Catatan Akhir Tahun Olahraga
Oleh Sipri Seko
TANTANGAN terbesar bagi dunia olahraga NTT di awal tahun 2008 adalah persiapan menghadapi PON XVII 2008 di Kalimantan Timur. Prestasi delapan medali emas, empat perak dan empat perunggu yang direbut pada PON XVI 2004 lalu di Sumatera Selatan menjadi beban yang harus dihadapi.
Tak heran kalau kemudian para pelatih seperti George Hadjoh (kempo), Yusuf Naragale (tinju) dan Agus Petrusz (taekwondo) menginginkan agar pemusatan latihan dipercepat. Namun, ketiadaan dana di mana pada saat yang bersamaan NTT juga sedang melakukan pemilihan kepala daerah, membuat KONI Propinsi NTT tidak bisa berbuat banyak. Persiapan bermodalkan semangat, disiplin dan tekad untuk mengharumkan nama NTT di pentas olahraga nasional diakhiri dengan merebut tiga medali emas, empat perak dan enam perunggu.
Kalau ukurannya adalah prestasi PON XVI 2004, maka prestasi PON XVII 2008 ini jelas menurun. Tapi kalau ukurannya adalah persiapan dan kualifikasi atlet peserta, prestasi kali ini tetap disebut cukup membanggakan. Alasannya, lima perebut medali NTT pada PON XVI 2004, Oliva Sadi, Ferry Subnafeu, Kamilus Lero, Mansyur Yunus dan Yules Pulu, pindah ke Kalimantan Timur. Dua lainnya, Hermensen Ballo dan Morits Saubaki tidak ikut. Ketidakhadiran atlet-atlet unggulan ini tidak membuat nyali anak-anak NTT ciut. Dengan semangat dan disiplin tinggi, atlet-atlet NTT yang rata-rata berusia di bawah 23 tahun bisa membawa pulang prestasi.
Prestasi di PON XVII diikuti atlet-atlet NTT yang berlaga di Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas) XIII 2008. NTT meraup tiga medali emas, satu perak dan satu perunggu. Simplisius Padji Abe tampil spektakuler dengan merebut tiga medali emas. Medali perak oleh Maria Kolloh dan perunggu direbut Tanty Yosefa.
Dari perjalanan olahraga NTT di tahun 2008, ada beberapa catatan prestasi tingkat nasional dan dunia yang berhasil diraih. Dari cabang tinju, NTT tampil spektakuler dengan merebut empat medali emas dalam Kejurnas STE di Denpasar-Bali lewat Yanto Fallo, Deni Hitarihun, Atris Neolaka dan Abniel Daniel. Selain itu, atlet-atlet PPLP NTT juga meraih hasil membanggakan di kejurnas antar-PPLPdi Manado. Dan, yang terakhir adalah dikirimnya Atris Neolaka dan Robinson Djo ke kejuaraan dunia di China.
Dari cabang atletik, Afriana Paijo merebut dua medali perak pada kejuaraan atletik pelajar Asia Tenggara (Asean School Championship) ke-23 di Danang, Vietnam. Selain itu, Mery Paidjo menempati peringkat kedua dalam Hongkong Marathon 2008 bersama Niko Silla. Dari cabang Taekwondo, Dudy merebut medali emas dan Jasson Hornay medali perungu di kejuaraan dunia Korea Open 2008.
Dari kempo, Kabupaten Kupang mencatat hasil spektakuler dengan menjadi juara umum kejurnas kempo antar-kota di Jakarta bulan November lalu. Binaraga juga tidak ketinggalan menorehkan prestasinya, ketika atlet Belu, James Abanit merebut medali perunggu dalam kejuaraan Ade Rai Siswa Raga dan Body Fitnes 2008 di Balai Sarbini, Jakarta, Agustus lalu.
Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI) NTT juga meraih juara umum Menpora Cup II 2008 di Wonogiri-Jawa Tengah. FKTI NTT merebut 16 medali emas, tujuh perak dan tujuh perunggu. Karateka Nagekeo menjadi pengumpul medali terbanyak, yakni 13 emas yang direbut Yoktan Taneo (4 emas), Sovia Taneo (5 emas), Marlin Safrudin (2 emas, 1 perak dan 1 perunggu) dan Leni Djafra (2 emas, 1 perak, 1 perunggu). Catatan prestasi-prestasi ini belum termasuk kejuaraan antar- pelajar, olahraga usia dini, porseni SMP, Popnas, olimpiade olahraga siswa dan lainnya.
Dari sisi sumber daya manusia, di tahun 2008, NTT mengalami kemajuan. Kalau pada PON lalu, paling tidak hanya empat orang NTT yang menjadi wasit, kali ini di PON XVII 2008, ada sebelas putra NTT yang menjadi wasit. David Radja (tinju) dan Ferdy Amatae (pencaksilat) malah menjadi ketua pertandingan di cabangnya. Ferdy Amatae, beberapa kali juga dikirim memimpin pertandingan di luar negeri. Ada juga wasit asal Ende, Hermino Mau yang menjadi wasit renang pada Asian Beach Game 2008 di Bali. Selain itu, pelatih atletik NTT, Frans Sales dan Soleman Natonis juga dipilih mendampingi atlet Indonesia ke luar negeri.
***
Lalu, apakah geliat olahraga NTT di tahun 2008 ini berjalan mulus? "Kalau saja kita sedikit prihatin dengan kondisi daerah dan berlatih atau mengurus olahraga tanpa pamrih, saya yakin NTT akan menjadi lumbung atlet di Indonesia." Itu komentar dari mantan atlet tinju, Hermensen Bertolens Ballo, S.H.
Dari sisi pencapaian prestasi, dari semua keikutsertaan atlet-atlet NTT di kejuaraan tingkat nasional tidak semuanya berhasil. Di PON XVII, tinju yang ditargetkan meraih lebih dari dua medali emas, ternyata hanya membawa pulang satu. Pencaksilat yang dikoar-koarkan akan membawa pulang emas, ternyata gagal total, termasuk taekwondo yang meloloskan delapan atlet, namun hanya bisa merebut dua perunggu. Dari kejuaraan lainnya, seperti Popnas, kejurnas atletik, kejurnas atletik antar- PPLP dan lainnya, hampir semuanya belum memberikan hasil yang menggembirakan.
Lalu, apa faktor atau penyebab kegagalan itu? Selain dana, disiplin, kemauan, initeligensi atlet/pelatih dan kemampuan menyerap teknologi masih kurang. Ada atlet atau cabang yang latihannya keras, disiplin, terjadwal dan terprogram dengan baik, namun mereka masih kurang dalam pemahaman teknologi baik digital maupun forensik. Mereka hanya berlatih, berlatih dan terus berlatih tapi tidak pernah memperhitungkan kapan puncak performanya. Akibatnya, terkadang mereka habis- habisan hanya untuk latihan sehingga tak mampu berbuat banyak saat pertandingan.
Ada juga yang yang menguasai teknologi, namun kualitas, pengalaman dan inteleginsinya masih jauh di bawah. Ada yang memiliki dana yang cukup, namun tidak mempunyai program latihan sehingga terkesan hanya untuk menghabiskan dana. Namun, ada pula yang karena kemauan atau fanatisme untuk berprestasi masih sangat kurang.
Satu lagi masalah klasik yang terjadi dalam pembinaan olahraga di NTT adalah manajemen organisasi. Banyak pengurus hanya sekadar nebeng nama dalam struktur, namun tak tahu harus berbuat apa. Ada juga yang masih memanfaatkan olahraga untuk tunggangan politis. Yang memprihatinkan adalah mereka yang menjadikan olahraga di NTT sebagai tempat mencari nafkah sehingga tidak total ketika dana tidak ada.
Lalu, apa yang harus dilakukan di tahun 2009? Perhelatan politik masih akan memanas. Pemilihan anggota legislatif dan presiden akan menyita energi. Namun harus diingat bahwa akan ada pekan olahraga (POR) daratan. Daratan Timor akan digelar di Belu, Flores-Lembata di Sikka dan Sumba, Alor, Rote di Rote atau Alor. POR Daratan harus menjadi awal prestasi NTT. Atlet potensial harus dijaring sebanyak mungkin. Pembinaan harus lebih fokus. Cabang-cabang super prioritas harus lebih dimaksimalkan.
Dan, yang terpenting adalah 'menekan' pemerintah agar alokasi dana untuk olahraga dinaikkan. UU Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional sudah mewajibkan adanya alokasi dana untuk olahraga. Untuk yang satu ini, tampaknya kita tak perlu khawatir. Drs. Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay adalah duet yang sangat paham tentang pembinaan olahraga di NTT. Bukankah kita harus 'Sehati Sesuara Membangun NTT Baru? Salam Olahraga! *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar