Senin, 01 Desember 2008

SMPN Tobu-TTS Membanggakan

Oleh Muhlis Al Alawi

UJIAN Nasional telah menjadi momok paling menakutkan bagi siswa dan sekolah. Kegagalan siswa dan sekolah menggapai predikat lulus akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan sekolan itu. Sekolah yang gagal meluluskan siswanya mengikuti Ujian Nasional (UN) akan dicap tidak mampu mendidik para siswa.

Berbekal masalah tersebut, saat ini banyak sekolah yang berlomba-lomba mempersiapkan para siswanya yang akan mengikuti UN sedini mungkin. Tak terkecuali Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Tobu yang berlokasi di Desa Tobu, Kecamatan Tobu, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Sekolah ini terbilang berprestasi karena sudah tiga tahun berturut-turut siswa peserta UN di sekolah ini lulus 100 persen. Sekolah ini tidak main-main mempersiapkan para siswa menghadapi UN. Meski berada di pedesaan sekitar -- 50 km dari Kota SoE, SMPN Tobu di bawah pimpinan Feliphus Benmetan, S.Pd sudah jauh-jauh hari mempersiapkan anak didiknya menghadapi UN.

"Sejak September siswa-siswi kelas III sudah mengikuti les usai sekolah dari pukul 14.00 hingga pukul 17.00 Wita. Les ini kami adakan hingga satu minggu menjelang UN digelar. Untuk kegiatan lesnya, kami lebih menekankan siswa dilatih banyak menyelesaikan soal-soal yang dihimpun dari berbagai sumber," ujar Benmetan kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (21/11/2008) siang.

Menurut Benmetan, himpunan soal itu berasal dari ujian tahun-tahun sebelumnya dan kumpulan soal dari SMPK Giovanni Kupang dan SMP Mercusuar Kupang. Berbekal kumpulan soal itu, siswa dilatih menghadapi, menyiasati dan menjawab setiap soal yang disodorkan. Bila dalam les hanya mengulang pelajaran kelas I dan II saja, maka siswa akan menjadi bosan dan mengantuk.

Benmetan mengakui banyaknya siswa yang tinggal di wilayah pegunungan sehingga menyulitkan mereka mengikuti kegiatan belajar tepat waktu. Untuk menyiasati hal tersebut, sejak September siswa kelas III sudah tinggal di asrama sekolah. Asrama itu khusus menampung siswa kelas III untuk mempersiapkan diri mengikuti UN.

"Khusus untuk siswi yang rumahnya jauh dari sekolah ditampung para guru yang mengajar di SMPN Tobu. Persoalan dispilin, mungkin lantaran anak-anak di desa, mereka lebih tepat waktu masuk sekolah," kata Benmetan.

Untuk memberikan motivasi kepada anak didiknya mengikuti pelajaran, SMPN Tobu tidak ketinggalan dalam berinovasi. Sejak dini SMPN Tobu memperkenalkan kepada anak didiknya untuk mengenal teknologi informasi. Pada mata pelajaran tertentu para guru menggunakan laptop yang kemudian diproyeksikan dengan proyektor ke papan saat menyampaikan materi pelajaran.

"Kami juga menggunakan televisi yang materinya disampaikan dalam bentuk video compact disc (VCD). Dengan pengenalan teknologi sejak dini kami ingin menghilangkan cap anak-anak yang bersekolah di desa itu selalu "tenganga dan kemomos" terhadap teknologi baru," jelas Benmetan.

Tak hanya siswanya saja masuk asrama, 17 guru pendidik yang semuanya menyandang gelar sarjana pendidikan di sekolah itu juga diberikan tempat tinggal berupa mess yang layak di lingkungan sekolah. Mess itu diberikan kepada guru yang tempat tinggal aslinya jauh dari sekolah. Tempat tinggal guru yang berdekata dengan sekolah tidak menjadikan kegiatan belajar mengajar terlambat lantaran tenaga pendidiknya datang telat.

Bagi Benmetan guru sebagai pendidik adalah ujung tombak maju-mundurnya satu sekolah. Bila nasib para guru tidak diperhatikan, ia yakin sekolah yang dipimpinnya tak akan menghasilkan kelulusan siswa seratus persen tiga tahun berturut-turut.

Perhatian kepada guru, lanjut Benmetan, tidak sekadar tempat tinggal dan gaji yang diterima setiap bulan. Bagi guru yang memberikan lest tambahan juga diberikan insentif yang layak. Ia menyebutkan setiap bulannya, guru yang rajin memberikan les bagi siswa kelas III bisa mendapatkan tambahan penghasilan hingga Rp 800.000.

"Saya selalu menyampaikan kepada guru dan staf untuk mengelola dan memajukan sekolah ini harus dikelola secara kolektif. Tidak boleh ada yang menyatakan dirinya yang paling hebat dan paling berjasa memajukan sekolah. Dengan demikian, budaya kekeluargaan dan kebersamaan memiliki tanggung jawab bersama memajukan sekolah menjadi motor penggerak lembaga pendidikan kami," kata Benmetan.

Terkait bantuan dana dari pemerintah, Benmetan mengatakan, setiap kali dana bantuan masuk ke sekolah itu, dia selalu mengundang seluruh guru untuk bersama-sama membicarakan penggunaannya. Harapannya, manajemen pengelolaan dana yang partisipatif, transparan dan akuntabel akan memudahkan dalam aplikasi dan pertanggungjawabannya.

Berkali-kali Benmetan menunjukkan tumpukan buku pertanggungjawaban yang disusun rapi permasing-masing bantuan dana yang diterima sekolahnya.

"Lembaga mana pun yang datang hendak mengaudit dan memeriksa penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan, kami selalu siap. Tinggal dana bantuan mana yang hendak diperiksa, kami langsung menyodorkan buku pertanggungjawaban yang sudah kami susun jauh hari sebelumnya," jelas Benmetan sambil mengatakan SMPN Tobu merupakan calon sekolah standar nasional.

Meski demikian, Benmetan mengakui pemerintah pusat dan propinsi malah yang lebih memperhatikan keberadaan SMPN Tobu dengan program binaan proyek perluasan peningkatan mutu. Ia mendeskripsikan pembangunan sembilan ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium, dan kantor dananya berasal dari pemerintah pusat dan propinsi. Sedangkan pemerintah kabupaten terkesan adem ayem terhadap sekolah ini. *

Data kelulusan SMPN Tobu:
Tahun 2006 jumlah siswa 42 orang lulus semua
Tahun 2007 jumlah siswa 63 orang lulus semua
Tahun 2008 jumlah siswa 56 orang lulus semua
Tahun 2009 jumlah siswa 81 orang ...........
Total siswa kelas I, II dan III sebanyak 265 siswa.

Tidak ada komentar:

SYALOM