KOMANDAN dan seluruh anggota Yonif 744/SYB di Atambua, meminta maaf atas tewasnya Charles Mali, warga Kelurahan Fatubenao, Kecamatan Kota Atambua, Belu, Minggu (13/3/2011). Charles Mali meninggal di RSU Wirasakti Atambua setelah dianiaya oknum anggota TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) 744/Satya Yudha Bakti (SYB), Tobir, Kecamatan Tasifeto Timur.
Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Komandan Bataliyon 744/PSY, Kapten (Inf) Nuryanto, yang dihubungi Pos Kupang Minggu (13/3/2011) malam. "Kami meminta maaf kepada keluarga korban serta masyarakat Atambua atas kejadian itu. Terhadap anggota yang diduga melakukan penganiayaan akan diproses secara hukum," tegas Nuryanto.
Dia mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan tujuh anggotanya yang diduga terlibat dalam pengiayaan itu kepada Sub Denpom Atambua untuk diproses secara hukum.
Pihak Yonif 744/PSY, kata Nuryanto, juga sudah melakukan pertemuan dengan keluarga korban yang difasilitasi pemerintah Kabupaten Belu yang dihadiri Assiten II Setda Kabupaten Belu. Pihak Yonif, lanjutnya, akan menanggung proses pengobatan enam korban lain yang masih dirawat dan pemakaman Charles Mali. "Sekali lagi kami mohon maaf. Para anggota itu pasti akan ditindak," tegasnya.
Keterangan yang dihimpun Pos Kupang di Atambua, Minggu (13/3/2011), menyebutkan, Charles Mali, warga Kelurahan Fatubenao, Kecamatan Kota Atambua, Minggu (13/3/2011), tewas setelah dianiaya oknum anggota Yonif 744/Satya Yudha Bakti (SYB). Korban dianiaya bersama enam rekan lainnya di Markas Yonif 744/SYB hingga sekarat dan sempat dilarikan ke Rumah Sakit Wirasakti, Atambua untuk mendapatkan perawatan medis, namun nyawa korban tidak tertolong. Penyebab kasus penganiayaan tersebut hingga kini masih simpang siur.
Menurut keterangan yang diperoleh, kasus penganiayaan terhadap Charles dan enam rekannya itu merupakan puncak dari salah paham dengan oknum anggota Yonif 744/SBY tanggal 5 Maret 2011. Diduga korban dan rekan-rekannya pernah mengganggu istri salah satu anggota TNI Yonif 744/SYB.
Karena kesal, istri anggota TNI itu melaporkan suaminya. Sejak kejadian itu, korban bersama rekan-rekannya menjadi incaran oknum TNI Yonif 744/SYB. Karena takut, korban dan rekan-rekannya menghilang sehingga orangtua para korban dijemput paksa sebagai jaminan sebelum korban dan rekan-rekannya menyerahkan diri ke Markas Yonif 744/SYB.
Sejak tanggal 5 Maret 2011, para orangtua korban dan rekan-rekannya melaporkan diri sejak pagi hari dan baru diperbolehkan pulang sekitar pukul 17.00 Wita dan tidak diberi makan. Para orangtua kemudian meminta korban dan rekan-rekannya agar menyerahkan diri secara baik-baik karena ada jaminan dari pihak TNI bahwa mereka tidak diapa-apakan.
Namun, saat korban dan rekan-rekannya sudah berada di Mako Yonif 744/SYB, justru mereka dikeroyok oknum TNI hingga sekarat dan dibawa ke Rumah Sakit Wirasakti, Atambua. Korban Charles mengalami luka cukup serius sehingga nyawanya tidak dapat tertolong, sementara enam rekannya yang lain hingga kini masih dalam perawatan medis.
Secara terpisah keluarga korban tewas, Romo Leo Mali, Pr, ketika dikonfirmasi Pos Kupang, Minggu malam, menyayangkan kasus yang menimpa keponakan kandungnya itu. Romo Leo mengutuk oknum TNI yang menganiaya korban hingga tewas dan dia meminta pelaku supaya diambil tindakan tegas.
"Atas nama keluarga korban kami meminta petinggi TNI untuk mengambil sikap tegas terhadap kasus penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia ini. Bagaimanapun setiap kasus apa pun jenisnya harus diselesaikan secara akal sehat dan bukan dengan cara menganiaya hingga tewas. Keluarga korban akan menggelar musyawarah bersama dan segera mengambil sikap resmi meminta pertanggungjawaban terhadap kasus yang menimpa anak kami ini," tegas Romo Leo.
Kerabat korban, Charles Mali lainnya, Albert Mali, menambahkan, keluarga sudah bersepakat untuk mengawal kasus ini hingga diproses sesuai hukum yang berlaku. Untuk menjaga situasi yang tidak diinginkan, kata Albert, para orangtua di wilayah Fatubenao meminta para pemuda untuk menahan diri agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
"Situasi di Fatubenao aman dan kondusif. Para pemuda Fatubenao memang sudah diarahkan keluarga untuk menahan diri atas kejadian ini. Keluarga sudah menyerahkan penanganan kasus ini ke POM Atambua untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Direktur Atambua Corruption Watch (ACW) ini.
Secara terpisah, Komandan Batalyon Infanteri (Danyon) 744/SYB, Letkol (Inf) Asep Nurdin, ketika dikonfirmasi Pos Kupang mengaku sedang berada di Bandung mengikuti kegiatan dinas. Nurdin mengaku belum mengetahui secara jelas kronologi kasus yang dilakukan oknum anak buahnya itu. "Maaf, saya ada di Bandung dan belum mendapatkan kronologi kasus itu. Saya baru rencana besok (Senin, 14/3/2011, Red) pulang ke Atambua," kata Nurdin dari balik telepon genggamnya.
Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, meminta Danyon 744 untuk memroses tuntas kasus yang dilakukan oknum anggota TNI itu. Bupati juga akan menyampaikan kepada danrem agar kasus ini diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kepada keluarga korban dan seluruh warga Belu, Bupati Lopez meminta menahan diri dan tidak terpancing atau reaksi. Dia meminta semua pihak agar menyerahkan proses ini pada institusi yang berwenang untuk memrosesnya. (www.pos- kupang.com)
Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Komandan Bataliyon 744/PSY, Kapten (Inf) Nuryanto, yang dihubungi Pos Kupang Minggu (13/3/2011) malam. "Kami meminta maaf kepada keluarga korban serta masyarakat Atambua atas kejadian itu. Terhadap anggota yang diduga melakukan penganiayaan akan diproses secara hukum," tegas Nuryanto.
Dia mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan tujuh anggotanya yang diduga terlibat dalam pengiayaan itu kepada Sub Denpom Atambua untuk diproses secara hukum.
Pihak Yonif 744/PSY, kata Nuryanto, juga sudah melakukan pertemuan dengan keluarga korban yang difasilitasi pemerintah Kabupaten Belu yang dihadiri Assiten II Setda Kabupaten Belu. Pihak Yonif, lanjutnya, akan menanggung proses pengobatan enam korban lain yang masih dirawat dan pemakaman Charles Mali. "Sekali lagi kami mohon maaf. Para anggota itu pasti akan ditindak," tegasnya.
Keterangan yang dihimpun Pos Kupang di Atambua, Minggu (13/3/2011), menyebutkan, Charles Mali, warga Kelurahan Fatubenao, Kecamatan Kota Atambua, Minggu (13/3/2011), tewas setelah dianiaya oknum anggota Yonif 744/Satya Yudha Bakti (SYB). Korban dianiaya bersama enam rekan lainnya di Markas Yonif 744/SYB hingga sekarat dan sempat dilarikan ke Rumah Sakit Wirasakti, Atambua untuk mendapatkan perawatan medis, namun nyawa korban tidak tertolong. Penyebab kasus penganiayaan tersebut hingga kini masih simpang siur.
Menurut keterangan yang diperoleh, kasus penganiayaan terhadap Charles dan enam rekannya itu merupakan puncak dari salah paham dengan oknum anggota Yonif 744/SBY tanggal 5 Maret 2011. Diduga korban dan rekan-rekannya pernah mengganggu istri salah satu anggota TNI Yonif 744/SYB.
Karena kesal, istri anggota TNI itu melaporkan suaminya. Sejak kejadian itu, korban bersama rekan-rekannya menjadi incaran oknum TNI Yonif 744/SYB. Karena takut, korban dan rekan-rekannya menghilang sehingga orangtua para korban dijemput paksa sebagai jaminan sebelum korban dan rekan-rekannya menyerahkan diri ke Markas Yonif 744/SYB.
Sejak tanggal 5 Maret 2011, para orangtua korban dan rekan-rekannya melaporkan diri sejak pagi hari dan baru diperbolehkan pulang sekitar pukul 17.00 Wita dan tidak diberi makan. Para orangtua kemudian meminta korban dan rekan-rekannya agar menyerahkan diri secara baik-baik karena ada jaminan dari pihak TNI bahwa mereka tidak diapa-apakan.
Namun, saat korban dan rekan-rekannya sudah berada di Mako Yonif 744/SYB, justru mereka dikeroyok oknum TNI hingga sekarat dan dibawa ke Rumah Sakit Wirasakti, Atambua. Korban Charles mengalami luka cukup serius sehingga nyawanya tidak dapat tertolong, sementara enam rekannya yang lain hingga kini masih dalam perawatan medis.
Secara terpisah keluarga korban tewas, Romo Leo Mali, Pr, ketika dikonfirmasi Pos Kupang, Minggu malam, menyayangkan kasus yang menimpa keponakan kandungnya itu. Romo Leo mengutuk oknum TNI yang menganiaya korban hingga tewas dan dia meminta pelaku supaya diambil tindakan tegas.
"Atas nama keluarga korban kami meminta petinggi TNI untuk mengambil sikap tegas terhadap kasus penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia ini. Bagaimanapun setiap kasus apa pun jenisnya harus diselesaikan secara akal sehat dan bukan dengan cara menganiaya hingga tewas. Keluarga korban akan menggelar musyawarah bersama dan segera mengambil sikap resmi meminta pertanggungjawaban terhadap kasus yang menimpa anak kami ini," tegas Romo Leo.
Kerabat korban, Charles Mali lainnya, Albert Mali, menambahkan, keluarga sudah bersepakat untuk mengawal kasus ini hingga diproses sesuai hukum yang berlaku. Untuk menjaga situasi yang tidak diinginkan, kata Albert, para orangtua di wilayah Fatubenao meminta para pemuda untuk menahan diri agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
"Situasi di Fatubenao aman dan kondusif. Para pemuda Fatubenao memang sudah diarahkan keluarga untuk menahan diri atas kejadian ini. Keluarga sudah menyerahkan penanganan kasus ini ke POM Atambua untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Direktur Atambua Corruption Watch (ACW) ini.
Secara terpisah, Komandan Batalyon Infanteri (Danyon) 744/SYB, Letkol (Inf) Asep Nurdin, ketika dikonfirmasi Pos Kupang mengaku sedang berada di Bandung mengikuti kegiatan dinas. Nurdin mengaku belum mengetahui secara jelas kronologi kasus yang dilakukan oknum anak buahnya itu. "Maaf, saya ada di Bandung dan belum mendapatkan kronologi kasus itu. Saya baru rencana besok (Senin, 14/3/2011, Red) pulang ke Atambua," kata Nurdin dari balik telepon genggamnya.
Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, meminta Danyon 744 untuk memroses tuntas kasus yang dilakukan oknum anggota TNI itu. Bupati juga akan menyampaikan kepada danrem agar kasus ini diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kepada keluarga korban dan seluruh warga Belu, Bupati Lopez meminta menahan diri dan tidak terpancing atau reaksi. Dia meminta semua pihak agar menyerahkan proses ini pada institusi yang berwenang untuk memrosesnya. (www.pos- kupang.com)