NAMA Indonesia tidak banyak terukir dalam sejarah olahraga dunia ataupun Asia. Prestasi terbaik hanya sering ditorehkan di tingkat regional seperti SEA Games. Namun di tahun 2008 Indonesia mengukir sejarah baru, menjadi tuan rumah dan juara umum Asian Beach Games 2008.
Awalnya banyak yang tidak mengerti tentang konsep multievent olahraga pantai pertama di Asia dan dunia ini. Asian Beach Games atau disebut ABG, berkonsep tentang kejuaraan olahraga yang diselenggarakan di pantai.
Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah setelah dianggap memiliki kapasitas yang baik untuk menyelenggarakan multievent. Indonesia punya banyak kawasan pantai memadai untuk dijadikan sarana olahraga.
Sudah 46 tahun lamanya Indonesia tidak lagi terpilih menyelenggarakan multievent tingkat Asia. Pertama kali yakni pada Asian Games 1962, dan kini ABG 2008. Terpilihnya Indonesia jelas sebuah kehormatan besar.
Di tengah carut-marutnya kondisi bangsa, baik di sektor ekonomi atau stabilitas keamanan, International Olympic Committee (IOC) dan Olympic Council Of Asia (OCA) masih menaruh kepercayaan besar kepada Indonesia. Sebuah kehormatan yang menjadi tugas berat bagi KONI/KOI serta pemerintah yang bertugas menangani ajang ini.
Dengan kurun waktu satu tahun sejak ditunjuk sebagai tuan rumah, akhirnya 18 Oktober 2008, dimulailah ABG 2008. Menggunakan empat venue utama di pantai ternama Bali, Sanur, Kuta, Nusa Dua dan Pulau Serangan, ABG 2008 mempertandingkan 19 cabang olahraga.
Ke-19 cabor tersebut adalah Binaraga, Perahu Naga, Surfing yang dipertandingkan di Kuta. Polo Air, Kabaddi, Basket, Gulat, Pencak Silat, Jetski, Paragliding, Woodball yang dimainkan di Nusa Dua dan Tanjung Benoa. Voli Pantai, Sepak Takraw Pantai, Bola Tangan, Sepakbola Pantai, Marathon Swimming dan Triathlon dimainkan di Sanur. Terakhir, Sailing dan Windsurfing yang dimainkan di Serangan.
Indonesia mengandalkan beberapa cabang yang diunggulkan menjadi tambang emas seperti Pencak Silat, Paragliding, Perahu Naga dan Selancar. Benar saja, Pencak Silat menyumbang lima medali emas. Paragliding menyumbang tujuh medali emas dan Perahu Naga menyumbang dua medali emas.
Di cabang Selancar Angin, Oka Sulaksana seakan tidak punya lawan yang berarti. Namun, Oka sedikit menyesalkan tidak turunnya peselancar-peselancar terbaik Asia di ajang ini. "China dan Jepang tidak menurunkan atlet terbaik. Mungkin yang turun peselancar kelas tiga atau empat," keluh Oka, ketika itu.
Komandan Kontingen Indonesia Doko Pramono mengakui jika ada strategi tersendiri pada cabang paragliding. "Kita punya kelebihan sebagai tuan rumah yang jelas hapal dengan kondisi alam di Timbis, Bali. Para atlet sudah mempelajari trek dan hasilnya banyak medali emas dari cabang ini," jelas Djoko.
Faktor inilah yang menjadi nilai plus sebagai tuan rumah untuk memetik keuntungan-keuntungan. Kendati bukan diraih dari cabang favorit, setidaknya Indonesia sudah mendulang banyak emas dari cabang olahraga yang terkesan terpaksa dimainkan di pantai, Pencak Silat contohnya.
Sepakbola pantai, sepak takraw, polo air, bola tangan, marathon swimming dan triathlon gagal menyumbang emas. Muka Indonesia sedikit terselamatkan dengan emas terakhir dari cabang voli pantai yang disumbangkan pasangan Koko Prasetyo Darkuncoro dan Andy Ardiyansah usai mengalahkan pasangan Kazhakstan.
Total Indonesia mengumpulkan 23 emas, 8 medali perak dan 20 medali perunggu sekaligus berhak keluar sebagai juara umum. Posisi ini diikuti Thailand dengan raihan 10 emas, 17 perak dan 10 perunggu. Posisi ketiga ditempati macan Asia China dengan mengoleksi 6 emas, 10 perak dan 7 perunggu.
Sebuah prestasi yang secara kasat mata sangat membanggakan bagi Indonesia bisa berbicara dan membuktikan diri di level Asia. Selama ini Indonesia hanya dipandang sebagai tim kelas dua bila bersaing di sektor olahraga.
Namun, kini yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa Indonesia mengungguli China, Jepang atau Thailand. Kontingen Indonesia sangat serius mempersiapkan atlet yang akan bertarung di ABG 2008. Sementara kontestan lain terkesan sekedar mengisi liburan di Bali, sebuah pulau yang konon katanya jauh lebih terkenal daripada negara Indonesia sendiri.
Sebagai multievent pertama kali, semuanya terlihat sebagai ajang coba-coba. Kondisi ini jelas dibantah oleh Ketua KONI/KOI Rita Subowo. Anggapan ini dianggap sebagai penilaian skeptis sebagian orang menyikapi kesuksesan Indonesia menggelar ABG 2008 dan keluar sebagai juara umum.
Apakah beliau melihat bagaimana malasnya tim Perahu Naga China dalam berlomba? China hanya menurunkan sekumpulan pendayung wanita yang sudah berumur. Sementara Myanmar dan Thailand menurunkan kebanyakan pendayung yang masih remaja. Indonesia? Tuan rumah menampilkan pendayung-pendayung terbaik di negeri ini.
Cabor Paragliding tidak jauh berbeda. Sebagai tuan rumah, Indonesia jelas lebih mengenal kondisi geografis dan alam. Trek atau jalur lomba juga dikeluarkan Indonesia. Hasilnya, atlet dari Philipina yang tercatat sebagai atlet kelas satu dunia, nyasar dan gagal finish.
Gambaran di atas memperlihatkan bagaimana Indonesisa bisa menang dengan cara kompetisi yang tidak lazim. Ini menjadi pertanyaan, bagaimana sosialisasi ABG 2008 di negara-negara peserta lainnya?
Bagimana nasib Indonesia di ABG 2008 empat tahun mendatang di Muscat, Oman? Bila negara lain sudah serius, maka sulit bagi Indonesia mengulang prestasi menjadi juara umum Asian Beach Games.
Djoko Pramomo mengharapkan agar pemerintah bisa melakukan perbaikan dan pembenahan dalam pembinaan atlet. "Jika kita jalan di tempat, maka dua tahun lagi kita akan terpuruk. Ini tugas kita bersama khususnya pemerintah, agar pembinaan terhadap atlet harus diperbaiki," jelasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar