

"Biasanya, kami bisa mencapai penjualan sebesar 2000 yuan per hari. Hari ini, Senin (11/8), jumlah itu menjadi dua kali lipat," tutur Zhang yang gembira dengan adanya kunjungan sejumlah tokoh penting ke tokonya.

Pemilik toko lainnya, Li Haiping juga mengaku dikunjungi tokoh penting yaitu Senator Pennsylvania, Gibson E. Armstrong, yang datang bersama istrinya. Armstrong sendiri sangat senang bisa berbelanja di toko yang menurut Li, selama penyelenggaraan Olimpiade mengalami peningkatan pengunjung sebesar 30 persen.

"Kami telah membeli dua dasi sutra dan beberapa mainan. Keduanya sangat mengagumkan dan murah," ujar Armstrong.

Beberapa tokoh penting lain yang telah mengunjungi Xiushui Market antara lain ibu negara Zimbabwe, Madame Grace Mugabe. Beliau membeli permata, pakaian, dan sutra. Sedangkan Presiden Fiji, Josaia Voreqe dan istri, Lady Leba Qarase juga memborong mutiara, pakaian serta beberapa produk elektrik.

Ada pula Gubernur New Zealand, Dame Silvia Cartwright yang membeli permata dan T-Shirts. Ibu negara Maryanne Togiola Tulafono memenuhi keinginannya untuk memiliki pakaian kulit. Dan Ibu negara Rumania, Maria Basescu tidak lupa membeli kerajinan tangan dan perhiasan di Xinhui Market.

Total, selama berlangsungnya Olimpiade, pasar ini telah dikunjungi sebelas ibu negara, dan empat presiden. Sejauh ini, belum ada pejabat tinggi dari Indonesia yang terpergoki di sana. Siapa tahu... (Persda Network/mun)

Karma Prometheus di Gunung Kaukakus

ALKISAH, Prometheus kesal dengan tuannya, Dewa Zeus. Ia disuruh memelihara manusia, tetapi manusia dibiarkan kedinginan, bodoh dan tersiksa. Tak tahan dengan penderitaan manusia, Promethus pun mencuri api abadi milik Zeus di altar Hestia Gunung Olympus dan kemudian membagikannya kepada manusia.

Tetapi, perbuatannya itu membuat Zus murka. Prometheus pun dirantai di sebuah pilar besar di Pegunungan Kaukakus. Tetapi tak apa. Api itu kini dinikmati manusia sebagai sumber semangat, ilmu pengetahuan dan harapan.

Wilayah Kaukasus meliputi Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, termasuk Pegunungan Kaukasus dan daerah-daerah rendah lainnya. Kaukasus kadang dianggap sebagai bagian dari Asia Tengah. Puncak tertinggi di Kaukasus adalah Elbrus (5.642m), yang juga dianggap sebagai gunung tertinggi di Eropa. Negara-negara merdeka yang membentuk Kaukasus kini adalah Rusia (Distrik Kaukasus Utara), Georgia, Armenia dan Azerbaijan.

Wilayah besar non-independen di Kaukasus meliputi Ossetia, Chechnya, Ingushetia dan Dagestan. Menurut Wikipedia, Kaukasus adalah salah satu daerah yang mempunyai keanekaragaman linguistik dan budaya yang paling luas di dunia. Ternyata, api yang dicuri Prometheus juga sumber malapetaka dan bahkan kini menjadi karma di tempat ia dipasung. Sebuah wilayah kecil, Ossetia Selatan yang berpenduduk hanya 70 ribu orang, kini menjadi penyebab perang antara Rusia dengan Georgia.

Kasusnya mirip dengan Kashmir yang menjadi rebutan India dengan pakistan. Bedanya, Ossetia Selatan lebih condong kepada Rusia kendati sejak 1990 lalu mengumumkan kemerdekaannya secara de facto. Ossetia Selatan ingin mengikuti jejak Ossetia Utara yang telah menjadi bagian Federasi Rusia. Sedangkan konflik Kashmir lebih multidimensi karena sebagian kelompok Kashmir ingin terlepas dari India maupun Pakistan.

Ossetia merupakan kelompok etnik yang berbeda dengan Rusia maupun Georgian. Mereka hidup di sepanjang Sungai Don, berasal dari etnik Mongol ketika kerajaan itu menyerang Gunung kaukakus pada abad ke-13. Konflik semakin tajam pasca bubarnya Uni Soviet tahun 1991. Perebutan wilayah itu menimbulkan perang dingin antara Rusia dengan Georgia sehingga wilayah itu ditetapkan sebagai status quo. Tetapi, Uni Soviet mendukung kemerdekaan Ossetia Selatan sementara Georgia tetap mengklaim bahwa wilayah itu bagian dari negaranya. Opsi Ossetia Selatan untuk menjadi negara otonom di bawah Georgia, seperti Abkhazia dan Ajaria ditolak. Tahun 1991-1992 pernah terjadi perang antara Georgia dengan Ossetia Selatan yang didukung Rusia.

Akhir dari perang itu adalah gencatan senjata dan menetapkan wilayah itu sebagai status quo. Kegagalan mernguasai Ossetia Selatan kembali menguat setelah Mikheil Saakashvili terpilih menjadi Presiden Georgia 2004 lalu. Presiden muda ini memang kerap membuat kontroversi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Lalu, terjadilah penyerangan Rabu pekan lalu, (8/8). Tentara Georgia yang didukung tank dan pesawat tempur, membombardir Tskhinvali, ibukota Ossetia Selatan. Sebanyak 15 orang dilaporkan tewas dalam penyerangan itu. Tentu saja Rusia tidak tinggal diam. Jet-jet tempur Rusia meraung dan mengamuk dua hari setelahnya, tidak hanya membebaskan Ossetia Selatan, tetapi juga menyerang jauh ke wilayah Georgia. Rusia melumpuhkan radar militer, bandara serta basis militer Georgia.

Masalah memang menjadi rumit meskipun Rusia tidak berniat untuk menguasai Georgia. Sebab, setelah pasukan Georgia berhasil dipukul mundur dari wilayah Ossetia, pakta pertahanan atlantik utara (NATO) tersinggung. Sebab, Georgia tahun ini mengumumkan ingin bergabung di dalam NATO bersama Ukraina. Hal ini juga yang membuat hubungan Moskow dengan Tbilisi memburuk.

Kerumitan lain, Abkhazia yang sejak lama ingin lepas dari Georgia memanfaatkan situasi. Ribuan tentara mereka juga ikut menyerang pasukan Georgia dan memberi ruang bagi kapal- kapal perang Rusia untuk membuat basis militer di perairan Laut Hitam. Tetapi, bagi Eropa, yang paling dikhawatirkan dari perang itu adalah, harga minyak dunia yang saat ini sedang turun, bisa meroket lagi. Pasalnya, Georgia adalah lintasan pipa minyak terpenting Eropa yang melintasi Baku-Tblisi- Ceyhan. Jalur pipa Kaukasus Selatan itu setiap harinya mengalir minyak 800-900 ribu barel per hari dari dari Turki hingga Laut Hitam sebelum dikapalkan ke sejumlah pelabuhan penting di Eropa.

Bisa dibayangkan bila pesawat-pesawat tempur Rusia membombardir pipa tersebut. Atau, bisa jadi, bila Gerorgia tidak mendapat dukungan Eripa dan NATO, menghancurkan sendiri pipa itu, kemudian menuduh Rusia. Kalau itu terjadi, tentu Dewa Zeus makin murka. (alfian zainal/
berbagai sumber)

SYALOM