”DAPAT menciptakan telekomunikasi secara telepati dengan seseorang begitu mudahnya, terutama jika keduanya memegang batu ini.” Begitu tertulis di secarik kertas berlapis plastik yang dipasang berdampingan dengan kristal berwarna biru kemilau tertimpa sorotan lampu.
Kynite Blade, nama kristal itu seperti tertulis pada kertas pemandu. Data soal kristal ini dilengkapi pula dengan unsur yang terkandung dalam batu ini. Begitu pula dengan asal batunya, yaitu dari Brasil, Swiss, Myanmar, dan Kenya. Kristal ini tersimpan dalam lemari kaca terkunci, dipercantik dengan sorotan ringan lampu.
Di sisi-sisinya juga terdapat batu lain yang tak kalah cantik. Namun, ada pula batu yang bentuknya tidak beraturan dan warnanya tak semenarik Kynite Blade. Batu-batu itu hanya sebagian kecil dari bebatuan yang dipamerkan di Gems Stone Gallery di Maharani Zoo dan Gua Lamongan (Mazoola), Jawa Timur.
”Batu-batu ini membuat saya bisa bersyukur. Menyaksikan warna-warna indah ini menunjukkan kekuasaan Tuhan,” kata Pujiono Suryanto (34), warga Tlogoanyar, Lamongan, yang mengunjungi Mazoola akhir Agustus lalu.
Referensi
Pujiono yang berkunjung bersama 11 anggota keluarganya ini terpesona dengan Gems Stone Gallery meski di Mazoola juga terdapat kebun binatang dan ruang diorama satwa. Bagi Pujiono, daya tarik terbesar terletak pada aneka bentuk batu yang jarang ditemui. Apalagi, di batu-batu itu juga dilengkapi dengan mitos yang mengiringi.
Sebut saja, misalnya, Rose Quarts Sphere berbentuk kristal trigonal, Fuschite, dan Rough Variscite. Serupa dengan Kynite Blade, di sisi batu-batu ini terpampang pula keterangan singkat. Rose Quarts Sphere disebut-sebut mampu memberi energi cinta, kelembutan, dan perasaan tenang. Singkat kata, dalam diri seseorang akan timbul rasa cinta jika berada di dekat kristal ini.
Kristal lainnya, Fuschite asal India, disebut-sebut menimbulkan energi positif yang tinggi. Bekerja dengan batu ini bisa mendorong seseorang menggunakan kelebihan pikiran dan dipandu oleh hati yang bijaksana. Kalau sedang butuh kedamaian hati, cinta, kejelasan, dan penyembuhan emosi, Rough Variscite bisa menjadi referensi. Setidaknya, begitulah yang tertera dalam petunjuk yang menyertai kristal tersebut.
Selain kristal dan bebatuan berwarna, di galeri ini juga bisa ditemui sejumlah fosil, seperti trilobite, sejenis binatang berbuku-buku (segmented creature) yang hidup sekitar 535 juta tahun lalu. Batu-batu dalam lemari kaca bening menciptakan kesan apik berbalut suasana gua alamiah yang eksotis.
Pengelola Mazoola, Ma’mun (35), mengungkapkan, koleksi batu di Gems Stone Gallery mencapai 430 buah. Batuan ini 60 persen milik investor Mazoola, sedangkan sisanya dipinjamkan oleh sejumlah kolektor. Masuknya unsur mitologi di galeri bebatuan ini tidak terlepas dari upaya untuk mengisahkan batu yang tidak sekadar batu. Ada makna di balik bebatuan itu. Dipajanglah narasi yang menggugah pengunjung untuk mengenal lebih dalam, tidak sekadar tertarik dengan warna-warni belaka.
Cerita di balik batu ini, yakni seputar cinta, kedamaian, telepati, dan kebijaksanaan, bukan dibuat sembarangan. Semua melalui riset dan penelitian. Sumbernya bisa dari ensiklopedia dan situs internet. ”Makanya, kalau kami belum dapat data tentang batu itu, belum ada referensi yang dipasang. Takut malah bikin malu kalau salah. Apalagi, kalau memberi informasi yang salah kepada anak- anak yang study tour ke sini,” kata Ma’mun.
Apalagi, Mazoola memang memiliki target pasar sebagai obyek wisata edukasi. Pengunjung, selain diajak berekreasi, juga diberi tambahan pengetahuan. Konsep ini juga tampak dari penataan kebun binatang dan ruang diorama satwa. Wahana andalan lain dari Mazoola itu memanfaatkan keaslian Gua Maharani.
Wahana lain
Kebun binatang yang dikonsep dengan warna mencolok ini menawarkan kedekatan pengunjung dengan hewan di sana. Pagar pembatas tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan pengunjung menyaksikan tindak-tanduk hewan tersebut. Meski demikian, keamanan tetap terjaga dengan menilik sifat setiap hewan. Misalnya, area orangutan diberi pagar pembatas dan kawat beraliran listrik, dikelilingi dengan pembatas air karena biasanya hewan ini tidak menyukai air.
Namun, hingga menjelang akhir Agustus, di kebun binatang ini masih didominasi papan bergambar hewan dengan tulisan ”akan segera hadir”. Kandangnya sudah siap, tetapi hewan-hewan penghuninya belum tiba. Wahana belajar juga bisa didapat dari diorama satwa. Sebagian tulang-belulang dan hewan yang sudah diawetkan bisa disaksikan di ruang kecil tetapi padat ini.
Belulang ikan paus, replika belulang dinosaurus, serta sejumlah jenis macan dan kura-kura yang sudah diawetkan juga bisa ditemukan di wahana ini. Sayangnya, belum ada petunjuk singkat mengenai sejarah dan cerita unik di balik hewan- hewan ini. ”Ini memang sengaja karena kami akan menyediakan pemandu. Nanti mereka yang cerita supaya ada interaksi,” ujar Anna (20-an), petugas jaga di ruang diorama satwa.
Menurut Ma’mun, Mazoola yang terkoneksi dengan Wisata Bahari Lamongan (WBL) dan Tanjung Kodok memiliki nilai jual masing-masing. Agar tidak saling memakan pangsa pasar, bidikan pasarnya dibuat berbeda, tetapi saling dukung. WBL yang berada persis di depan Mazoola menawarkan ”Dunia Fantasi” ala Lamongan, dengan keterbatasan alat, tetapi kaya imajinasi. Wisata ini memanfaatkan potensi pantai meski pengelola mereklamasi sebagian garis pantai. Pangsa pasar bidikan WBL lebih kepada keluarga yang berlibur, sedangkan Mazoola membidik siswa sekolah dengan mengedepankan unsur edukasi dan wisata.
Dengan interkoneksi ini, Mazoola membidik pasar dari Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah bagian timur. Lokasi wisata seluas 3,2 hektar ini cukup strategis, berada di tepi Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Mazoola bisa ditempuh 1,5 jam dari Surabaya, sekitar 50 menit dari Kota Lamongan, dan sekitar 40 menit dari Tuban.
Sejak diresmikan akhir Mei 2008, pengunjung dari Rembang, Pati, Kudus, Semarang, dan Ungaran (Kabupaten Semarang) juga sudah mulai berdatangan. ”Untuk mendukung konsep ini, kami sedang menyusun buku panduan tentang semua isi Mazoola. Nanti akan dibagikan kepada pengunjung,” kata Ma’mun.
Tentu, dengan demikian, pengunjungnya tidak sekadar mendapat mitologi ”cinta” batu, tetapi juga mendapat pengetahuan dan kesenangan, berbalur narasi unik di dalamnya.
Sumber : Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar