Jumat, 23 Januari 2009

Pidato Barrack Obama

BARRACK Husein Obama kemarin hari Selasa, 20 Januari 2008, telah dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat menggantikan presiden sebelumnya, George Walker Bush. Sebagaimana kita ketahui, Obama menyampaikan pidato yang bersejarah di hadapan sekitar 3 juta orang yang berkumpul di Washington dalam suhu dingin yang sangat menggigit. Diperkirakan lebih dari 1 milyar warga dunia juga turut menyaksikan lewat media elektronik, seperti televisi dan internet. Mungkin bagi warga Gaza, Palestina pidato tersebut agak mengecewakan karena tidak menyinggung nasib mereka secara langsung, namun milyaran warga dunia lainnya cukup merasa lega akan isi pidato yang penuh pesan perdamaian itu. Berikut isi pidato pelantikan Obama yang lengkap beserta terjemahannya:

Rekan-rekan sebangsa dan setanah air:

Saya berdiri di sini hari ini berkhidmat dengan tugas di depan kita, berterima kasih atas kepercayaan yang Anda amanatkan dan teringat akan pengorbanan oleh leluhur kita. Saya berterima kasih kepada Presiden Bush atas jasanya pada bangsa kita dan juga atas kebaikan hati serta kerjasama yang ditunjukkannya selama masa transisi ini.

Sudah 44 warga Amerika yang diambil sumpahnya sebagai presiden. Kata-kata dalam sumpah jabatan itu telah diucapkan di masa kemakmuran dan di masa damai. Namun, ada kalanya sumpah jabatan kepresidenan itu diambil di tengah-tengah situasi gawat dan badai yang berkecamuk. Pada saat-saat demikian, Amerika mampu terus berjaya bukan hanya karena ketrampilan atau visi mereka yang memegang kepemimpinan namun karena kita rakyat Amerika tetap setia pada cita-cita leluhur kita dan setia pada dokumen-dokumen yang dirumuskan oleh para bapak pendiri negara.

Demikianlah adanya dan memang selalu demikianlah yang harus dilakukan oleh generasi Amerika sekarang ini.

Sudah kita maklumi bersama bahwa kita sedang berada di tengah krisis. Bangsa kita sedang terlibat perang, melawan jaringan kekerasan dan kebencian yang jauh jangkauannya. Ekonomi kita sangat lemah, akibat ketamakan dan tindakan tidak bertanggung jawab oleh sebagian pihak, tetapi juga karena kegagalan kita secara kolektif untuk membuat pilihan-pilihan sulit dan kegagalan kita mempersiapkan bangsa di hadapan abad baru. Banyak rumah disita, lapangan kerja merosot drastis, banyak usaha gulung tikar. Asuransi kesehatan kita terlalu mahal, murid-murid sekolah kita banyak yang gagal dan setiap hari makin jelas bahwa cara kita memanfaatkan energi justru memperkuat musuh-musuh kita dan mengancam planet kita.

Semua itu merupakan indikator krisis, yang didasarkan pada data dan statistik. Yang kurang bisa diukur tetapi tidak kurang pentingnya adalah melemahnya keyakinan di seluruh pelosok Amerika - kecemasan tak berkesudahan bahwa kemerosotan Amerika tidak bisa terbendungkan lagi dan bahwa generasi berikutnya harus meredam harapan-harapannya.

Hari ini saya tegaskan kepada kalian bahwa tantangan-tantangan yang kita hadapi adalah nyata. Tantangan begitu serius dan berbilang. Tidak akan mudah diatasi dan tidak bisa diatasi dalam jangka pendek. Tetapi ketahuilah ini, Amerika, kita kan mampu mengatasi semua tantangan ini.

Pada hari ini, kita berkumpul karena kita lebih memilih harapan ketimbang ketakutan, kesatuan tujuan daripada konflik dan pertentangan.

Pada hari ini, kita berkumpul untuk menyatakan berakhirnya keluhan-keluhan kecil dan janji-janji palsu, saling-tuduh dan dogma-dogma usang yang sudah begitu lama mencekik politik kita.

Negara kita masih muda, dengan meminjam kata-kata dalam Kitab Suci, saatnya sudah tiba kita menepiskan sifat ke kanak-kanakan. Saatnya sudah tiba untuk menandaskan lagi semangat kita yang tegar, memilih jalan sejarah yang lebih baik, melanjutkan warisan berharga, gagasan mulia yang diteruskan dari generasi ke generasi: yaitu janji Tuhan bahwa kita semua setara, kita semua bebas dan semua layak memperoleh kesempatan untuk mengejar kebahagiaan sepenuhnya.

Dalam menandaskan kebesaran bangsa kita, kita memahami bahwa kebesaran tak pernah diberikan begitu saja. Mencapai kebesaran harus dengan kerja-keras. Perjalanan yang kita tempuh tak pernah mengambil jalan pintas. Perjalanan kita bukan bagi mereka yang gampang putus asa, bukan bagi mereka yang suka bermalas-malas daripada bekerja atau bagi yang hanya mengejar kekayaan dan menjadi terkenal. Perjalanan kita adalah bagi mereka yang berani mengambil risiko, mereka yang melakukan hal-hal baru dan membuat barang-barang baru. Sebagian mereka menjadi terkenal, tetapi kerap kali mereka adalah pria dan wanita yang tak begitu dikenal dalam pekerjaan mereka, yang telah mengusung kita di atas jalan berbatu menuju kemakmuran dan kebebasan.

Demi kita, mereka mengemas harta milik mereka yang tak seberapa dan menyeberangi samudera untuk mencari kehidupan baru.

Demi kita, mereka banting-tulang dengan upah minim dan menetap di Pantai Barat, menahan pukulan cambuk dan mencangkul tanah yang keras.

Demi kita, mereka bertempur dan gugur, di tempat-tempat seperti Concord dan Gettysburg, Normandy dan Khe San.

Pria dan wanita ini terus berjuang dan berkorban dan bekerja hingga kulit tangan mereka mengelupas, agar kita bisa mengecap kehidupan yang lebih baik. Mereka melihat Amerika mampu menjadi lebih besar dari sekedar ambisi-ambisi kita secara perorangan dijumlahkan, lebih besar daripada perbedaan status keluarga atau kekayaan ataupun partai atau kelompok.

Perjalanan inilah yang kita teruskan hari ini. Kita masih merupakan negara paling makmur dan paling berpengaruh di Bumi. Para pekerja kita tidak kurang produktifnya dibandingkan dengan waktu ketika krisis ini dimulai. Otak kita masih seinventif seperti pada awal krisis ini, barang dan jasa kita masih diperlukan seperti pada minggu lalu atau bulan lalu atau tahun lalu.Kemampuan kita tetap tak berkurang. Tetapi masa kita untuk berdiam diri, melindungi kepentingan sempit dan menunda keputusan-keputusan yang tak menyenangkan, sudah harus berlalu. Mulai hari ini, kita harus bangkit sendiri, membersihkan debu yang menempel dan mulai lagi bekerja memperbaharui Amerika.

Karena kemana saja kita melihat, ada yang harus kita lakukan. Keadaan ekonomi mengharuskan tindakan yang berani dan segera dan kita akan bertindak bukan hanya untuk menciptakan lapangan kerja baru, tetapi untuk meletakkan dasar bagi pertumbuhan. Kita akan membangun jalan dan jembatan, jaringan listrik dan jaringan digital yang menyuburkan perdagangan dan mengikat kita bersama. Kita akan memulihkan sains ke tempat yang selayaknya dan menggunakan kehebatan teknologi untuk meningkatkan mutu perawatan kesehatan dan menurunkan biayanya. Kita akan memanfaatkan tenaga matahari, tenaga angin dan lainnya untuk menjalankan mobil-mobil dan pabrik-pabrik kita. Dan kita akan mengubah sekolah dan perguruan tinggi dan universitas untuk memenuhi tuntutan era baru. Semua ini mampu kita lakukan. Dan semua ini akan kita lakukan.

Tentu, ada orang yang meragukan besaran ambisi kita - dengan mengatakan sistem ekonomi kita tidak bisa mentolerir terlalu banyak rencana-rencana besar. Daya ingat mereka tidak cukup lama. Mereka telah melupakan apa yang dilakukan negara ini, apa yang bisa dicapai oleh pria dan wanita yang hidup bebas, apabila imajinasi digabung demi tujuan bersama dan kebutuhan digabung dengan ketabahan.

Yang tidak dipahami oleh mereka yang sinis adalah tanah tempat mereka berpijak telah bergeser, bahwa argumen usang dalam politik yang telah begitu lama menyita waktu kita - tidak lagi berlaku. Pertanyaan yang kita ajukan sekarang bukan apakah pemerintah kita terlalu besar atau terlalu kecil, tetapi apakah pemerintah kita bisa berfungsi, apakah pemerintah bisa membantu para keluarga mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak, asuransi kesehatan yang terjangkau dan pensiun yang berarti. Apabila jawabannya - ya, kita akan terus bergerak maju. Apabila jawabannya tidak, programnya akan dihentikan. Dan mereka yang mengelola uang rakyat akan dimintai pertanggung-jawabannya - supaya mengeluarkan uang secara bijaksana, mengubah kebiasaan buruk dan melakukan bisnis kita dengan jujur - karena hanya dengan demikian kita bisa memulihkan kepercayaan penting antara rakyat dan pemerintah.

Kita juga tidak mempertanyakan apakah kekuatan pasar bebas itu baik atau buruk. Kekuatan pasar bisa membina kekayaan dan memperluas kebebasan kita. Tetapi krisis ini telah mengingatkan kita bahwa tanpa pengawasan yang ketat, kekuatan pasar bebas itu bisa terlepas dari kontrol dan suatu bangsa tidak akan bisa berjaya apabila hanya mementingkan orang kaya. Keberhasilan ekonomi kita tidak hanya tergantung pada besarnya Produk Domestik Bruto, tapi seberapa jauh meluasnya kemakmuran itu, pada kemampuan kita memberikan kesempatan kepada tiap orang yang mau bekerja dan bukan karena belas kasihan karena itulah jalan yang paling pasti guna mencapai kemakmuran bersama.

Mengenai pertahanan kita bersama, kita menolak dan menganggap palsu pilihan antara keselamatan dan idaman atau cita-cita kita. Para Pendiri Negara ini dihadapkan pada bahaya yang tak terbayangkan, menyusun sebuah piagam untuk menjamin supremasi hukum dan hak setiap orang, sebuah piagam yang diperkuat oleh perjuangan generasi demi generasi. Semua cita-cita ini masih menerangi dunia dan kita tidak akan meninggalkannya demi mencapai penyelesaian yang cepat. Karena itu, bagi semua orang dan pemerintahan yang menyaksikan pelantikan hari ini, mulai dari kota-kota yang termegah sampai ke desa kecil di mana ayah saya dilahirkan, ketahuilah bahwa Amerika adalah sahabat setia negara dan sahabat setiap pria, setiap wanita dan setiap anak yang menghendaki masa depan yang damai dan bermartabat dan bahwa kita siap untuk memimpin lagi.

Ingatlah bahwa generasi-generasi sebelumnya menundukkan fasisme dan komunisme bukan hanya dengan misil dan tank, tetapi dengan aliansi yang kokoh dan keyakinan besar. Mereka memahami bahwa kekuatan saja tidak bisa melindungi kita dan bahwa kekuatan itu tidak memberi kita hak berbuat sekehendak hati kita. Sebaliknya mereka tahu bahwa kekuatan kita tumbuh melalui penggunaan yang bijaksana, keamanan kita berasal dari adilnya tujuan kita, kekuatan teladan yang kita berikan dan kerendahan hati serta kemampuan menahan diri.

Kita adalah penjaga warisan ini. Dibimbing oleh prinsip-prinsip ini, sekali lagi kita bisa menghadapi ancaman-ancaman baru itu yang menuntut upaya lebih besar, bahkan kerja-sama dan pemahaman lebih besar antar-negara. Kita akan mulai secara bertanggung jawab meninggalkan Irak kepada bangsa Irak dan menempa perdamaian di Afghanistan. Bersama teman-teman lama dan bekas saingan kita, Amerika akan bekerja tanpa lelah untuk mengurangi ancaman nuklir dan mengurangi bahaya pemanasan bumi. Kita tidak akan minta maaf atas cara kehidupan Amerika, tidak akan goyah dalam mempertahankannya dan bagi mereka yang hendak memaksakan tujuan mereka dengan terror dan membantai orang-orang tak bersalah, kami katakan kepada mereka, semangat kita lebih kuat dan tidak terpatahkan, kalian tidak akan unggul dari kami dan kalian akan kami kalahkan.

Kami sadar bahwa warisan bangsa yang beraneka warna adalah suatu kekuatan dan bukannya sebuah kelemahan. Bangsa kita terdiri dari orang Kristen dan Islam, Yahudi dan Hindu dan bahkan orang-orang yang tidak percaya pada Tuhan. Kita telah dibentuk oleh campuran berbagai bahasa dan kebudayaan, yang berasal dari segala pelosok dunia. Dan karena kita telah merasakan pahitnya perang saudara dan segregasi rasial dan keluar dari masa kegelapan menjadi sebuah bangsa yang lebih kuat dan lebih bersatu, kita yakin bahwa pada suatu hari nanti semua rasa kebencian akan hilang, bahwa semua garis-garis pembatas antar suku bangsa akan luluh dan bahwa dunia ini akan menjadi semakin kecil. Kerendahan hati kita akan tampak dengan sendirinya dan Amerika harus memainkan perannya dalam menyongsong era perdamaian yang baru.

Bagi dunia Muslim, kami akan mencari cara baru ke depan berdasarkan pada kepentingan bersama dan saling menghormati. Bagi para pemimpin dunia yang berusaha menanam bibit konflik atau menyalahkan dunia Barat atas kesulitan-kesulitan yang dialami masyarakatnya, ketahuilah bahwa rakyat Anda akan menilai Anda pada apa yang Anda bangun, bukan pada apa yang Anda musnahkan. Bagi mereka yang hendak menggenggam kekuasaan melalui korupsi dan kekejian dan membungkam orang yang tidak setuju pada kebijakan mereka, yakinlah bahwa kalian keliru, tapi kami akan mengulurkan tangan jika kalian tidak lagi mengepalkan tinju.

Bagi rakyat negara-negara miskin, kami berjanji akan bekerja bersama kalian untuk membuat ladang kalian subur dan membuat air bersih mengalir, untuk memberi makan tubuh yang kelaparan dan memenuhi kebutuhan jiwa. Dan kepada negara-negara seperti negara kita yang relatif menikmati kemakmuran, kita tidak bisa lagi bersikap tidak peduli pada kesengsaraan di luar negara kita dan kita tidak bisa menghabiskan sumber-sumber dunia tanpa mempedulikan dampaknya. Karena dunia sudah berubah dan kita harus berubah dengannya.

Sambil kita mempertimbangkan jalan yang terbentang di depan kita, kita mengingat dengan rasa terima kasih orang-orang Amerika yang gagah berani, yang pada saat ini, berpatroli di gurun dan gunung yang sangat jauh. Ada sesuatu yang hendak mereka katakan pada kita hari ini, seperti yang dibisikkan sepanjang masa oleh para pahlawan kita yang kini dimakamkan di Arlington. Kita menghormati mereka bukan hanya karena mereka menjaga kebebasan kita tetapi karena mereka menunjukkan arti pengorbanan, kesediaan untuk mencari makna yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Dan pada saat ini, saat yang akan tercatat dalam sejarah generasi - semangat inilah yang harus ada pada kita semua.

Sebanyak apapun yang bisa dan harus dilakukan pemerintah, pada akhirnya kepercayaan dan tekad rakyat Amerika-lah yang diandalkan negara ini. Misalnya kebaikan hati untuk menampung orang yang kena musibah walaupun tidak kita kenal atau pekerja yang tanpa pamrih rela mengurangi jam kerja mereka daripada melihat seorang teman di-PHK, yang membuat kita keluar dari kegelapan. Adalah keberanian para pemadam kebakaran untuk menerobos masuk ke rumah yang penuh asap dan juga kesediaan orang tua untuk membesarkan anak, yang kelak akan menentukan nasib kita.

Tantangan kita mungkin baru. Alat-alat yang kita gunakan untuk mengatasinya mungkin baru. Tetapi pada nilai-nilai itulah keberhasilan kita bergantung - yaitu kerja keras dan kejujuran, ketabahan dan berlaku secara adil, toleransi dan rasa ingin tahu, kesetiaan dan patriotisme - semua itu sudah lama ada. Semua itu memang benar. Semua itu telah menjadi kekuatan kemajuan sepanjang sejarah. Jadi yang dituntut sekarang adalah kembalinya kepada nilai-nilai ini. Apa yang diperlukan dari kita sekarang ini adalah era pertanggungjawaban yang baru - suatu pengakuan, dari tiap orang Amerika, bahwa kita mempunyai kewajiban bagi diri kita sendiri, bagi negara kita dan bagi dunia, kewajiban yang kita lakukan dengan senang hati, bukan dengan bersungut-sungut karena kita tahu tidak ada yang lebih memuaskan bagi jiwa kita, yang merupakan definisi karakter kita, daripada memberikan segalanya untuk menyelesaikan tugas yang sulit.

Inilah pengorbanan dan janji kewarganegaraan.

Inilah yang menjadi sumber keyakinan kita - pengetahuan bahwa Tuhan meminta kita untuk memperbaiki keadaan yang tidak pasti.

Inilah arti kebebasan dan kepercayaan kita- mengapa pria dan wanita dan anak-anak dari tiap ras dan tiap keyakinan bisa ikut dalam perayaan di lapangan yang indah ini dan mengapa seorang pria yang ayahnya lebih 60 tahun lalu mungkin tidak dilayani di restoran, sekarang bisa berdiri di depan anda untuk diambil sumpahnya sebagai presiden.

Jadi marilah kita hari ini mengenang siapa kita dan sejauh mana jalan yang kita tempuh. Pada tahun kelahiran Amerika, pada bulan yang terdingin, sekelompok patriot berkumpul di depan api unggun yang mulai padam di bantaran sungai yang beku. Ibukota telah ditinggalkan, musuh terus maju, salju tampak berlumuran darah. Pada saat itu, ketika nasib revolusi kita sangat diragukan, bapak bangsa kita memerintahkan supaya kalimat berikut dibacakan kepada semua rakyat Amerika:

“Beritahukanlah pada dunia masa depan, bahwa di tengah musim dingin, saat apapun tiada kecuali harapan dan kebajikan - bahwa kota-kota dan negara, waspada akan bahaya bersama, akhirnya bersatu untuk menghadapinya.”

Amerika; Dalam menghadapi musuh bersama, dalam masa sulit kita ini, mari kita ingat kata-kata emas itu. Dengan harapan dan kebajikan, mari kita hadapi bersama sekali lagi sungai beku ini dan bertahan dari badai apapun yang akan tiba. Biarkan cucu-cucu kita berkata bahwa kita telah diuji dan kita tidak akan mengakhiri perjalanan ini, bahwa kita tidak mundur dan mata kita terpaku ke ufuk fajar dan dengan berkat Tuhan, kita meneruskan berkah kebebasan dan mengantarkannya dengan selamat bagi generasi masa depan. (sumber: antara.co.id)

Ketuma

Bangsat!
Dialah yang paling indah
terekam dalam memori...

BANGSAT! Perkenankan beta berbagi tentang kata yang hampir pasti tidak menyenangkan hati tuan dan puan. Bangsat! Beta tidak sedang mendamprat siapa-siapa. Ini kata bersejarah buat beta. Ada kenangan personal. Sarat makna. Terekam indah dalam memori sampai detik ini.

Pertama "kudapat bangsat" bukan dari orangtua. Bukan juga para guru. Terima kasih untuk ayah dan ibu untuk peringatan berulang bahwa kata itu tabu untuk seorang anak. Terima kasih buat guru-guruku sejak SD di kampung hingga perguruan tinggi di kota KASIH. Mereka tidak sekalipun mendampratku dengan kata-kata itu. Terima kasih para sahabat yang anti kata bangsat dalam bergaul.

Pertama kudapat "kata bangsat" ketika menjadi wartawan muda penuh semangat di awal 1990-an. Seorang pejabat Flobamora begitu marah karena ketidakberesan di unit kerjanya kupublikasikan. Sambil menatapku dengan "muka merah menyala" dan kumis bergetar, dia menghardik, "Bangsat lu wartawan!"

Dia kemudian merobek-robek koran. "Lu memang bangsat!" katanya sekali lagi lalu memasuki ruang kerjanya. Meninggalkan beta yang termangu menerima risiko profesi. "Jangan terbawa emosi. Terimalah dengan akal sehat." Begitu yang selalu diingatkan guru jurnalistikku, Valens Goa Doy, Julius Siyaranamual, Damyan Godho, Marcel Weter Gobang serta para senior lainnya.

Dampratan pejabat itu ternyata membawa hikmah. Pulang ke kantor langsung kubuka Kamus Umum Bahasa Indonesia -- menuruti pesan klasik Valens Goa, Julius, Damyan, "Baca kamus itu mutlak bagi wartawan!

Dan, beta terpingkal-pingkal menyadari ketidaktahuan sekian lama. Ternyata bangsat tak sekadar kata. Bangsat adalah bagian dari keseharianku sejak bocah. Dia nama hewan. Kutu busuk alias bangsat alias kepinding. Wajar jika orang berteriak "bangsat" mengingat perilaku hewan ini memang menjengkelkan. Bikin marah. Kutu pengisap darah segar. Bisa dimengerti kalau dinamai kutu busuk karena baunya sungguh busuk. Ciri makhluk ini meninggalkan bau menyengat kalau tersentuh tangan manusia saat dia menggigit.

***
LAHIR dan menghabiskan masa kecil di kampung yang udik, hari-hariku akrab dengan bangsat alias kutu busuk. Masih berlanjut saat mahasiswa. Maklumlah, mahasiswa yang hidup di kos zaman itu malas menjemur tikar, kasur, bantal dan kursi. Kasur, tikal atau batal yang kotor dan lembab adalah hunian ternyaman bagi si bangsat.

Selain bangsat atau kutu busuk alias kepinding, masa kecil di kampung juga akrab dengan ketuma dan kutu kepala. Kaum ibu dan para gadis duduk di beranda rumah mencari kutu kepala atau ketuma adalah pemandangan lazim di kampung. Agar kutu tak riang menghuni kepala, mesti rajin mencari dan membinasakannya. Juga rutin menjemur pakaian karena ketuma doyan hidup dalam lipatan pakaian, terutama celana. Mengapa ketuma hidup makmur? Di zaman susah dulu koleksi pakaian terbatas. Orang kampung memakai baju dan celana yang itu-itu saja. Ditambah malas cuci pakaian dan mandi, berbiaklah kawanan ketuma dan kutu kepala.

Tuan dan puan yang hidup di zaman ini -- terutama di perkotaan -- barangkali jarang bahkan belum pernah melihat rupa makhluk kecil bernama bangsat, ketuma dan kutu kepala. Kendati demikian, semoga melalui buku literatur -- mengetahui wujud "kejahatan" ketiga jenis kutu tersebut bagi manusia. Ketiganya sama-sama menjengkelkan karena mengisap darah manusia. Kutu busuk, ketuma dan kutu kepala membuat tidur tak nyaman.

Seandainya ada yang mau membuat riset hari-hari ini, beta dapat memberi gambaran bahwa populasi bangsat, ketuma dan kutu kepala telah menurun drastis. Masa keemasan bangsat dkk telah berlalu. Kehidupan mereka tidak cuma terusik, tapi tergilas oleh kemajuan produk sabun dan komestika. Juga makin entengnya kita mendapatkan pakaian serta kebiasaan rutin mandi. Aroma sabun, shampo dan beragam merk wangi- wangian kosmetika menjauhkan bangsat, ketuma dan kutu kepala dari manusia. Bahkan membinasakannya!

Yang tersisa adalah warisan. Warisan mental dan cara kerja bangsat dkk. Mentalitas pengisap darah, isap keringat orang lain, memeras, tak peduli dengan penderitaan sesama. Bangsat! Bukankah kata itu riuh bergaung di beranda Flobamora ketika seseorang marah?

Tahun 2009. Tahun kerbau tanah. NTT dapat DIPA Rp 12,2 triliun. Flobamora mendapat "kado" tahun baru berupa gizi buruk dan diare yang menelan korban jiwa. Perlukah memandang kawanan ketuma, kutu busuk dan kutu kepala? Bukan beta yang memutuskan! (dionbata@poskupang.co.id)


Kecebong

Air di kolam itu semakin berkurang
Yang tidak pindah mati kekeringan...

ALKISAH hiduplah sekawanan kecebong di dalam sebuah kolam yang tak seberapa luas. Larva binatang amfibi yang hidup dalam air, bernapas dengan insang serta berekor itu tak terhitung jumlahnya. Di antara sekian banyak kecebong, ada seekor yang merasa gundah dengan kondisi lingkungan, populasi kecebong yang amat gemuk dan ancaman musim kemarau.

Ia sering meloncat-loncat ke atas air untuk melihat apakah ada tempat yang lebih besar untuk mempertahankan hidup bila musim kemarau berkepanjangan tiba. Setelah beberapa kali memantau, ia melihat ada satu kolam yang lebih luas dengan air yang lebih banyak. Dia mulai menyusun rencana untuk migrasi ke sana.

Kecebong 'cerdas' ini tidak egostis. Dia mengajak teman-temannya untuk migrasi ke kolam yang lebih besar tadi. Tetapi mereka umumnya menolak dengan keras. "Di sini kan sudah hidup nyaman dan enak, makanan tersedia, teman banyak. Jadi, untuk apa pindah ke tempat baru yang belum tentu lebih baik?"

Kecebong itu sedih mendengar pernyataan teman-temannya yang hanya melihat kondisi sekarang. Mereka pro kemapanan, tidak mengantisipasi tantangan dan ancaman yang bakal dihadapi di masa depan. Sedangkan dia selain menikmati hidup, juga selalu peka dengan keadaaan sekitar. Saban hari ia memperhatikan kedalaman air kolam tempat mereka tinggal.

Sampai suatu hari ia melihat air kolam sudah menurun drastis. Ia pun bertekad segera meloncat ke kolam yang lebih besar. "Bila tidak mengambil risiko sekarang, tidak akan ada kesempatan lagi. Kesempatan tidak datang dua kali," begitu pikirnya. Ia sadar karena kecebong memiliki daya loncat terbatas, ia tidak akan bisa lagi melompat ke kolam sebelah bila ketinggian air tidak mencukupi.

Maka meloncatlah kecebong itu ke kolam yang lebih besar dan selamatlah hidupnya. Di sana dia berenang bebas karena air lebih dari cukup. Musim kemarau panjang akhirnya tiba, Air di kolam kecil itu semakin berkurang dan akhirnya habis. Kawanan kecebong yang tidak mau pindah mati kekeringan (The Best Chinese Life Philosophies, Leman).

Beta yakin tuan dan puan sudah pernah mendengar atau membaca kisah kecebong itu. Suatu analogi spirit Wu Chang tentang perubahan berkelanjutan dalam kondisi apa pun eksistensi kita sekarang. Wu Chang mengajak siapa pun untuk berani keluar dari zona nyaman (comfort zone) kemudian melakukan adaptasi, perubahan, dan mau belajar seumur hidup.

Spirit itu mensyaratkan keberanian. Keberanian menanggung risiko. Berani melawan arus dengan membuat kebijakan yang tidak populer sekalipun. Sayang sekali, yang pahit ini harus dikatakan. Tak banyak kita temukan di beranda Flobamora hari ini! Langka nian tokoh yang peka, peduli, antisipatif dan siap menanggung risiko seperti kecebong 'cerdas' dalam cerita di atas. Begitu banyak orang yang takut kehilangan kursi dan kuasa. Takut keluar dari zona nyaman.

Siapakah yang resah dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) setiap bulan? Adakah yang gundah menyaksikan antrean panjang rakyat menunggu beras untuk masyarakat miskin (raskin)? Kita nyaman dengan situasi itu. Bangga dan senang. Menanti pujian karena menyalurkan BLT dan raskin tepat waktu. Keberanian kita sekadar menghukum 'pencuri-pencuri' kecil di kampung.

Ketergantungan pada beras dari luar Flobamora telah mencapai titik mencemaskan. Kita asyik-asyik saja mematuhi kebijakan yang salah. Tiada kritik, tiada protes. Tiada perlawanan! Tiada klarifikasi bahwa pangan itu tidak identik dengan beras. Di mana kaum cerdik pandai Flobamora? Di mana gerang akademisi di kampung besar kita? Kita terlalu kaya dengan cendekiawan yang nyawan. Nyaman dan bangga sebagai tim ahli. Tim pakar, penasehat intelektual para pembesar. Cendekiawan yang ramai-ramai menjadi caleg!

Tahun 2009 belum genap sebulan. Sebelas anak NTT telah meregang nyawa akibat penyakit diare dan gizi buruk. Siapa berani mengaku salah? Listrik mati hidup, air mengalir sekali sepekan, sampah menggunung berbau anyir, jalan-jalan berlubang hingga truk dan sepeda motor terperosok mencium tanah. Siapa yang mau mohon maaf?

Menjadi kecebong tangguh dan inovatif sungguh tidak mudah karena eksistensinya terus diuji masyarakat. Namun, kecebong unggul selalu menjadi harapan publik. Dialah agen perubahan.

Dalam tahun tikus yang baru berlalu, Flobamora berjingkrak dengan 12 pesta pilkada langsung. Pesta demokrasi sepanjang tahun. Meriah sekaligus melelahkan. Habiskan dana ratusan miliar. Telah lahir para pemimpin baru lewat pilkada.

Sesaat lagi akan muncul deretan pemimpin legislatif. Jumlahnya ribuan orang. Semoga muncul seekor dua kecebong anti- kemapanan. Lahir pemimpin yang ada greget-nya! Agar Flobamora yang kaya ini tidak terus terkulai mati dalam gelimang anggaran triliunan rupiah. (dionbata@poskupang.co.id)

Mengungkap Pembunuhan Usnaat di TTU

Oleh Sipri Seko

ANSAOF Mese, Nekaf Mese! Kata-kata dalam bahasa Timor ini sudah menjadi simbol pemersatu bagi masyarakat di Timor khususnya di Timor Tengah Utara (TTU) sejak lama. Baik yang berasal dari Biboki, Insana maupun Miomafo, semua tahu arti kata-kata ini.

Kata-kata ini kalau diterjemahkan secara lurus dalam bahasa Indonesia paling tidak artinya adalah, satu jantung (ansaof mese), satu hati (nekaf mese). Bisa juga diartikan, seia sekata.

Hal ini juga berlaku dalam keluarga Talan. Diduga merasa nama baik keluarga besarnya tercoreng karena ulah Paulus Usnaat menghamili anaknya, Talan bersaudara sepakat menghabisi nyawa Usnaat yang ditahan di Polsek Nunpene, Kefamenanu. Demikian reka ulang (rekonstruksi) kasus ini yang digelar di Kefamenanu, belum lama ini.

Kasus ini menghebohkan karena diduga melibatkan Ketua DPRD TTU, Agustinus Talan. Juga karena pembunuhannya terjadi di dalam sel, dimana pengamanan dan pengawasan yang dilakukan tentu ketat. Heboh, karena tersendat-sendat penanganannya, untuk kemudian diambilalih Polda NTT sampai digelar rekonstruksi.

Oleh penyidik dari kepolisian kasus ini disebut sebagai pembunuhan berencana. Talan bersaudara, Alo, Baltazar dan Ema dalam sebuah pertemuan, merencaakan pembunuhan itu. Fakta yang diperankan dalam rekonstruksi, Agustinus Talan hadir dalam pertemuan itu dan memerintahkan para tersangka membunuh korban Paulus Usnaat.

Rekonstruksi yang dipimpin penyidik dari Polda NTT, Aiptu Buang Sine itu berlangsung lancar. Semua keterangan tersangka dan saksi dilakonkan dengan baik. Agustinus Talan yang disebut-sebut ikut terlibat dalam rencana pembunuhan ini pun sudah diperiksa di Polda NTT, Rabu (21/1/2009).

Tapi rekonstruksi itu masih menyisakan beberapa pertanyaan. Pertama, mengapa Agustinus Talan tidak dilibatkan langsung dalam rekonstruksi itu? Asas umum, persamaan di hadapan hukum harus diterapkan. Tidak boleh ada diskriminasi dalam penegakan hukum.

Kedua, mengapa tak ada satu orang anggota polisi pun yang melihat para tersangka berjalan masuk ke dalam Mapolsek Nunpene dan "dengan leluasa" membunuh tahanan Paulus Usnaat. Mengapa pula kunci ruang sel tempat Usnaat ditahan tidak dikunci pada malam kejadian?

Sangat patut menduga dan mengusut kaitan antara personel polisi di Polsek Nunpene dengan para tersangka serta aktor intelektual kasus pembunuhan ini. Juga sangat pantas mempersalahkan polisi dalam kasus ini. Sebab, keselamatan tahanan Usnaat sepenuhnya dalam pengawasan dan tanggung jawab kepolisian. Sel polisi, selain dipakai untuk menahan tersangka guna mempermudah/memperlancar proses hukum, juga untuk menjaga agar korban kejahatan tidak main hakim sendiri terhadap tersangka. Dengan kata lain, tahanan aman di tangan polisi. Namun fakta membuktikan bahwa tahanan Paulus Usnaat justeru tewas di dalam sel. Bisa dikatakan bahwa Usnaat tewas "di tangan polisi". Maka polisi harus bertanggung jawab.

Di sini Baltazar, Alo dan Ema harus berani bersuara di tingkat penyidikan, penuntutan maupun di persidangan nanti. Siapa aktor intelektual kasus ini harus diungkap. Juga apakah ada "kerja sama" dengan petugas kepolisian dalam kasus ini, juga harus dibeberkan. Kita memang harus mengusung prinsip asas pra duga tak bersalah dalam hal ini. Namun dari rangkaian rekonstruksi, mencuat sejumlah kejanggalan mengenai keberadaan dan posisi polisi (setidaknya petugas piket) dalam kasus pembunuhan ini.

Kasus ini sudah menjadi pembicaraan umum. Berbagai aksi, reaksi dan opini masyarakat bermunculan. Ada yang menyebutnya sebagai kasus kriminal murni, namun ada yang menyebutnya bermuatan politis. Kita percaya polisi mempunyai cara sendiri untuk mengungkap semuanya. Profesionalisme polisi benar-benar diuji dalam penanganan kasus ini.

Penyelesaian akhir kasus ini tetap dinantikan. Apapun ending dari proses hukum yang sedang berjalan ini, ada kata-kata bijak orangtua begini, "sepandai-pandainya seseorang berusaha menutupi aib, namun darah manusia yang ditumpahkannya akan terus mencari keadilan". *

SYALOM