Sabtu, 08 November 2008

Catatan dari JPI dan BPAP 2008 (3)

Perhatikan Pemuda NTT

Oleh Sipri Seko


NIKSON
Zakarias punya obsesi yang hingga kini belum tercapai. Kemahirannya memainkan alat musik sasando dengan sempurna membuat dia sudah berulangkali diajak tampil dalam berbagai even, dalam negeri hingga di Australia dan Jepang.

Namun, Nikson masih tergantung pada orang lain. Padahal dia sudah ingin mandiri. Dia punya mimpi suatu saat harus menggelar konser tunggal. Dia ingin memiliki manajemen sendiri. Dia ingin menjadi pemusik tradisional yang profesional. Dia yakin bahwa kalau potensi yang dimilikinya diatur oleh manajemen yang baik pasti akan mendatangkan penghasilan yang besar.

Yang menjadi ganjalan dalam diri Nikson adalah karena dia belum mendapatkan orang yang tepat. Selama ini dia mengisi berbagai acara karena diajak orang. "Paling banyak adalah orang pemerintah yang ajak, sehingga paling-paling saya hanya dapat uang saku," ujar Nikson.

Karena kemampuannya itulah Nikson kemudian diajak Lembaga Pemuda Flobamora (LPF) sebagai panitia Jambore Pemuda Indonesia (JPI) dan Bakti Pemuda Antar Propinsi (BPAP) tingkat Propinsi NTT. Nikson membayar kepercayaan itu dengan tuntas. Dia bukan hanya menghipnotis penonton, tapi juga membuat NTT bangga karena mampu bersaing di tingkat nasional

***
Ada banyak yel-yel yang sering digunakan oleh para orator, pemakalah atau pejabat yang memberikan sambutan untuk menyebut identitas pemuda. Pemuda sering mereka sebut sebagai pilar bangsa, tulang punggung negara, aset negara, masa depan bangsa dan lainnya. Mereka adalah elemen yang harus diberdayakan, karena tanpa mereka maka semua sendi pembangunan tidak akan berjalan normal.

Kehadiran Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) diikuti pembentukan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) di NTT merupakan angin segar pembinaan kepemudaan di NTT. Posisi pemuda yang selama ini baru sebatas dipuja-puji dalam yel-yel pidato, akan mendapat porsi yang berimbang dengan sektor pembangunan lainnya.

Perhatian pemerintah pusat terhadap pemuda ditunjukkan dengan kehadiran RUU Kepemudaan yang dalam bulan Desember ini akan ditetapkan menjadi undang-undang. Anak-anak muda yang menjadi pencetus semangat kebangkitan nasional dengan melahirkan Sumpah Pemuda harus mendapat pengayoman.

Apakah pemuda NTT sudah dianggap sebagai elemen pembangunan? Agak susah untuk menjawabnya. Okelah kalau selama ini sudah ada pendampingan terhadap para pemuda, namun harus diakui kalau itu belum merata. Masih banyak kaum muda yang belum tersentuh, padahal mereka memiliki potensi alamiah yang kalau dieksploitasi dengan total, akan menjadi modal pembangunan yang tak terhingga nilainya.

Sebut saja keinginan Nikson untuk menjadikan potensi dirinya menjadi lahan usaha yang mandiri. Atau ketika anak-anak NTT tampil memukau di Jambore Pemuda Indonesia. Ajang kreativitas para pemuda harus terus digelar. Kalau di Indonesia ada JPI dan BPAP tak ada salahnya kita di NTT menggelar Jambore Pemuda NTT atau Bakti Pemuda Antar Kabupaten.
Kegiatan-kegiatan seperti ini akan lebih bermanfaat ketimbang kita mengumpulkan para pemuda lalu berpidato atau menasehati mereka agar jangan memakai narkoba, tawuran dan lainnya. Mereka yang terbaik dipilih mewakili NTT ke JPI dan BPAP tingkat nasional.

Usai mengikuti JPI dan BPAP, bulan Desember nanti wakil-wakil NTT akan kembali ke daerahnya masing-masing. Bagi yang kuliah akan kembali ke kampus. Tapi bagi mereka yang tidak, akan kembali duduk termenung di rumah. Mereka baru akan bisa ber-ja'i, dolo-dolo atau gawi kalau ada pesta. Kegirangan mereka saat memukau pemuda se-Indonesia di Cibubur hanya akan menjadi cerita kenangan yang membanggakan.

Haruskah kita biarkan mereka kembali berjalan sendirian? Jangan! Dispora sebagai instansi pemerintah penanggung jawab pembinaan kepemudaan di NTT harus diberi keluasan kreasi untuk mengeksploitasi potensi pemuda di NTT. Sebagai pemimpin yang memiliki pengalaman dalam organisasi kepemudaan, pasangan Drs. Frans Lebu Raya dan Ir. Esthon Foenay, M.Si, seharusnya sudah tahu apa yang mesti dilakukan.

Jangan pernah sepelekan pemuda hanya karena mereka tidak pernah diberi kesempatan mengekspresikan diri. Potensi dan daya saing pemuda NTT dalam keragaman budaya dan agamanya harus dimaksimalkan, kalau kita tidak ingin NTT terus tertinggal. (habis)

Tidak ada komentar:

SYALOM