Senin, 11 Agustus 2008

KURSI


Oleh Dion DB Putra

KURSI kembali membawa pesan menyenangkan. Menambah daftar ceria di tengah masa bulan madu politisi Nusantara. Siapa saja yang mendamba sapaan wakil rakyat yang terhormat, peluang meraih kursi kini terbuka semakin lebar. Banyak kursi kosong telah menanti untuk ditempati tuan dan puan. Pemilu 2009 diam-diam membuka lapangan kerja baru. Banyak orang akan naik status. Status sosial primadona sebuah negeri dengan jumlah partai terbanyak di dunia.

Berterima kasihlah kepada wakil rakyat hasil pemilu lalu yang membuat UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPD, DPR RI dan DPR(D) Propinsi/Kabupaten/Kota. Ini sungguh regulasi terbaru pembawa senyum. KPU Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui juru bicara Hans Ch Louk tanggal 8 Agustus 2008 mengumumkan tambahan jumlah kursi DPRD di sejumlah daerah Flobamora. Koran atau majalah yang mewartakan kabar gembira itu telah dikliping oleh para kandidat wakil rakyat!

Seperti diungkapkan Hans Louk, jumlah kursi DPRD di Kabupaten Sumba Timur, Timor Tengah Selatan (TTS), Manggarai Barat dan Lembata berubah pada Pemilu 2009. Keempat daerah itu masing-masing tambah jatah lima kursi. DPRD Kabupaten TTS naik dari 35 menjadi 40 kursi, Manggarai Barat naik dari 25 menjadi 30 kursi, Sumba Timur naik dari 25 menjadi 30 kursi dan Lembata naik dari 20 menjadi 25 kursi. Perubahan itu mengacu pada pertimbangan luas wilayah dan jumlah penduduk.

Regulasi terbaru juga tidak menyusahkan kabupaten induk. Tiga daerah di NTT yaitu Kabupaten Ngada, Sumba Barat dan Manggarai yang telah melahirkan kabupaten anak bernama Nagekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Manggarai Timur, jumlah kursi DPRD masih seperti dulu. Tidak berkurang jumlahnya. Sama dengan Pemilu 2004. Luas wilayah dan jumlah penduduk yang nyata-nyata berkurang karena pemekaran tidak dipertimbangkan. Induk senang, sang anak senang. Prinsipnya sama-sama senang. Begitulah 'prestasi' wakil kita hasil pemilu empat tahun silam, selain piawai menambah jumlah partai peserta Pemilu 2009 hingga Anda bingung mengingat nama, logo dan benderanya karena beti alias beda tipis.

Secara keseluruhan terjadi penambahan jumlah kursi sebanyak 125 untuk semua DPRD kabupaten/kota se-NTT pada Pemilu 2009. Dalam Pemilu 2004, jumlah total kursi DPRD 480. Tahun depan jumlahnya 605 kursi. Bayangkan kalau 605 orang itu berkumpul. Dibutuhkan aula atau gedung dengan luas memadai agar bisa menampung mereka. Jumlah itu pun suatu kekuatan besar. Bila mereka berontak demi rakyat, berteriak lantang demi keadilan dan kemakmuran marhaen, gegerlah beranda Flobamora karena keceriaan. Apabila mereka diam dan main mata untuk kuasa dan harta, remuk-redamlah nusa tercinta. Kita terantuk lalu masuk lubang yang sama.

***
TAMBAH kursi tambah ongkos. Ongkos politik. Ongkos demokrasi. Itu konsekwensi ikutannya. Segera muncul tambahan pos biaya, daftar pengeluaran untuk ini dan itu. Mulai dari gaji bulanan, tunjangan rumah, kesehatan, tunjangan komunikasi, biaya studi banding dan macam-macam nama yang bakal muncul kemudian. Akan ada ruang kerja baru, mobil baru, kendaraan operasional baru bahkan gedung baru. Pokoknya serba baru.

Alokasi APBD dan ABPN bagi wakil rakyat jelas bertambah. Dengan regulasi pemilu yang baru, secara nasional akan terjadi penambahan jumlah anggota DPRD cukup signifikan. Negeri bhineka ini memasuki era multipartai nyaris tak terkendali. Republik seribu partai, seribu wajah wakil rakyat. Indonesia pun 'ramai rasanya'. Waspadalah!

Pramoedya Ananta Toer dalam novel Korupsi (Hasta Mitra, 2001) berkisah mengenai Bakir, seorang pejabat yang hidup sederhana bersama istri dan empat anaknya. Kendati memimpin sebuah kantor, biaya hidup keluarganya semata bersumber dari gaji dan tunjangan sebagai pegawai negeri. Belasan tahun hidupnya begitu-begitu saja. Anak buahnya di kantor malah lebih makmur. Tinggal di rumah mewah dan memiliki mobil mahal. Bakir tidak mendapat respek dari pegawai kecil di kantornya. Sebaliknya para kepala bagian yang adalah bawahan Bakir, justru lebih dihormati karena bisa membagi-bagikan uang kepada para pegawai kecil.

Lama-kelamaan Bakir tak tahan juga. Dia mulai berhubungan dengan seorang taoke yang selama ini punya hubungan dengan kepala bagian di kantornya. Sekali menikmati uang haram dari taoke, Bakir ketagihan. Dia kaya raya dalam tempo singkat. Gaya hidupnya berubah. Dia akrab dengan wanita, alkohol dan judi. Bakir cerai dan kawin lagi dengan wanita muda yang cantik. Di akhir cerita, Pramoedya menulis, Bakir tertangkap dan masuk penjara. Istri mudanya dibekuk bersama teman selingkuh karena menggandakan uang. Bakir menderita, menyesal dan bertobat. Akhir kisah yang idealis dari seorang Pramoedya.

Dalam kehidupan nyata, boleh jadi tidak selalu demikian. Seorang aktivis idealis terpilih menjadi wakil rakyat. Dua tahun pertama bersih, masih dapat kendalikan diri. Tahun ketiga sudah tak tahan. Larut dan lupa daratan. Maka sebagai rakyat, harapan beta dan Anda mungkin sama dan tidak amat banyak. Jumlah kursi DPRD boleh bertambah asal berkurang jumlah calo proyek, preman berdasi, koruptor berjas, pemeras dan penggarong yang sehari-hari bersidang di rumah rakyat.

(email: dionbata@poskupang.co.id)

Tidak ada komentar:

SYALOM