Jumat, 13 Februari 2009

Tanggung jawab Mengamankan Pemilu

Oleh Sipri Seko

TAHUN
2009 adalah tahun pemilu (pemilihan umum). Sesuai regulasi, pemilu di Indonesia dibagi dalam dua tahapan, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden. Untuk pemilu legislatif, hanya sekali digelar, sementara untuk pemilu presiden bisa lebih dari satu kali, tergantung perolehan suara para kandidat.

Sesuai jadwal yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilu legislatif (Pileg) akan digelar tanggal 9 April 2009, sedangkan pemilu presiden (Pilpres) direncanakan awal Juli. Untuk pemilu legislatif, khususnya di NTT, saat ini diusulkan untuk ditinjau ulang tanggal pelaksanaannya. Pasalnya, tanggal tersebut bertepatan dengan rangakaian acara hari raya paskah, yakni Kamis Putih. NTT, dengan mayoritas beragama Kristen Katolik dan Protestan, di waktu tersebut tidak mungkin meninggalkan ritual keagamaannya.

Tapi, hal ini tampaknya tidak perlu dipersoalkan, karena KPU Pusat masih mempertimbangkannya. Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menyukseskan pemilu. Dengan diikuti 38 partai politik (Parpol), pileg kali ini adalah yang terbanyak pesertanya. Tidak hanya itu, proses pemilihannya pun terbilang cukup rumit. Dengan banyaknya calon anggota legislatif (Caleg) ditambah aturan penandaan antara mencontreng atau mencoblos nama atau partai, maka pileg di Indonesia kali ini disebut-sebut paling rumit di dunia.

Untuk pemilu presiden, sesuai analisa mungkin hanya akan ada empat paket yang ikut, namun ini beda dengan pileg yang ukuran kertasnya lebih lebar dan panjang dari ukuran kertas harian Kompas. Sesuai simulasi di beberapa tempat, seorang pemilih mulai dari membuka kertas suara sampai mencontreng atau mencoblos paling sedikit membutuhkan waktu tujuh menit. Untuk membuka dan melipat surat suara saja harus lima kali.

Di sini perlu sosialisasi terus menerus dari partai politik dan KPU, terutama kepada pemilih pemula dan pemilih di pedesaan terutama yang masih buta huruf. Tidak sampai di situ. Proses penghitungan suara yang baru akan dimulai pukul 14.00 waktu setempat, diperkirakan baru akan selesai hingga larut malam. Di sini bisa saja akan terjadi kecurangan-kecurangan yang bisa menimbulkan konflik.

Komitmen kita bersama untuk menyukseskan pemilu tentu sangat diperlukan. Pemilih, panitia, parpol dan aparat keamanan sama-sama bertanggung jawab mengamankan pemilu. Keseriusan untuk itu telah ditunjukkan aparat kepolisian dari Polda NTT dengan melakukan latihan-latihan pengamanan.

Dalam simulasi di Arena Fatululi, Sabtu (7/2/2009), diperagakan bagaimana kepolisian di NTT mengamankan aksi unjuk rasa, di mana salah seorang peserta unjuk rasa hendak menikam calon presiden yang sedang berkampanye. Simuasi yang disaksikan langsung Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay, M.Si, Kapolda NTT, Brigjen Polisi Antonius Bambang Suedi, Danlanud El Tari, Letkol (Pnb) Ferdi Roring, Kasiop Korem 161/Wirasakti, Letkol (Inf) Aminudin, Ketua Panwaslu NTT, Dominggus Osa, dan Ketua KPUD Kota Kupang, Daniel Ratu, serta para perwira Polda NTT berlangsung sukses.

Polisi, sebagai aparat keamanan yang mendapat bahagian biaya dari negara untuk pengamanan pemilu memang memegang peranan penting dalam kesuksesan pileg dan pilpres. Mereka tidak hanya mengamankan atau melumpuhkan perusuh atau pengacau jalannya pemilu tapi mereka juga harus mengawasi proses pencontrengan agar tidak terjadi kecurangan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan.

Untuk itu, aparat kepolisian jangan hanya diajari bagaimana melumpuhkan perusuh atau pengacau, tapi juga harus tahu regulasi-regulasi tentang pileg dan pilpres. Dia harus tahu kapan waktu contreng, seperti apa sahnya pencontrengan, proses penghitungan suara dan regulasi lainnya.

Dengan mengetahui regulasi-regulasi pileg dan pilpres, aparat kepolisian akan tahu saat mana bertindak. Dia mengawasi bukan saja saat pencontrengan dan penghitungan suara, tapi dia harus tahu alur logistik pemilu mulai dari pendropingan, tiba di tempat pemungutan suara (TPS) hingga kembali ke Sekretariat KPU. Pengetahuan-pengetahuan ini tidak bisa dianggap sepele, karena hanya dengan bermodalkan pakaian seragam saja, tidak cukup untuk bisa mengatakan bahwa polisi akan sanggup mengamankan pemilu.

Harapan agar pemilu berlangsung sukses harus ada dalam diri kita. Sebagai warga negara yang baik dan menghargai demokrasi secara total, kita tentu tidak ingin bangsa yang menganut bhineka tunggal ika ini tidak terpecah-pecah. *

SYALOM