Kamis, 19 Februari 2009

Harumkan Kembali Cendana di NTT


"CENDANA harus mengharumkan kembali masyarakat NTT." Itulah harapan Menteri Kehutanan saat mencanangkan penanaman Cendana di desa Ponain, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur tanggal 12 Februari 2009 lalu.

Pencanangan tersebut merupakan bentuk upaya untuk menggugah, menggelorakan dan membangkitkan semangat masyarakat di NTT untuk menanam cendana. Menteri Kehutanan juga berharap bahwa setiap satu orang di NTT minimal mempunyai satu pohon cendana. Jika penduduk NTT 4,4 juta jiwa maka pohon cendana yang tertanam di NTT minimal sebanyak 4,4 juta pohon Cendana.

Tanaman Cendana sudah lama dikenal sebagai identitas dan kebanggaan Nusa Tenggara Timur. Namun keberadaan tanaman Cendana di NTT pada saat ini sudah sangat langka. Kelangkaan ini dimulai sejak tahun 80an sampai 90an. Keadaan tersebut disebabkan oleh eksploitasi tanaman Cendana secara besar-besaran tetapi tidak dibarengi dengan upaya rehabilitasi atau penanaman cendana kembali secara cukup seimbang dengan eksploitasinya.

Selain itu dukungan masyarakat untuk mempertahankan dan membudidayakan tanaman Cendana pada saat itu sangat rendah. Kondisi langkanya Cendana juga dipicu oleh kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Puncaknya adalah adanya Perda No 16 tahun 1986 yang mengatur penguasaan tanaman Cendana, pembinaan dan pemeliharaan, eksploitasi Cendana, penjualan dan pembagian hasil.

Dampak dari kebijakan tersebut membuat masyarakat menjadi tidak bergairah untuk melakukan budidaya tanaman Cendana. Meskipun Perda No 16 tahun 1986 tersebut, sudah dikoreksi melalui Perda No 2 tahun 1999, tetapi dinilai belum cukup efektif untuk membangkitkan gairah dan semangat masyarakat melakukan budidaya tanaman Cendana.

Upaya untuk mengembalikan kejayaan Cendana di propinsi NTT harus dilakukan bersama oleh semua pihak, khususnya di tingkat daerah. Kemauan dan semangat menanam Cendana harus terus didorong dengan kebijakan yang tepat, dan berpihak kepada masyarakat. Keberpihakan terhadap masyarakat dinyatakan dengan memberikan kesempatan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan masyarakat.

Penanaman Cendana merupakan investasi masa depan, khususnya di NTT sehingga tanaman Cendana nantinya akan benar-benar menjadi penopang yang mensejahterakan kehidupan masyarakat NTT. Penanaman Cendana di NTT ini, merupakan prakondisi terbentuknya hutan tanaman rakyat yang akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dimasa depan. Peluang itu sudah jelas tergambar di depan, karena kebutuhan kayu Cendana terus meningkat sementara stok Cendana di negara-negara produsen seperti India, Indonesia dan negara-negara Polynesia mengalami penurunan yang tajam.

Cendana di NTT mempunyai kandungan minyak terbaik di Indonesia. Kebutuhan minyak cendana dunia sekitar 200 ton per tahun. Dari jumlah itu, mayoritas disuplai dari India 100 ton atau 50%, sedang Indonesia, Australia, Kaledonia Baru dan Fiji hanya dapat menyuplai sekitar 20 ton, sehingga masih kekurangan sekitar 80 ton per tahun. Ini pasar yang menguntungkan. Sementara alam NTT sangat cocok bagi habitat tanaman Cendana. Keunggulan komparatif NTT ini tidak dimiliki oleh wilayah lain di Indonesia.

Menyadari peluang yang begitu besar dan potensi yang telah tersedia di NTT, maka Departemen Kehutanan melalui Badan Litbang Kehutanan bekerja keras melakukan upaya pengembangan Cendana melalui berbagai riset silvikultur yang paling tepat diterapkan. Saat ini telah terbangun kebun konservasi Exsitu tanaman Cendana dari berbagai populasi Cendana di NTT yaitu di Gunung Kidul Yogyakarta.

Pada saat yang tepat nanti, materi tanaman dari Kebun Konservasi di Gunung Kidul akan dikembalikan ke NTT untuk membangun Kebun benih tanaman Cendana yang dapat menopang program pengembangan tanaman Cendana. Upaya pengembangan melalui pembiakan vegetatif dengan kultur jaringan juga sudah dilakukan Badan Litbang Kehutanan untuk memenuhi kebutuhan bibit Cendana. Selain itu juga terus dilakukan upaya mencari dan membuat benih tanaman Cendana yang berkualitas unggul.

Pencanangan tanaman cendana oleh Menhut bukan merupakan awal pengembangan tanaman Cendana di NTT, karena proses ini telah lama berlangsung, tetapi pencanangan tersebut merupakan momentum untuk mengajak semua pihak, khususnya masyarakat dan Pemerintah Daerah agar fokus pada program utama pengembangan tanaman Cendana di NTT. Dengan dukungan semua pihak, kejayaan Cendana di NTT akan mampu menopang perekonomian daerah.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan. **

Yakobus

IZINKAN beta menyapa saudaraku sesama warga kota "Kasih", Yakobus Anunut dan saudariku Maria Seran. Untukmu berdua kuucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergiaan ananda tercinta, Limsa Setiana Katarina Anunut. Beta sedih dan prihatin, sama seperti banyak orang yang telah berempati dengan cara mereka masing-masing.

Bung Kobus, perkenankan beta menyapamu seperti itu. Semoga bung tidak keberatan. Dukamu adalah dukaku juga. Duka sesama saudara kita yang teriris perih mendengarmu, melihatmu menggendong ananda Limsa dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah renai hujan.

Hidup adalah tragedi. Hadapi itu, kata orang bijak bestari. Dan, Bung Kobus telah menghadapi itu dengan senyum. Dengan kepasrahan dan kasih demi Limsa. Luar biasa, beta sungguh bangga padamu. Terima kasih untuk pelajaran kasih seorang ayah. Beta mau belajar dari itu. Mau belajar tentang apa sesungguhnya makna KASIH yang sejak lama menjadi motto kota ini. Kota kita. Kupang, terbesar dan termegah di beranda Flobamora. Kupang, barometer dan pusat roda pemerintahan dan pembangunan. Pusat kekuasaan. Pusat pelayanan!

Kebanggaanku lebih penuh mengingat sikapmu menghadapi satu kata bernama pelayanan. Bung Kobus tidak menghujat atau menghakimi. Tidak menyalahkan siapa pun. Seandainya beta menjadi Bung Kobus, mungkin akan marah. Bung tidak melakukan itu meski Bung Kobus memiliki hak yang sama dengan beta serta saudara-saudari kita yang lain di sini.

Siapa jua yang mendengar bila bung marah? Bila bung menyebut Rp 30 miliar sebagai pendapatan rumah sakit rujukan di propinsi kita tahun 2008? Menyebut 75 persen dana kesehatan dari APBD kita tumpah di sana? Siapa yang peduli untuk struktur yang demikian rumit dan pelik ini? Siapa pula yang berani mengaku salah? Tiada gunanya menghujat. Toh akan sampai pada kata "tanggung jawab bersama", melempar dan berkelit. Panas sehari lalu diam bersama waktu berlalu.

Bung Kobus, kukira bung menghayati hidup adalah perjuangan, maka terimalah itu. Perjuangan bung tiada tara. Dalam ketiadaan hartamu, ketiadaan tiga ratus ribu yang sama dengan tiga perempat upah bulananmu, bung tak patah semangat. Tuhan memberi kaki dan tangan. Bung menjejak bumi karang Kupang. Jalan!!

Oh...ananda Limsa Setiana, berbanggalah pada ayahmu. Kasihnya untukmu lebih dari yang ananda bayangkan. Dia dan ibumu Maria tak pernah menghendaki kepergiaanmu yang begitu lekas. Dalam keterbatasan materi, mereka telah berusaha agar engkau sehat seperti anak-anak yang lain. Hidup adalah keberuntungan. Keberuntungan itu kiranya belum menjadi milik orang tuamu. Namun, mereka memandang hidup terlalu berharga. Mereka tidak ingin merusakkan itu. Miskin memang menyakitkan, tetapi Bung Kobus tidak meratapinya dengan cengeng.

Bung Kobus, beta mulai kehilangan kata-kata untuk menyapamu lebih lanjut. Terlalu banyak yang hendak diungkap namun kata-kataku terbatas. Kata tak sanggup mengekspresikan seluruh pikiran dan perasaan. Sebelum pamit, beta mengutip untaian kata Ibu Teresa. Untaian kata Bunda Teresa tentang kasih sebelum kematiannya yang diratapi dunia 5 September 1997.

Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan. Dan, salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk.

Saya memberitahu para suster : "Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk."

Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : " Terima kasih" lalu ia meninggal.

Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya, " Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?" Jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri.

Mungkin saya berkata, "Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya". Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya.

Lalu ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, "Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan."

Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, "Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati.

Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.

Jangan kecil hati Bung Kobus. Kukira ananda Limsa Setiana meninggal dengan senyum di wajah mungilnya. Meninggal dalam buaian kasih sang ayah yang amat mencintainya.

Bung Kobus dan Ibu Maria, Limsa tidak pernah pergi. Dia hanya pulang ke rumah Bapanya. Pulang ke "rumah" yang kita semua rindukan. Putri kecil, beristirahatlah dalam damai. (dionbata@poskupang.co.id)

Koperasi, Solusi Entaskan Kemiskinan

Oleh Sipri Seko

DENGAN tersenyum Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009), mengakui, banyak menerima short message service (SMS) dari nomor-nomor yang tidak dikenalnya. "Mereka SMS ke saya dan bilang, Gubernur NTT kok urusannya jalan-jalan saja, apa tidak ada kerjaan lain? Saya hanya tersenyum dan tidak menanggapinya. Saya tahu dari siapa SMS tersebut. Mungkin saja itu dari pejabat-pejabat yang merasa jabatannya sedang terancam karena akan ada mutasi," ujar Frans Lebu Raya.

Frans Lebu Raya yang berduet dengan Ir. Esthon L Foenay memimpin NTT lima tahun ke depan ini tidak terusik dengan tudingan-tudingan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengakui kalau dirinya bersama Esthon Foenay tahu apa yang dilakukan. Jabatan yang diembannya adalah jabatan politik, dan karena sebagai pemimpin yang dipilih secara politis, dia harus selalu dekat dengan rakyat. Dia ingin langsung melihat apa kebutuhan dan keluhan rakyat. Dia ingin langsung melihat, apakah program yang dirancang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat atau tidak.

Tak heran kalau Frans Lebu Raya berani menyatakan kegembiraannya kalau program menjadikan NTT sebagai Propinsi Jagung dan Koperasi tidaklah salah meski baru memulainya di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka. "Antusiasme dan respons masyarakat sangat tinggi. Dari Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjungi ternyata ada keinginan kuat dari masyarakat untuk menjadi anggota koperasi. Masyarakat sangat terbantu dengan keberadaan koperasi. Mereka dengan mudah mendapatkan uang di koperasi dibanding pinjam di bank. Untuk itu, saya mau ajak seluruh masyarakat NTT untuk terus mengampanyekan pentingnya koperasi," ujar Frans Lebu Raya.

Sesuai data yang diperoleh dari Kepala Dinas Koperasi dan UKM NTT, Paulus Todung, S.H, di NTT terdapat 1.625 koperasi simpan pinjam, koperasi kredit, koperasi unit desa (KUD) dan lainnya. Namun, yang tumbuh subur adalah koperasi kredit. Di Lembata ada Kopdit Ankara yang asetnya mencapai Rp 29,9 miliar dengan anggota 9.000 lebih. Di Adonara, Flores Timur, ada Kopdit Guru yang memiliki lebih dari 4.000 anggota dengan jumlah pinjaman yang ada pada anggotanya mencapai Rp 7,8 miliar. Kopdit Obor Mas di Maumere-Sikka yang memiliki total aset lebih dari Rp 60 miliar dan menjadi salah satu kopdit terbaik di Indonesia.

Koperasi-koperasi yang tumbuh subur dan berkembang pesat ini ternyata murni dibentuk oleh masyarakat. Kesadaran untuk meningkatkan taraf hidupnya lewat koperasi membuat mereka sangat disiplin dalam pengembalian pinjaman. Hal ini sangat berbeda dengan KUD bentukan pemerintah. "KUD yang ada sekarang ini hidup enggan mati tak mau. Dia ada tapi tidak bisa dibilang mati apalagi berkembang," ujar Lebu Raya.

Masalahnya 'sepele,' dimanjakan dengan bantuan modal dari pemerintah sehingga motivasi dan orientasi untuk mengembangkannya sangat sedikit. Tidak ada kemandirian dan pengurus dan anggotanya karena terus dibantu. Pengurusnya lebih banyak yang hanya menginginkan jabatan dan tambahan penghasilan, sementara anggotanya tidak disiplin dalam pengembalian karena tidak ada sanksi yang akan menjeratnya.

Kondisi yang bertolak belakang ini akan menjadi tantangan kalau duet Frans-Esthon menginginkan NTT menjadi Propinsi Koperasi. Pasalnya, untuk menjadi Propinsi Koperasi harus lebih dari 50 persen kabupaten/kota di NTT sudah menjadi Kabupaten/Kota Koperasi. Untuk menjadi Kabupaten/Kota Koperasi minimal 75 persen koperasi aktif. Tidak hanya sampai di situ. Syarat lainnya adalah, 50 persen dari koperasi yang aktif tersebut adalah koperasi yang berkualitas.

Untuk menjadi koperasi yang berkualitas juga tidak gampang. Tidak boleh ada kredit macet, aset dan omzetnya harus berkembang naik dan lainnya. Untuk mencapainya, kesadaran dan rasa tanggung jawab dari pengurus dan anggota koperasi harus dibangun. Kemandirian harus ada dalam koperasi.

Jalan menuju tujuan tersebut adalah merevitalisasi kembali koperasi-koperasi yang ada. Koperasi yang jatuh bangun harus dikuatkan kembali baik dari sisi modal maupun sumber daya manusia. Pelatihan-pelatihan kepada pengurus koperasi harus sudah dilakukan agar mereka nantinya siap bila diberi modal usaha. Wujud lainnya adalah anggaran untuk penguatan koperasi harus ditingkatkan. Sinergi dan penguatan modal dari kabupaten/kota dan propinsi harus dilakukan.

Tidak gampang! Program NTT Propinsi Kopersai ditelorkan oleh pemerintah propinsi, sementara koperasi ada di kabupaten/kota. Frans Lebu Raya rupanya sadar akan hal itu. Untuk itu dia menginginkan adanya koordinasi program yang harmonis antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota dalam pengelolaan program tersebut.

"Komunikasi antara propinsi dan kabupaten kota harus kita bangun. Propinsi Koperasi adalah program kita bersama, karena kesejahteraan rakyat adalah tujuannya. Kalau kabupaten dan kota bisa jadi kabupaten dan kota koperasi, maka tekad menjadi NTT sebagai Propinsi Koperasi pasti tercapai," ujar Frans Lebu Raya ketika berdialog dengan unsur muspida, tokoh agama, masyarakat di Aula Ina Mandiri, Larantuka, akhir pekan lalu.

Keinginan untuk memajukan koperasi di NTT memang patut didukung. Koperasi yang dalam UUD 1945 disebut sebagai soko guru bangsa adalah solusi paling tepat dan murah untuk mengentaskan kemiskinan. Alokasi dana dari APBD Propinsi NTT tahun 2009, sebesar Rp 15 miliar harus dimanfaatkan dengan maksimal. Kemauan masyarakat untuk mandiri sudah mereka buktikan dengan makin maju dan beragamnya koperasi yang mereka dirikan. (bersambung)

SYALOM