Rabu, 25 Februari 2009

Cari Alternatif Penanggulangan Bencana

Oleh Sipri Seko

SEJAK satu minggu terakhir, ruas jalan negara yang menghubungkan Atambua dengan Kefamenanu terputus. Sebuah jembatan di wilayah di RT 2/RW 1, Lo'o Ho, Desa Rinbesi Hat, sekitar 26 kilometer dari Atambua, atau sekitar tiga kilometer dari pertigaan Halilulik, ambruk diterjang banjir. Akibatnya, banyak kendaraan roda empat ke atas tertahan.

Ada beberapa kendaraan yang mencoba menggunakan jalan alternatif. Namun karena harus memutar, jarak yang ditempuh dalam waktu 30 menit berubah menjadi dua jam. Akibat lainnya adalah, kendaraan angkutan penumpang mulai merugi. Kendaraan yang mengangkut penumpang dari Atambua dengan tujuan Kefamenanu, SoE atau Kupang terpaksa menurunkan penumpangnya. Para penumpang lebih memilih turun dan menggantikan kendaraan di seberang jembatan ketimbang harus memutar jauh yang memakan waktu lama.

Satu minggu dan belum diperbaiki? Ada yang untung, ada yang buntung. Warga setempat menggunakan kesempatan untuk mengais rezeki dengan memikul sepeda motor pengguna jalan. Ongkosnya Rp 30 ribu untuk satu kendaraan. Kalau dalam sehari ada sepuluh sepeda motor yang dipikul, maka mereka menerima Rp 300 ribu. Rezeki, bagi warga sekitarnya, sehingga mereka tentu berharap proses perbaikan jembatan butuh waktu lama.

Sejak putusnya jembatan Lo'o Ho tanggal 15 Februari 2009 lalu, kendaraan dari Atambua menuju Kefamenanu masuk lewat jalur Halilulik menuju Desa Labur. Dari Desa Labur, kendaraan diarahkan menuju jalur alternatif tepatnya di Maukumu, terus ke Dusun Loonitas, Desa Leotolu, kemudian ke arah Desa Rinbesi Hat.

Asal tahu saja, jalan alternatif ini tidak semuanya adalah jalan yang dibuat khusus untuk kendaraan. Hanya sebagian kecil saja yang beraspal, sisanya adalah jalan tanah. Beberapa bagian yang dilalui merupakan lahan kosong milik warga. Akibatnya, kondisinya sekarang mulai memrihatinkan. Tanah labil dan basah membuat beberapa kendaraan terjebak dalam kubangan lumpur. Ratusan truk pengangkut sembako, bahan bangunan dan barang kebutuhan lainnya sudah tertahan lebih dari tiga hari. Terjebak dalam lumpur, butuh kendaraan lain untuk menarik mereka.

Kondisi ini tentu sangat menyesakkan. Waktu untuk melaksanakan sebuah pekerjaan terhambat, bahkan mungkin batal dilaksanakan. Ruas jalan ini adalah jalan negara, siapa yang bertanggung jawab dan sampai kapan keadaan ini terus berlanjut? Dibiarkan, atau harus segera ada tindakan alternatif.

Pekerjaan rumah Dinas Kimpraswil Propinsi NTT dan Kabupaten Belu agaknya cukup banyak mengingat jalan putus juga terjadi di Teun, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Artinya setelah diadakan penelitian harus segera melakukan aksi dan jangan lagi berdalih masih terhambat akibat tidak ada alokasi dana. Seharusnya sudah ada peringatan dini kalau jembatan akan ambruk.

Kondisi tanah di NTT yang labil memang memudahkan terjadinya longsoran atau bencana alam yang tidak terduga. Apalagi curah hujan di tahun ini cukup tinggi, ditambah kondisi cuaca atau badai yang bisa saja datang dengan tiba-tiba. Artinya dengan mengacu pada prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa curah hujan di NTT masih akan tinggi, bukan tidak mungkin masih akan terjadi ambruknya jembatan atau longsoran yang lain.

Bagaimana mengatasi ini? Koordinasi lintas sektor harus dibangun. Satuan kerja (Satker) penanggulangan bencana yang sudah terbentuk harus diaktifkan. Mereka sudah harus memberikan peringatan dini tentang kemungkinan akan terjadinya bencana. Dengan demikian, ketika bencana itu benar-benar datang, alternatif penyelesaian sudah disiapkan.

Keengganan warga untuk membuka jalan alternatif di dekat jembatan yang terputus di Belu harus segera diselesaikan. Pemerintah Propinsi NTT dan Pemkab Belu harus segera turun tangan. Berikan pengertian kepada mereka bahwa semuanya untuk kepentingan banyak orang. Ini harus dilakukan karena untuk membangun sebuah jembatan butuh waktu yang lama, apalagi dilakukan di musim hujan seperti ini.

Mungkin saja akibat dari terputusnya jalan utama ini baru dirasakan oleh pengguna jalan. Tapi kondisi ini kalau dibiarkan, maka masyarakat akan ikut merasakannya. Pasokan sembako, bahan bakar minyak (BBM), bahan bangunan dan aktivitas ekonomi lainnya akan menjadi terhambat. Pekerjaan rumah ini akan berat. Tapi di sinilah ujian sesungguhnya yang diberikan untuk sesegera mungkin mengatasinya. **

Tidak ada komentar:

SYALOM