Sabtu, 02 April 2011

Atletik Awali Perjalanan ke Riau

PELAKSANAAN PON XVIII 2012 baru akan dilaksanakan di Pekanbaru, Riau, September 2012 nanti. Namun, untuk mencapainya, semua cabang harus menyeleksi atletnya melalui kualifikasi (Pra) PON.

Tanggal 21 Maret lalu, Ketua Harian KONI Propinsi NTT, Ir. Esthon Leyloh Foenay, M.Si, secara resmi membuka pelaksanaan pelatda Pra PON XVIII. Mungkin, dalam sejarah baru kali ini KONI Propinsi NTT melaksanakan pelatda secara serentak untuk semua cabang olahraga. Delapan cabang langsung direkomendasikan untuk mengikuti Pra PON karena prestasinya, sementara lima lainnya dipertimbangkan.

Dalam pelatda ini, KONI NTT membentuk sebuah satgas yang diketuai Ir. Benny Ndoenboey, M.Si. Satgas ini bertujuan untuk menyukseskan impian KONI NTT mencapai prestasi tinggi sama seperti PON XVI 2004 dengan meraih delapan medali emas, empat perak dan empat perunggu. Impian yang berat. Tapi tidak ada yang mustahil kalau ada keseriusan. Hanya satu prinsip, lawan berlatih, saya juga. Dia latihan satu kali, saya tiga kali atau lebih. Prinsip ini memang harus ditanamkan dalam diri atlet dan pelatih agar prestasi bukan lagi sesuatu yang mustahil tetapi bisa digapai.

Sanggupkah KONI Propinsi NTT menjalankan misi menggapai prestasi tinggi? Cabang atletik mengawali perjalanan kontingen NTT ke Pekanbaru, Riau. Tiga atlet, Oliva Sadi, Adriana Waru dan Mery Paijo langsung lolos. Sementara Adnan dan Fany Dede meski rangkingnya sudah masuk ketentuan, namun harus menunggu hingga akhir kualifikasi. Apakah ini langkah awal yang bagus?

Ketua Harian Pengprop PASI NTT, Drs. Ary Moelyadi, M.Pd, dengan optimis mengatakan tekadnya untuk mengembalikan kejayaan atletik NTT. Ia bertekad atletik kali ini akan pulang dengan medali emas, sama seperti tahun 2004 lalu. Tekad itu muncul bukan karena Oliva Sadi sudah kembali ke NTT, tapi Ary Moelyadi dkk sudah punya strategi baru memunculkan atlet lain yang akan membuat kejutan.

Bagaimana dengan cabang lain? Tantangan sesungguhnya untuk menyamai prestasi 2004 adalah di Pra PON. Bagaimana mengukur kualitas diri, persiapan dan kekuatan lawan, hasil kualifkasi harus jadi tolak ukur. Artinya, kita jangan dulu (hati- hati) bercerita atau berkoar kalau di Riau nanti, NTT akan mampu mencapai prestasi yang lebih tinggi dari 2004. Baru ada tiga atlet yang sudah pasti lolos. Itu pun mereka belum tentu bisa meraih medali emas. Karena itu, persiapan cabang lain harus terus diperketat.

Satgas yang dibentuk jangan hanya nama di atas kertas. Satgas yang ada harus benar-benar memantau persiapan yang dilakukan cabang-cabang. Satgas tidak boleh ego cabang. Satgas harus mengayomi dan memperhatikan semua cabang. Mengapa demikian? Karena untuk mencapai prestasi tinggi, tak mungkin hanya mengandalkan satu cabang untuk meraih prestasi. Terkadang, yang diandalkan pun akan keok, kalau lupa diri sehingga kalah akibat kurang persiapan.

Cabang kempo dan tinju misalnya. Selalu menyumbang medali emas dalam tiga PON terakhir, kali ini mereka kembali ditantang untuk berbuat lebih. Sebagai cabang super prioritas bersama atletik dan taekwondo, mereka akan menjadi rujukan prestasi bagi cabang lain. Artinya, kita tidak hanya bisa bertepuk dada dan bernostalgia bahwa saya dulu bisa merebut medali emas, tapi bangkitkan tekad yang dulu bisa juara meski tidak ada pelatda.

Mengapa demikian? Kalau merujuk dari prestasi yang diraih anak-anak NTT di kejuaraan-kejuaraan nasional maupun internasional, tampaknya meraih minimal sembilan medali emas bukanlah hal yang berat. Namun harus diingat bahwa suhu dan nuansa PON berbeda. Berlatih bertahun-tahun, hanya dalam hitungan detik, seorang atlet bisa saja kalah. Kondisi ini sudah banyak dialami anak-anak NTT.

Kalau demikian, selama pelatda ini faktor non teknis harus diperhatikan. Non teknis saat berlatih maupun kualifikasi. Seorang atlet juara sekalipun, bisa saja tidak lolos PON kalau pelatihnya tidak berhitung tentang lawan, wasit, panitia, penonton dan lainnya saat kualifikasi.

Kita tidak perlu berkecil hati. Keyakinan akan kualitas diri yang dimiliki dan harus menjadi yang terbaik akan menjadi motivasi tinggi untuk juara. Minim dana bukan jadi halangan untuk berprestasi. Oliva Sadi dkk harus diberi tekad untuk menjadi juara karena kualitas dirinya bukan karena jatah. Mereka harus diasah untuk mendapatkan kemampuan terbaiknya dengan tulus. *

SYALOM