Selasa, 13 September 2011

Kilauan Warna Kesejahteraan di Penggajawa

Oleh Sipri Seko

SEKRETARIS Dinas Pertambangan dan Energi, Kabupaten Ende, Emanuel Laba, bercerita dengan berapi-api soal potensi pertambangan di Kabupaten Ende. Kalau di Pulau Timor ada batu mangan, di Ende, kata Emanuel Laba,a da pasir besi. Batu mangan dan pasir besi adalah ‘dua saudara’ yang menghasilkan baja.

Mulai dari tambang galian C, pasir besi hingga batu berwarna, menurut mantan aktivis PMKRI NTT di Kupang ini mendatangkan pendapat yang cukup besar di Kabupaten Ende. Meski kalah bila dibandingkan dengan pariwisata, namun hasil tambang juga cukup menjanjikan. Salah satu bahan tambang yang ada di Ende adalah batu berwarna. Batu berwarna yang ada di Pantai Penggajawa, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, menyimpan cerita tersendiri.

Hamparan pantai sepanjang hampir 5 km tersebut menawarkan daya wisata yang memanjakan. Deburan ombak di atas karang ditambah pasir hitamnya yang bersih, membuat Pantai Penggajawa merupakan lokasi wisata alternatif bagi wisatawan domestic maupun mancanegara. Saban hari, selalu terlihat ‘bule-bule’ yang mandi laut sambil berjemur di pantai ini. Namun, daya tarik pantai ini tak hanya karena deburan ombak dan pasirnya.

Kilauan warna-warni yang terpancar dari bebatuan di Pantai Penggajawa menjadi daya magis tersendiri. Beraneka warna seperti kuning, putih, hijau dan coklat dipadu dengan pasir hitam dan buih putih dari ombang laut biru nampak membentang. Bebatuan inilah yang menjadi bahan tambang bagi masyarakat setempat. Batu berwarna inilah yang diceritakan Emanuel Laba, sudah menembus pasaran nasional dan dunia.

Untuk mencapai Pantai Penggajawa, kita harus menempuh jarak lebih kurang 30 km dari arah Ende menuju Kabupaten Nagekeo. Di sepanjang perjalanan, di tepi kiri dan kanan jalan membentang luas hamparan kelapa, kakao dan pisang milik masyarakat setempat. Kelapa, pisang dan kakao merupakan komoditi utama masyarakat, yang ditunjang hasil dari melaut. Jalan yang terjal dan berbelok-belok sudah di-hotmix. Tebing dan jurang terjal yang mencapai 20 meter lebih tak lagi menakutkan, tapi menyajikan pemandangan unik yang sangat menakjubkan. Pohon kelapa, kakao dan pisang memang sedikit menutup pemandangan ke laut.

Namun, tanda bahwa kita sudah memasuki pantai batu berwarna adalah karena para pengumpul menumpuk batu-batu itu di tepi jalan. Gundukan batu dari pemilik yang berbeda-beda di tumpuk sepanjang jalan di tepi pantai itu. Menumpuk batu di tepi jalan, pembeli tak lagi harus ke pantai tapi langsung mengangkutnya. Di sepanjang pantai ini, berjejer para pengumpul, pria/wanita, tua/muda yang mengumpulkan batu sepanjang hari. Batu berwarna memang menjadi sumber pendapatan masyarakat di Desa Penggajawa selain melaut.

Dari mengumpulkan bebatuan dari pantai, masyarakat setempat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Tak hanya untuk makan dan minum, dari bebatuan yang tak pernah habis meski terus diambil ini mereka bahkan mampu menyekolahkan anaknya hingga bangku perguruan tinggi.

Mengapa masyarakat tergiur dengan bisnis batu berwarna? Mahalkah batu berwarna? Apakah semua batu berwarna ini bisa dijual dengan harga mahal. Ada banyak pendapat dan tanggapan. Ada banyak temuan kejanggalan dan keunikan. Ikuti terus tulisan ini di seri berikutnya. (bersambung)

SYALOM