Selasa, 15 April 2008

Mandiri boyong piala bergilir Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup 2005

MANDIRI FC memboyong piala bergilir invitasi Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup I
setelah mengalahkan QFC BTN Kolhua 1-0 di babak final di Stadion
Oepoi-Kupang, Kamis (8/9) petang. Gol tunggal Mandiri dipersembahkan kapten
kesebelasan, Pieter Fomeni.
Pertandingan antara Mandiri melawan QFC yang disaksikan lebih dari 5.000
penonton berlangsung menarik. Di luar dugaan, QFC yang didukung ribuan
suporternya memaksa lini belakang Mandiri pontang-panting menghalau bola.
Tanpa beban, anak-anak QFC mengajak lawannya bermain terbuka. Absennya
libero kawakan, Lambert Kadju akibat akumulasi kartu kuning cukup
mempengaruhi soliditas lini belakang Mandiri.
Us dan Mad Ivan terpaksa melakukan sapu bersih untuk menahan serbuan QFC.
Namun, tidak hadirnya salah seorang strikernya, Meku membuat lini depan QFC
kurang bergigi. Dalman yang menggantikan Meku kurang kompak berduet dengan
Vicky. Di babak pertama, Vicky seharusnya bisa mencetak gol kalau dia tidak
terlalu lama memainkan bola.
Mandiri yang menurunkan for-masi terbaiknya berusaha meng-atur ritme
permainan 2x45 menit tersebut. Berkumpulnya para pemain sayap di tengah
membuat mereka kesulitan melewati pertahanan Petrus Lisnahan dkk yang
berlapis. Fanus Patipelohi yang menyerang lewat sayap lebih sering memainkan
bola sendirian. Jarang ia memberikan umpan kepada Zulkifly Umar.
Pieter Fomeni yang bertugas sebagai pengatur serangan pada pertandingan ini
bermain cemerlang. Terhitung dua kali umpan matangnya seharusnya bisa diubah
Zulkifly maupun Fanus menjadi gol. Namun, Dody Lisnahan yang berdiri dingin
di bawah mistar gawangnya selalu berhasil memetik bola.
Serangan beruntun Mandiri baru membuahkan hasil tiga menit menjelang turun
minum. Menerima umpan lambung dari Adi Here, Pieter yang masuk dari lini
kedua berhasil lolos dari jebakan offside Petrus Lisnahan. Pieter yang
pantas disebut sebagai man of the match pada pertandingan final ini dengan
mudah menyontek bola ke gawang Dody Lisnahan.
Gol tersebut disambut histeris ribuan pendukung Mandiri yang memadati tribun
bagian kiri stadion. Sebaliknya penonton QFC yang mengenakan seragam
merah-merah hanya terpana seolah-olah tidak percaya dengan gol itu.
Kedudukan 1-0 untuk Mandiri bertahan hingga turun minum.
Pada babak kedua, pertandi-ngan yang dipandu Wasit Her-man Wila dibantu Yaya
Huru dan Ferdinand Takoy itu tetap berlangsung ketat. QFC BTN tak
henti-hentinya menekan la-wannya yang lebih diunggulkan. Sejumlah
pergantiaan pemain dilakukan kedua tim.
Lima belas menit menjelang bubar, Pelatih QFC BTN, Nof-rianto Lisnahan terus
memberi-kan instruksi dari tepi lapangan agar pemainnya tidak menurun-kan
tempo pertandingan. Hasil-nya cukup bagus karena perta-hanan Mandiri sempat
kedodor-an menghadapi mobilitas Edi Atolan dan serbuan Vicky. Namun,
tumpulnya lini depan QFC membuat kiper Mandiri, Ronald Mukhtar dengan mudah
mengamankan gawangnya.
Mandiri FC sebenarnya bisa menambah gol kalau saja kerja sama lini depannya
berjalan apik. Kerja sama satu dua dari Pieter dan Zulkifly pada menit ke-76
nyaris membuahkan hasil. Namun, Fanus yang menerima umpan silang Pieter
terlanjur offside. Skor 1-0 untuk Mandiri bertahan hingga akhir
pertandingan. Wasit Herman Willa sempat mengeluarkan tiga kartu kuning
masing-masing untuk Vicky Lisnahan (QFC BTN) dan dua kartu kuning bagi
pemain Mandiri, Gazali dan Nelson Sula. (eko)

Ferdinandus Atolan, Pemain terbaik
TAK ada yang menyangka kalau QFC BTN bakal bermain di final invitasi
sepakbola Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup I 2005. Menempatkan diri sebagai
underdog dan targetnnya lolos ke delapan besar, mereka malah mampu
menyingkirkan tim-tim favorit lainnya.
Salah satu sosok di balik sukses QFC BTN adalah gelandang, Ferdinandus
Atolan. Kualitasnya memainkan bola pas-pasan. Namun kecerdasan, naluri serta
mobilitasnya di lapangan membuat playmaker sekelas Pieter Fomeni dan Bambang
Tokan harus angkat topi padanya. Dia tahu kapan harus memainkan bola, kapan
memberi umpan dan kapan mencetak gol. Dia pun bermain bersih. Jarang
mengasari lawan.
Tak salah kalau panitia me-nempatkan mahasiswa Fakultas Filasafat
Administrasi (FFA) Universitas Widya Mandira Ku-pang ini sebagai pemain
terbaik. "Luar biasa. Saya tidak pernah menyangka akan mendapat pre-dikat
sebagai pemain terbaik. Terima kasih kepada teman-teman di QFC yang
mendukung saya selama pertandingan," ujar bujangan kelahiran Atambua-Belu 7
Februari 1982 ini.
Edi, begitu dia biasa disapa tidak merasa dirinya sebagai yang terbaik. Ia
hanya ingin berbuat berbuat sesuatu untuk klub dengan bermain maksimal. Edi
sangat mengharapkan agar turnamen makin banyak digelar di Kupang sehingga

Tidak ada komentar:

SYALOM