Selasa, 25 November 2008

Menunggu Keseriusan Polisi di NTT

Oleh Dion DB Putra
KETIKA sebagian warga masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) mungkin telah lupa dan kehabisan harapan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghidupkan kembali harapan akan datangnya keadilan di bumi Flobamora. Sesuai cara kerja mereka yang tak banyak cakap, KPK datang ke Kupang dan melakukan gelar perkara penanganan kasus-kasus korupsi di Propinsi NTT.

Empat kasus korupsi yang sebelumnya dihentikan penyidikannya oleh aparat kepolisian di NTT bakal dibuka kembali oleh KPK. Penyidikan ditangani bersama KPK dan Polda NTT. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Resese Kriminal Kepolisian Daerah NTT, AKBP Mohamad Slamet, dua dari empat kasus yang digelar hari Kamis (20/11/2008), terdapat di Kabupaten Kupang. Dua kasus lainnya di Kota Kupang dan Belu.

Keempat kasus tersebut adalah kasus korupsi pengadaan kapal ikan di Kabupaten Kupang yang merugikan negara Rp 294 juta lebih yang diduga melibatkan Bupati Kupang, Drs. IA Medah. Kasus korupsi dana operasional di DPRD Kabupaten Kupang tahun 1999-2004 yang merugikan negara Rp 1 miliar, kasus korupsi dana operasional DPRD Kota Kupang tahun anggaran (TA) 1999-2004 senilai Rp 2,5 miliar, dan kasus korupsi dana tunjangan anggota DPRD Belu TA 1999-2004 senilai Rp 954.683.382. Total kerugian negara dari keempat kasus tersebut bukan jumlah yang sedikit.

Bukan pertama kali media massa lokal NTT dan media massa nasional memberitakan kasus dugaan korupsi tersebut. Dalam catatan kita, media massa memberi ruang yang cukup memadai terhadap berita tersebut. Perkembangannya dilaporkan secara rutin. Dalam spirit transparansi dan demi penegakan hukum, pers mengungkap fakta dan data. Sejumlah komponen masyarakat juga mendukung kerja polisi dengan memberikan data pendukung serta dukungan moril. Namun, semua tahu dan maklum. Setelah BAP-nya bolak-balik sekian kali, kasus-kasus tersebut berakhir dengan SP3. Prosesnya berhenti tanpa penjelasan memadai mengapa berhenti.

Masyarakat pencari keadilan sebatas tahu bahwa penyidikan suatu kasus dihentikan (SP3) karena tidak ditemukan cukup bukti. Apabila ingin membuka kembali kasus tersebut, penyidik membutuhkan novum atau bukti baru. Seperti diakui Slamet, peluang membuka kembali kasus itu terbuka lebar sepanjang ada novum.

Menurut pandangan kita, KPK telah menunjukkan keseriusannya untuk membuka kembali kasus ini bersama penyidik Polda. Kehadiran KPK di Kupang tidak sekadar menjalani tugas rutin. Lembaga itu telah meraih kepercayaan publik yang luar biasa besar karena sikap profesional yang mereka tunjukkan. Mereka telah menunjuk bukti berupa daftar panjang para koruptor yang masuk penjara karena menggarong uang rakyat. KPK akan memantau kinerja penyidik kepolisian di NTT dalam menangani kasus-kasus tersebut.

Penyidik Polri di sini hendaknya tidak tinggal diam karena masyarakat menunggu kelanjutan aksi yang lebih konkret. Tentu dibutuhkan kerja keras dan kerja secara cerdas untuk mendapatkan bukti baru. Korupsi merupakan kasus yang rumit dan pelik. Banyak cara yang harus ditempuh guna mengumpulknan bukti agar seseorang dapat diproses atau tidak.

Menangani kasus korupsi pun menghadapi banyak kendala, cobaan dan godaan. Jika mudah putus asa dan enteng tergoda , maka kehadiran KPK menggelar ulang kasus dugaan korupsi di atas tidak ada manfaatnya apa-apa. Kita akan kembali ke persoalan yang sama yakni penyidikan kasus korupsi jalan di tempat dan mereka yang diduga terlibat hidup bebas merdeka.

Kiranya diingat bahwa catatan penegakan hukum di Nusa Tenggara Timur selama era reformasi masih jauh dari menggembirakan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Khsus kasus tindak pidana korupsi, tidak sedikit pejabat publik yang lolos dari jeratan hukum. Kenyataan seperti itu tidak boleh terulang. Yang bersalah harus diproses secara hukum agar keadilan sungguh ditegakkan di tengah masyarakat Flobamora. **

Menangislah Bila Harus Menangis

Menangislah bila harus menangis
Karena kita semua manusia
Manusia bisa terluka, manusia pasti menangis,
dan manusia pun bisa mengambil hikmah

KAPAN
kali Anda menangis? Saat menonton film sedih, saat bertengkar dengan kekasih, atau sudah lama tidak menangis? Seharusnya Anda tak perlu takut mencucurkan air mata. Seperti sepenggal lirik dari lagu Air Mata yang dinyanyikan oleh grup band Dewa di atas. Sebagai manusia, wajar jika kita menangis, baik pria maupun wanita. Apalagi, menangis banyak manfaatnya.

Menurut penelitian, perempuan menangis sekitar 47 kali dalam setahun, sedangkan laki-laki hanya tujuh kali. Tingginya hormon prolaktin dalam tubuh wanita diduga jadi penyebabnya.

Sebuah penelitian yang dilakukan para ahli di Amerika Serikat menyebutkan, 9 dari 10 orang mengaku merasa lebih lega setelah menangis. Bahkan, para ahli juga percaya kalau menangis bisa menyembuhkan sakit dan meningkatkan kadar hormon adrenalin.

"Menangis adalah pelepasan emosi yang paling tepat saat kita tak bisa mengungkapkannya lewat kata-kata," kata Dr Simon Moore, psikolog dari London Metropolitan University. Menurut Profesor William Frey, ahli tangis dari AS, air mata yang dikeluarkan saat kita sedang emosional mengandung hormon endorphin atau stres sehingga bisa membuat perasaan lebih plong. Menangis juga diketahui bisa menurunkan tekanan darah dan denyut nadi.

Bila ada yang masih takut disebut cengeng karena menangis, sebaiknya simak manfaat dari mencucurkan air mata berikut ini.

* Minta tolong
Tak semua hal bisa diungkapkan lewat kata-kata. Demikian juga saat kita sedang membutuhkan bantuan orang lain. Saat air mata mengalir, ini bisa jadi tanda Anda butuh dibantu. Tangisan juga kerap menimbulkan rasa iba orang lain.

* Melepas stres
Setelah menangis hati yang sesak pun langsung terasa lega. Penelitian pun menunjukkan bahwa air mata yang keluar bisa melegakan rasa stres.

* Meredakan sakit
Sebuah studi yang dilakukan di Jepang menunjukkan, orang yang lebih sering menangis lebih jarang mengalami sakit encok. Para ahli menduga hal itu berkaitan dengan dikeluarkannya hormon endorphins atau hormon antisakit saat kita menangis.

* Lebih kuat
Selama dan setelah menangis kita akan menarik napas dalam sehingga kadar oksigen dalam darah meningkat. Hal ini akan membuat mental dan fisik terasa lebih kuat.

Melihat banyaknya manfaat dari tangisan, para peneliti di AS kini merekomendasikan terapi menangis untuk orang-orang tertentu, terutama mereka yang punya kesulitan dalam mengekspresikan emosinya. (the sun)

Tinggal Sesaat Kami Melihat Tuan...

Dari Pemakaman Umbu Mehang Kunda (2)

Oleh Gerardus Manyella dan Adiana Ahmad

PENGANUT kepercayaan marapu meyakini kematian sebagai peristiwa penting dalam kehidupan seseorang menuju kebahagiaan sejati. Walau sudah dibaptis menjadi penganut Kristen, baik Protestan maupun Katolik, masyarakat Sumba Timur khususnya dan Sumba umumnya, masih meyakini kepercayaan warisan leluhur itu, sehingga setiap kematian, tata upacara pemakaman dilakukan secara marapu.

Ada yang melakukan seremoni itu secara sederhana, ada pula yang spektakuler dengan memotong ratusan ekor hewan, dihadiri ratusan rombongan adat. Semuanya tergantung strata sosial di masyarakat. Yang jelas tata upacara pemakaman umbu maramba berbeda dengan hamba atau papanggang. Jika yang meninggal dunia keturunan bangsawan atau raja, apalagi ekonomi sanak keluarga tergolong mampu, maka tata upacaranya betul-betul spektakuler. Meriah, gegap gempita. Prestise keluarga dipertaruhkan.

Bagi pemeluk marapu, upacara pemakaman atau penguburan merupakan saat-saat penting untuk melapangkan jalan arwah ke Parai Marapu (surga). Diyakini seseorang tidak dapat menuju Parai Marapu jika tidak ada pertolongan dari leluhur sehingga perlu dilakukan upacara menurut adat istiadat di tanah seribu batu kubur itu. Besarnya arti kematian dapat dilihat dari megahnya kubur megalitik atau batu kubur. Kemewahan sebuah upacara penguburan bervariasi, tergantung status sosial orang yang meninggal dan kemampuan ekonomi keluarga yang menyelenggarakan upacara pemakaman itu. Semakin mampu keluarga yang meninggal semakin megah batu kuburnya dan semakin mahal ongkosnya.

Walau peradaban bangsa ini sudah maju, masyarakat Sumba Timur khususnya dan Sumba umumnya, tetap melestarikan tata upacara pemakaman warisan leluhur tanah marapu itu. Kepercayaan terhadap tata upacara pemakaman marapu tak pernah memandang jabatan, pangkat dan status sosial semasa hidup. Bagi masyarakat Sumba Timur, kematian adalah urusan keluarga, urusan marga sehingga embel-embel jabatan yang diemban semasa hidup ditanggalkan, apalagi strata sosial orang yang mati berasal dari keluarga bangsawan atau turunan raja seperti Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur periode 2005-2010 yang meninggal dunia Sabtu 2 Agustus 2008 lalu.

Jenazah Umbu Mehang Kunda disimpan selama 102 hari di uma bokul (rumah besar) di Kampung Prai Awang, Rende, dan baru dimakamkan Senin, 10 November 2008, melalui prosesi adat marapu pemakaman raja-raja Sumba. Semalam sebelum jazad almarhum dihantar ke liang lahat, dilantunkan kisah hidup dan silsilah almarhum Umbu Mehang Kunda melalui nyanyian oleh para wunang (juru bicara) diikuti tangisan papanggang (hamba) perempuan di samping kiri dan kanan jenazah yang disemayamkan di uma bokul (rumah adat).

Para wunang duduk berjejer di balai-balai uma bokul, tepat di pintu masuk menuju tempat persemayaman jenazah. Syair-syair adat dengan bahasa yang dalam dan sulit diterjemahkan terus dilantunkan. Iramanya seperti kidung kematian diawali dengan nada yang sangat tinggi, semakin larut malam nadanya semakin menurun, merdu dan haru. Koor dan solo sahut menyahut diiringi gong irama kandaki manaih.

Menurut Umbu Maramba Hau alias Umbu Maramba Meha, juru bicara keluarga anamburung, nyanyian para wunang selain mengisahkan turun temurun dan perjalanan hidup almarhum, juga memohon kepada Mawulu Tau Maji Tau (sang pencipta manusia yang digambarkan sebagai perempuan yang disebut Ina Pakawurungu (ibu sejagat raya) dan Ama Pakawurungu yang disebut ama ndaba (bapak sejagat raya). Masyarakat Sumba Timur yang masih meyakini kepercayaan marapu percaya kalau Ina mbulu dan Ama ndaba adalah orang yang bermata dan bertelinga besar, Na mabakulu wua mata-na ma mbalaru kahilu, yang dapat melihat dan mendengar dengan sempurna apa yang dikatakan atau permohonan orang hidup dan mengetahui setiap perbuatan manusia. Mereka itulah yang memberikan kesuburan dan kesejahteraan di bumi sandelwood.

Sedangkan tangisan papanggang wanita menyesali mengapa armarhum meninggal. Bagaimana sudah? "Kami tak berkuasa melepas kepergian tuan, kami hanyalah manusia biasa, kami hanyalah orang tak berdaya, yang kami miliki hanyalah tangisan." Saat menangis para papanggang juga memohon kepada Ina mbulu dan Ama ndaba untuk mendengar keluh kesah dan melihat duka nestapa yang mereka alami. Mereka sudah tak berdaya karena ditinggal pergi sang raja, tuan yang dihormati dan disegani, tuan yang mengayomi mereka. Tangisan ini dilantunkan sejak jenazah almarhum disemayamkan di uma bokul.

Semalam sebelum jenazah dihantar ke liang lahat, para papanggang semakin sedih. "Tinggal semalam kami menyembah tuan, tinggal sesaat kami melihat tuan, sebentar lagi tuan akan pergi, pergi meninggalkan kami. Kami siap mengantar tuan menuju alam yang sejahtera."

Menurut Umbu Maramba Hau alias Umbu Maramba Meha, itulah isi singkat dari nyanyian para wunang dan tangisan papanggang menjelang hari pemakaman jenazah almarhum. Nyanyian dan tangisan ini, katanya, bukan hanya untuk almarhum Umbu Mehang Kunda, tapi untuk kematian bangsawan atau raja-raja lain. Cuma pesan yang disampaikan sesuai dengan kesan semasa hidup.

Almarhum Umbu Mehang Kunda adalah orang yang menentang pemberlakukan kasta antara bangsawan dengan papanggang atau hamba. Sejak almarhum menjabat Bupati Sumba Timur tahun 2000, dia melarang kultur pemakaman raja-raja yang diikuti dengan papanggang atau hamba, karena melanggar hak asasi manusia. Ini dibuktikan ketika beliau dimakamkan. Tidak ada papanggang atau hamba setia yang ikut dikuburkan bersama beliau.

Menurut Umbu Maramba Hau, semasa hidupnya Mehang Kunda melarang raja-raja di Sumba Timur mati membawa hamba atau papanggang. Beliau meminta keluarga anamburung memberikan contoh. Apalagi keluarga anamburung telah mengharamkan itu sejak nenek moyang mereka. Keluarga anamburung sangat menghormati dan menghargai sesama manusia sehingga tidak membiasakan raja mati diikuti hamba setia.

Kembali ke nyanyian para wunang dan tangis papanggang. Kidung-kidung yang dilantunkan para wunang juga memohon ampun atas salah dan dosa almarhum semasa hidup dan meminta sang penguasa jagat memberikan jalan yang lebar agar arwahnya tak terhambat saat menuju Prai Marapu (surga).

Malam itu juga disembelih seekor babi jantan dan lima ekor ayam untuk dilihat hati dan tali perutnya. Hati babi dan tali perut ayam Ama bokol hama (Pendeta Marapu) untuk mengetahui isi hati almarhum kepada sanak keluarga yang ditinggalkan. Jika almarhum atau nenek moyang marah, hati babi atau tali perut ayam memberi tanda khusus. Seperti apa hasilnya? (bersambung)

Wasit: Berkuasa dan Dicerca

DI Inggris sedang ada kampanye besar-besaran untuk menghormati wasit. Sebuah ide mulia dan memang seharusnya, tetapi juga sebuah absurditas mengingat evolusi atau bahkan revolusi yang telah terjadi dalam dunia sepakbola.

Sepakbola, seperti juga permainan lain, awalnya adalah sebuah permainan untuk sekadar bersenang-senang, melupakan rutinitas kehidupan sehari-hari. Sebuah permainan untuk membantu membangun karakter pribadi dan kolektif. Selesai bertanding orang boleh tidak puas, puas, menggerutu, bergembira, bersedih, tapi kemudian melupakan semuanya dan kembali ke kehidupan sesungguhnya. Kembali ke rutinitas sehari-hari.

Tetapi kini sepakbola bagi mereka yang terlibat dalam dunia sepakbola ini adalah kehidupan itu sendiri. Sepakbola telah menjadi ekspresi pribadi, sosial, politik, dan ekonomi. Nilai kehidupan tergantung padanya.

Dalam situasi ini sangatlah absurd bila hakim, administrator, arbitrator, penentu hitam putihnya di lapangan, masih juga dipegang tunggal oleh wasit -- kecuali kalau wasit adalah entitas maha sempurna tentunya.

Setiap pekan kita bisa melihat sendiri bagaimana wasit sering melakukan kesalahan. Murni bukan kesengajaan. Entah karena lalai, tidak melihat dengan jelas, pemain yang dengan cerdik berpura-pura, dan berbagai sebab lain.

Para komentator sepakbola ataupun penonton televisi diuntungkan oleh replay yang kadang sampai berulang-ulang dengan sudut beragam, tetapi wasit tidak punya kemewahan itu dan harus mengambil keputusan seketika. Betapa susahnya.

Bayangkan perumpamaan ekstrim ini. Dalam pertandingan penentuan degradasi Premier League seorang wasit memutuskan tendangan penalti di detik terakhir dan menjadi penentu kemenangan-kekalahan sebuah tim. Kalau keputusan itu benar tidak akan menjadi masalah. Atau menjadi masalah tetapi dengan dimensi yang lain. Tetapi bagaimana kalau salah?

Satu keputusan salah itu jutaan poundsterling nilainya. Juga bisa merupakan garis tipis dipecat tidaknya seorang manajer, hengkangnya para pemain bagus dari klub bersangkutan, menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi mereka yang terlibat menjalankan kehidupan keseharian klub. Belum lagi berbicara dampak psikologis kolektif bagi pendukung yang kalah secara tidak adil.

Para sejarawan sepakbola tentu tidak akan melupakan babak kualifikasi Piala Dunia 1970 antara Honduras dan El Savador tahun 1969. Ketegangan antara dua negara bertetangga di Amerika Tengah yang tidak ada hubungannya dengan sepakbola itu akhirnya menjadi perang terbuka, setelah kedua negara ini bertanding sepakbola. Bayangkan peran dan perasaan wasit di pertandingan itu.

Dengan taruhan yang begitu besar dan kemampuan wasit yang sangat terbatas tetapi keputusannya sangat amat menentukan, tak pelak wasit mudah sekali menjadi sasaran tembak ketidakpuasan. Terutama sekali pemain, manajer, dan penonton, serta tak ketinggalan komentator sepakbola, tidak pernah berberat tangan untuk menghujat mereka. Itulah sebabnya kampanye agar wasit dan keputusannya dihormati 100 persen adalah sebuah absurditas konyol.

Para manajer mengatakan mereka akan menghormati wasit kalau wasit bisa konsisten dan sempurna. Ini kekonyolan dalam bentuk lain. Ini seperti menuntut manusia untuk selalu sempurna setiap saat. Padahal apakah pemain juga bersikap sempurna kalau mereka sering berpura-pura menjatuhkan diri, menarik kaos lawan, dan memprotes keputusan yang sudah sempurna? Apakah manajer juga bersikap sempurna ketika menerima keputusan wasit yang salah tetapi menguntungkan timnya, tetapi begitu dirugikan segala macam perbendaharaan makian mereka keluarkan?

Masih beruntung menjadi wasit di Eropa atau di Inggris ini, coba kalau di Indonesia. Bukan sekadar hujatan yang diterima, bogem mentah dan ketupat bengkulu pun sering dilontarkan. Mengerikan. (dtc)

SYALOM