ENDE, sejak lama terkenal dengan Danau Kelimutu. Danau yang menjadi salah satu keajaiban dunia ini terkenal di seantero dunia. Namun, bagi Indonesia, di Ende, tak hanya Danua Kelimutu keindahan alam ciptaan Tuhan yang tiada dunia. Di Ende, Soekarno, presiden RI pertama melahirkan lima sila dari dasar negara kita, Pancasila.
Hal inilah yang membuat Ende sangat terkenal dalam sejarah Indonesia.
Ende menjadi langkah awal perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di sana Soekarno pernah diasingkan pemerintah kolonial Belanda tahun 1934 hingga 1938.
Mengenang tempat yang sangat bersejarah, pemerintah kemudian membangun sebuah taman yang disebut Taman Renungan Bung Karno. Terletak di Jalan Soekarno, Ende, Taman Renungan Bung Karno dijadikan alternatif berwisata bagi mereka yang ingin merasakan bagaimana menariknya suasana pengasingan Bung Karno di zaman itu.
Memasuki kawasan ini, angan dan bayangan kita seperti dipacu. Semangat nasionalisme dilecut. Berada di sana, kita seolah-olah membayangkan perjuangan Bung Karno yang meski hidup di pengasingan, namun dia mampu melahirkan nilai-nilai sejarah yang tiada bandingnya. Di dalam Taman Renungan Bung Karno ini ada beberapa situs bersejarah.
Patung Bung Karno mengenakan setelah jas safari tampak gagah ketika dibalut warna emas. Patung tersebut tersebut seakan menjadi saksi bagaimana kerasnya perjuangan Bung Karno ketika diasingkan pada saat itu.Ada juga Tugu Peletakan Batu Pertama berbentuk kerucut, dengan batu berwarna abu-abu dan merah muda. Di tengah tugu, terdapat sebuah peta negara Indonesia terbingkai dalam frame batu berwarna ungu. Ada tulisan di tugu itu, yakni “ Di tugu ini kutemukan lima butir mutiara. Di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Yang tak kalah penting disana, adalah Pohon Sukun. Di sekitar pohon sukun ini, Bung Karno mendapatkan inspirasi tentang lima butir Pancasila. Bagaimana kondisi Taman Renungan Bung Karno saat ini? Hanya sejarahnya yang bisa dibanggakan.
Taman yang begitu bernilai dan sangat keramat kini sudah tak terawat. Patung Bung Karno yang seharusnya berwarna keemasan, kini sudah pudar dan tak jelas warnanya. Kolam yang terletak di bawa dudukan patung, kini mengering dan tak setetes air pun berada di dalamnya.
Tugu Peletakan Batu Pertama yang seharusnya berwarna gading kini sudah kusam. Entah karena debu yang menempel karena diterbangkan angin dari lapangan Perse, tugu tersebut nampak kusam dan tak layak dibanggakan, kalau kita tidak tahu nilai sejarahnya.
Yang tampak masih berdiri megah adalah pohon sukun yang sangat rimbun. Buah pohon sukun itu nampak sangat rimbun dan beberapa di antaranya malah jatuh karena ditiup angin.
Bunga-bunga yang ditanam dalam taman pun mati kekeringan. Bunga pohon seperti palm, bonsai, bogenvile dan lainnya pun mulai mongering dan tinggal menunggu waktu untuk mati. Sampah dari dedaunan yang tumbuh rimbun dalam taman menumpuk tak dibersihkan. Saluran pembuangan air di tengah taman pun sudah dipenuhi sampah rumah tangga yang ditiup angin maupun dedaunan.
Meski demikian, pada petang hari taman tersebut selalu dipenuhi muda-mudi yang memadu cinta kasih. Mereka nampak tak peduli lagi dengan nilai sejarah dari semua yang ada dalam taman itu. Yang penting bagi mereka adalah, meski sudah kusam dan beberapanya sudah rubuh, namun bangku-bangku taman sangat cocok digunakan untuk bercengkrama.
Beberapa pengunjung yang ditemui mengaku prihatin dengan kondisi ini. Meski demikian, mereka terus memotret situs-situs yang ada di sana. Nampaknya harus ada perhatian khusus terhadap kondisi ini. Di saat hanya bisa membaca dan atau mendengar cerita orang tentang Situs Bung Karno, kita sepertinya apatis dan hanya mau berbangga di sebut orang Ende tanpa mau berbuat sesuatu untuk sesuatu yang sudah menjadi pembicaraan dunia. **
Ende menjadi langkah awal perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di sana Soekarno pernah diasingkan pemerintah kolonial Belanda tahun 1934 hingga 1938.
Mengenang tempat yang sangat bersejarah, pemerintah kemudian membangun sebuah taman yang disebut Taman Renungan Bung Karno. Terletak di Jalan Soekarno, Ende, Taman Renungan Bung Karno dijadikan alternatif berwisata bagi mereka yang ingin merasakan bagaimana menariknya suasana pengasingan Bung Karno di zaman itu.
Memasuki kawasan ini, angan dan bayangan kita seperti dipacu. Semangat nasionalisme dilecut. Berada di sana, kita seolah-olah membayangkan perjuangan Bung Karno yang meski hidup di pengasingan, namun dia mampu melahirkan nilai-nilai sejarah yang tiada bandingnya. Di dalam Taman Renungan Bung Karno ini ada beberapa situs bersejarah.
Patung Bung Karno mengenakan setelah jas safari tampak gagah ketika dibalut warna emas. Patung tersebut tersebut seakan menjadi saksi bagaimana kerasnya perjuangan Bung Karno ketika diasingkan pada saat itu.Ada juga Tugu Peletakan Batu Pertama berbentuk kerucut, dengan batu berwarna abu-abu dan merah muda. Di tengah tugu, terdapat sebuah peta negara Indonesia terbingkai dalam frame batu berwarna ungu. Ada tulisan di tugu itu, yakni “ Di tugu ini kutemukan lima butir mutiara. Di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Yang tak kalah penting disana, adalah Pohon Sukun. Di sekitar pohon sukun ini, Bung Karno mendapatkan inspirasi tentang lima butir Pancasila. Bagaimana kondisi Taman Renungan Bung Karno saat ini? Hanya sejarahnya yang bisa dibanggakan.
Taman yang begitu bernilai dan sangat keramat kini sudah tak terawat. Patung Bung Karno yang seharusnya berwarna keemasan, kini sudah pudar dan tak jelas warnanya. Kolam yang terletak di bawa dudukan patung, kini mengering dan tak setetes air pun berada di dalamnya.
Tugu Peletakan Batu Pertama yang seharusnya berwarna gading kini sudah kusam. Entah karena debu yang menempel karena diterbangkan angin dari lapangan Perse, tugu tersebut nampak kusam dan tak layak dibanggakan, kalau kita tidak tahu nilai sejarahnya.
Yang tampak masih berdiri megah adalah pohon sukun yang sangat rimbun. Buah pohon sukun itu nampak sangat rimbun dan beberapa di antaranya malah jatuh karena ditiup angin.
Bunga-bunga yang ditanam dalam taman pun mati kekeringan. Bunga pohon seperti palm, bonsai, bogenvile dan lainnya pun mulai mongering dan tinggal menunggu waktu untuk mati. Sampah dari dedaunan yang tumbuh rimbun dalam taman menumpuk tak dibersihkan. Saluran pembuangan air di tengah taman pun sudah dipenuhi sampah rumah tangga yang ditiup angin maupun dedaunan.
Meski demikian, pada petang hari taman tersebut selalu dipenuhi muda-mudi yang memadu cinta kasih. Mereka nampak tak peduli lagi dengan nilai sejarah dari semua yang ada dalam taman itu. Yang penting bagi mereka adalah, meski sudah kusam dan beberapanya sudah rubuh, namun bangku-bangku taman sangat cocok digunakan untuk bercengkrama.
Beberapa pengunjung yang ditemui mengaku prihatin dengan kondisi ini. Meski demikian, mereka terus memotret situs-situs yang ada di sana. Nampaknya harus ada perhatian khusus terhadap kondisi ini. Di saat hanya bisa membaca dan atau mendengar cerita orang tentang Situs Bung Karno, kita sepertinya apatis dan hanya mau berbangga di sebut orang Ende tanpa mau berbuat sesuatu untuk sesuatu yang sudah menjadi pembicaraan dunia. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar