A.A. Ariwibowo
RAIBNYA dua gigi, retaknya batang hidung dan derasnya kucuran darah menghiasi wajah Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi. Jepretan Mat Kodak mengabadikan mulut bos AC Milan itu sebagai sosok teraniaya dari mereka yang gemar mengumbar dua laga dunia berlabel "gila-gilaan", yakni seks dan bola.
AC Milan tergetar oleh dua duka. Yang pertama, dikalahkan 0-2 dari Palermo dalam Serie A; yang kedua, bos besar dilempar patung replika katedral, Minggu (13/12) oleh pria pengidap sakit jiwa. Berlusconi menggenapi ungkapan satir(e) bahwa sekali pukulan terhunjam, dua sasaran terjengkang.
Baik AC Milan maupun Berlusconi terkena imbas dari kata "satir". Dalam kisah Yunani dan Romawi Purba, satir artinya makhluk berwujud setengah manusia setengah binatang, yang konon suka minum anggur dan suka wanita. Satir juga bermakna lelaki yang tidak dapat mengendalikan nafsu birahinya. Berlusconi mengidap virus satir.
Ketika meminjam artikulasi film-film Indonesia, Berlusconi agaknya sedang meniti dua kata bernuasa syur: surga dunia. Weleh...weleh, dalam fragmen apa Berlusconi dibuai iming-iming seks, dibelai pesona bola?
Di arena Serie A, popularitas Berlusconi sedang kedodoran. Dia mulai menuai selaksa kecaman dari suporter AC Milan. Milanisti mendesaknya agar melego klubnya itu ke pemodal yang mau bersungguh-sungguh menginvestasikan uangnya. Pemilik dan Presiden AC Milan itu menegaskan, dia tak akan menjual klub itu. Sebab, Milan sedang dirundung skandal cinta, bukan skandal ekonomi.
Dengan nada bicara satire, ia mengatakan, "Menjual Milan? Tidak! Kami tak pernah mempertimbangkan hal itu. Klub ini berhubungan dengan kasih sayang, bukan ekonomi". "Tak seorang pun (di Milan) yang berbicara tentang penjualan klub. Ini semua karangan media massa. Saya bisa menegaskan hal ini atas nama klub," tegasnya.
AC Milan kini mengidap defisit harga diri. Mantan Pelatih Rossoneri, Alberto Zaccheroni memvonis bahwa performa buram dari mantan klubnya itu tak luput dari raibnya tiga pilar utama, yaitu Ricardo Kaka, Carlo Ancelotti, dan Paolo Maldini. Tidak bisa dipungkiri, tiga pentolan itu tampil sebagai ikon yang membuat Milan mampu membusungkan dada di hadapan seteru lawasnya, Juventus dan Inter Milan.
Atmosfer diperburuk dengan lambannya reaksi manajemen Milan di ajang bursa transfer. Alasan krisis keuangan yang dinyatakan Berlusconi membuat para punggawa semakin mempertanyakan kesungguhan manajemen. "Il Diavolo" ketar-ketir ketika Inter Milan dan Juventus mendatangkan pemain-pemain jempolan, sebut saja Samuel Eto`o, Wesley Sneijder, Felipe Melo dan Diego.
Di satu sisi, manajemen Inter boleh lamban panas; di lain sisi, libido seksual dari taipan media Italia berusia 73 tahun itu terus mendidih. Wanita penghibur, Patrizia D?Addario membeberkan rahasia ranjang Berlusconi dalam buku berjudul Gradisca, Presidente atau Take Your Pleasure, Prime Minister. Ditulis bahwa ada 20 model-model ranum dan seksi.
"Gadis-gadis lain kemudian datang, termasuk di antaranya pasangan lesbian dan perempuan penghibur. Setelah sepuluh menit, Perdana Menteri pun datang. Ia menyapa setiap orang, sebagian sudah mengenalnya dengan baik dan menciumnya," kenang Patrizia. "Sebagai gadis penghibur, saya telah mengalami banyak hal. Namun tidak seperti ini, 20 perempuan dengan satu laki-laki".
Ujung-ujungnya, sejak April lalu, nama Berlusconi semakin tercoreng karena terlilit skandal dengan wanita-wanita muda, termasuk dengan pelacur anak berusia 18 tahun yang menyapa Berlusconi sebagai "daddy". Istrinya, Veronica Lario menuntut cerai setelah keduanya mengarungi bahtera perkawinan selama selama 20 tahun.
Berlusconi sedang menjalani pencobaan dari spiritualisme bola yang menuntut kebeningan, kejernihan dan kemerdekaan suara hati untuk membenahi AC Milan. Formulanya, terbebas dari rasa bimbang, terbebas dari rasa kacau dan terbebas dari kecemasan dan kekacauan batin.
Bos AC Milan itu menghadapi pertanyaan, apakah dalam kebimbangan seseorang harus bertindak? Jika ia sungguh bimbang, maka ia tidak harus berbuat apa pun. Jika ia bertindak atas dasar suara hati yang bimbang, maka tanggung jawab atas perbuatannya itu harus dipikul Berlusconi sendiri.
Jika Berlusconi mengalami kecemasan batin tidak beralasan (skrupulus), maka ia memerlukan arahan yang jelas dan arahan yang teguh. Secara psikologis, skrupulusitas seseorang muncul dari rasa takut tersembunyi karena adanya tekanan dalam diri orang itu.
Celakanya, hampir dapat dipastikan bahwa umumnya orang skrupulus menyerahkan pengambilan keputusan kepada orang lain, sebab orang jenis ini tak mampu mengambil keputusan berdasarkan suara hati yang jelas dan bernas. Inilah inflasi suara hati yang dialami Berlusconi.
Di hadapan spiritualisme seks, bagaimana sepak terjang Berlusconi? Di satu pihak, seks sejak zaman batu memang sudah sangat "nyeleneh". Di lain pihak, seks adalah keseluruhan proses perkembangan manusia sejak lahir sampai menapaki jenjang manusia dewasa.
Karena itu, seks bersifat sangat spiritual karena memuat fungsi prokreasi, bukan semata-mata rekreasi. Ini yang dilupakan anak manusia bernama Berlusconi.
"Saya bermimpi Berlusconi masuk penjara," demikian massa demonstran bernyanyi bersahut-sahutan saat berjalan kaki berkilo-kilometer dari Termini, stasiun kereta api utama Roma, menuju lapangan di depan Basilika Santo Yohanes.(*)
Selasa, 15 Desember 2009
Selasa, 08 September 2009
Tentang Longsor di Tolnaku
SEJAK beberapa bulan lalu, longsor yang terjadi di Desa Tolnaku, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, menyita perhatian publik. Kehidupan masyarakat di sekitar lokasi longsoran, aksi mengatasi longsoran, hingga penelitian terhadap penyebab longsoran menjadi perhatian utama.
Terakhir, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, longsoran yang terjadi di Tolnaku akibat pertemuan dua sesar (sejenis patahan), yaitu sesar domen dan sesar gerak. Longsor di Tolnaku kemudian diketahui dalam zona merah, dalam artian sangat dimungkin dapat terjadi terus-menerus. Jenis longsoran ini sama seperti yang pernah terjadi di Ciloto dan Cianjur, Propinsi Jawa Barat kemudian di Banjar Tenggara, Jawa Tengah.
Lalu apakah karena hasil penelitian mengatakan bahwa longsoran di Tolnaku kemungkinan masih akan terjadi lalu kita harus menyerah? Apakah kita akan terus menerus memberikan bantuan air dan makanan kepada warga korban longsoran? Ataukah kita harus segera mencari jalan keluar untuk menyelesaikannya?
Saat ini, ada sekitar 32 kepala keluarga (KK) atau 118 jiwa untuk sementara terpaksa dipindahkan ke Fatukoto. Mereka masih diinapkan di tenda-tenda darurat sambil menanti perumahan bantuan dari pemerintah selesai dibangun. Untuk sementara, kebutuhan hidup warga seperti air dan makanan dipasok oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang.
Kondisi ini akan makin meluas karena beberapa desa yang rawan terkena dampak longsor Tolnaku adalah Desa Oelatimu dan Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Timur, Desa Oebola Dalam, Kecamatan Fatuleu dan Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu. Artinya, dengan pernyataan bahwa longsoran masih akan terus terjadi bila musim hujan datang membuat perhatian ekstra terhadap wilayah-wilayah atau jalur merah ini harus terus dilakukan.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah kondisi ini harus terus dibiarkan? Dengan mata pencaharian sebagai petani, warga Tolnaku dan sekitarnya tentu harus menyiapkan lahan pertanian atau ladang untuk ditanami saat musim hujan. Lahan garapan di Tolnaku jelas tidak lagi diharapkan untuk bisa digunakan.
Untuk itu, masyarakat di wilayah ini harus diberi pengertian tentang kondisi ini. Masyarakat harus diberitahu bahwa mereka tidak mungkin lagi pulang dan tinggal di Tolnaku atau wilayah sekitarnya. Mereka juga harus diberi pemahaman untuk merelakan harta benda seperti tanaman dan kebunnya yang harus ditinggalkan dan tidak boleh digarap lagi. Dengan kondisi longsoran yang bisa terjadi sewaktu- waktu, jangan pernah mau mengambil risiko atau 'keras kepala' untuk tidak mengindahkan larangan-larangan pihak berwenang atau pemerintah.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kupang, Daniel Manoh, mengakui, meski saat ini warga setempat sudah mendapat bantuan, namun kesehatan dan persiapan menghadapi musim tanam akan menjadi masalah ikutan. Kalau sudah demikian, Manoh yang saban hari bersama warga di sana sudah harus menyiapkan rencana aksi untuk mengatasinya. Pengajuan anggaran kepada pemerintah harus segera dilakukan. Ketersediaan anggaran memang sangat penting. Biasanya (mungkin sudah menjadi kebiasaan), bila ada kasus atau bencana yang terjadi tiba-tiba, lambannya penanganan pemerintah selalu bertamengkan ketiadaan anggaran.
Program atau rancangan anggaran tentang pembangunan pemukiman baru, penyediaan sarana air bersih, konsep pembangunan ekonomi masyarakat, termasuk penyediaan lahan garapan, harus segera dilakukan.
Rancangan program agar longsor hanya terjadi di Tolnaku dan tidak menyebar ke daerah lain juga harus dimiliki. Patahan-patahan yang terjadi di Tolnaku jelas akan membuat air hujan akan berkumpul dan mengalir menjadi satu arus. Arus air ini harus diarahkan dengan benar, sehingga jangan menjadi bencana bagi daerah yang dilaluinya.
Mencegah atau mengurangi terjadinya bencana, jelas akan menguras energi dan dana. Dana yang digelontorkan hendaknya membuat para pengelola tak silau dan takabur dalam memanfaatkannya. Alokasi sesuai peruntukannya harus direalisasikan. Masyarakat yang sudah menjadi korban, jangan lagi menjadi obyek untuk mendapat keuntungan pribadi. Jeritan hati, tangis pilu para ibu dan anak yang harus kehilangan harta bendanya dan memulai kehidupan baru, hendaknya menjadi berkat bagi kita yang dipercaya untuk mengatasi penderitaan mereka. *
Terakhir, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, longsoran yang terjadi di Tolnaku akibat pertemuan dua sesar (sejenis patahan), yaitu sesar domen dan sesar gerak. Longsor di Tolnaku kemudian diketahui dalam zona merah, dalam artian sangat dimungkin dapat terjadi terus-menerus. Jenis longsoran ini sama seperti yang pernah terjadi di Ciloto dan Cianjur, Propinsi Jawa Barat kemudian di Banjar Tenggara, Jawa Tengah.
Lalu apakah karena hasil penelitian mengatakan bahwa longsoran di Tolnaku kemungkinan masih akan terjadi lalu kita harus menyerah? Apakah kita akan terus menerus memberikan bantuan air dan makanan kepada warga korban longsoran? Ataukah kita harus segera mencari jalan keluar untuk menyelesaikannya?
Saat ini, ada sekitar 32 kepala keluarga (KK) atau 118 jiwa untuk sementara terpaksa dipindahkan ke Fatukoto. Mereka masih diinapkan di tenda-tenda darurat sambil menanti perumahan bantuan dari pemerintah selesai dibangun. Untuk sementara, kebutuhan hidup warga seperti air dan makanan dipasok oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang.
Kondisi ini akan makin meluas karena beberapa desa yang rawan terkena dampak longsor Tolnaku adalah Desa Oelatimu dan Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Timur, Desa Oebola Dalam, Kecamatan Fatuleu dan Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu. Artinya, dengan pernyataan bahwa longsoran masih akan terus terjadi bila musim hujan datang membuat perhatian ekstra terhadap wilayah-wilayah atau jalur merah ini harus terus dilakukan.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah kondisi ini harus terus dibiarkan? Dengan mata pencaharian sebagai petani, warga Tolnaku dan sekitarnya tentu harus menyiapkan lahan pertanian atau ladang untuk ditanami saat musim hujan. Lahan garapan di Tolnaku jelas tidak lagi diharapkan untuk bisa digunakan.
Untuk itu, masyarakat di wilayah ini harus diberi pengertian tentang kondisi ini. Masyarakat harus diberitahu bahwa mereka tidak mungkin lagi pulang dan tinggal di Tolnaku atau wilayah sekitarnya. Mereka juga harus diberi pemahaman untuk merelakan harta benda seperti tanaman dan kebunnya yang harus ditinggalkan dan tidak boleh digarap lagi. Dengan kondisi longsoran yang bisa terjadi sewaktu- waktu, jangan pernah mau mengambil risiko atau 'keras kepala' untuk tidak mengindahkan larangan-larangan pihak berwenang atau pemerintah.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kupang, Daniel Manoh, mengakui, meski saat ini warga setempat sudah mendapat bantuan, namun kesehatan dan persiapan menghadapi musim tanam akan menjadi masalah ikutan. Kalau sudah demikian, Manoh yang saban hari bersama warga di sana sudah harus menyiapkan rencana aksi untuk mengatasinya. Pengajuan anggaran kepada pemerintah harus segera dilakukan. Ketersediaan anggaran memang sangat penting. Biasanya (mungkin sudah menjadi kebiasaan), bila ada kasus atau bencana yang terjadi tiba-tiba, lambannya penanganan pemerintah selalu bertamengkan ketiadaan anggaran.
Program atau rancangan anggaran tentang pembangunan pemukiman baru, penyediaan sarana air bersih, konsep pembangunan ekonomi masyarakat, termasuk penyediaan lahan garapan, harus segera dilakukan.
Rancangan program agar longsor hanya terjadi di Tolnaku dan tidak menyebar ke daerah lain juga harus dimiliki. Patahan-patahan yang terjadi di Tolnaku jelas akan membuat air hujan akan berkumpul dan mengalir menjadi satu arus. Arus air ini harus diarahkan dengan benar, sehingga jangan menjadi bencana bagi daerah yang dilaluinya.
Mencegah atau mengurangi terjadinya bencana, jelas akan menguras energi dan dana. Dana yang digelontorkan hendaknya membuat para pengelola tak silau dan takabur dalam memanfaatkannya. Alokasi sesuai peruntukannya harus direalisasikan. Masyarakat yang sudah menjadi korban, jangan lagi menjadi obyek untuk mendapat keuntungan pribadi. Jeritan hati, tangis pilu para ibu dan anak yang harus kehilangan harta bendanya dan memulai kehidupan baru, hendaknya menjadi berkat bagi kita yang dipercaya untuk mengatasi penderitaan mereka. *
Jumat, 08 Mei 2009
Cinta Segitiga Pep Guardiola
Oleh A.A.Ariwibowo
DENGAN bermodal satu sayap terkoyak, cinta dari pemilik nama lengkap Josep "Pep" Guardiola i Sala - yang kerap disingkat IPA - melanglang buana dengan bermodal tritunggal, yakni keteguhan hati, kepercayaan akan keindahan kasih, serta kekerasan hati untuk terus bekerja dengan ikhtiar tanpa henti.
Jagat bola, bagi Pep Guardiola, yang lahir pada 18 Januari 1971 di Santpedor, Barcelona, Catalonia, "nyerempet" petualangan cinta segitiga antar anak manusia. Kecintaan Pep akan bola, bukan semata tereduksi pada keinginan memiliki tetapi terjelma pada rajutan persahabatan tiada henti. Yang ia inginkan, berkubang dalam misteri cinta segitiga.
Pep tidak tidak ingin terengah bahkan terpedaya oleh ujaran klasik bahwa cinta berasal dari mata turun ke hati. Cinta akan bola seakan mengobarkan bara hati, bara kasih, dan bara asa bagi Pep. Pengalamannya sebagai pemain boleh dibilang segudang, dari FC Barcelona, sampai Brescia Calcio, A.S. Roma, Al-Ahli dan Dorados de Sinaloa.
Modal Pep relatif sederhana. Ia mengenal dan mengetahui paradoks jagat bola, yakni berlari, berkejaran bersama lawan, berjuang mencetak gol beralaskan keindahan cinta yang bukan semata mengharapkan balasan, tetapi ingin memberi, memberi dan memberi. Cinta yang diintroduksi Pep bukan sebatas mabuk kepayang, tetapi mabuk keindahan dan keteguhan hati.
Sejak meneken kontrak untuk melatih Barca pada 5 Juni 2008, Pep yang menggantikan Frank Rijkaard, tiada henti mendapat kepercayaan dari Presiden FC Barcelona Joan Laporta.
Bukankah jagat cinta menyimpan formasi tritunggal, dari ketiadahentian dan kepercayaan sampai kecintaan yang terbalut keindahan? Jawabnya, Pep mengetahui, memahami dan mempraktekkan sepakbola menyerang yang memuat ketiga unsur tritunggal itu.
Tidak ada serangan ke jantung pertahanan lawan, bila tidak ada jalinan kepercayaan antar sesama pemain. Jangan sesekali berharap kemenangan bila terbersit keraguan. Yang tidak kalah pentingnya, menaruh hati kepada keindahan persahabatan yang ditawarkan laga bola, meski di seberang sana ada lawan yang siap menerkam dan pendukung tim lawan yang siap meneror. Antusiasme laga tandang adalah kekuatan ekstra bagi skuad Barca.
Buktinya, dalam duel semifinal kedua Liga Champions antara Chelsea dan Barcelona, Rabu (6/5) di Stamford Bridge, Barca akhirnya menang dan berhak melaju ke final dengan keunggulan gol tandang. Energi cinta terus terkuras lantaran Barcelona yang tampil memikat di leg pertama lagi-lagi kehilangan ide membongkar kedisiplinan pemain "The Blues".
Energi cinta pasukan Pep tergetar oleh gol aduhai yang diciptakan oleh Michael Essien pada ke-9. Chelsea di bawah arsitek Guus Hiddink berhasil unggul 1-0. Energi cinta skuad Barca tergerus oleh ulah wasit Tom Henning Ovrebo yang mengeluarkan kartu merah langsung kepada Eric Abidal di menit ke-66.
Peristiwa serupa terulang ketika Ovrebo meloloskan sejumlah pelanggaran yang menuai protes dari kedua kubu. Tetapi cinta pasukan Guardiola tidak bertepuk sebelah tangan. Dewi Fortuna membayar kontan cinta Barca. Andres Iniesta menyamakan skor menjadi 1-1 dan membawa Barca ke panggung final.
Empat hari sesudah tim asuhannya melumat musuh bebuyutan Barca, Real Madrid dengan skor 6-2 di Bernabeu, Pep kian merebut hati pecandu sepakbola La Liga. Ketika memasuki musim kompetisi domestik, ia melepas sejumlah pemain bintang antara lain Ronaldinho, Deco, Samuel Eto`o. Yang tersisa tanda tanya, ada apa dengan Pep?
"Sebagai tim, kami tampil lepas bebas menjalani laga di La Liga. Coba meraih kemenangan di ajang Piala Raja pekan berikutnya ketika melawan Bilbao kemudian berpikir untuk melaju ke final di Roma," katanya. Saat menghadapi final yag akan digelar pada 27 Mei 2009 di Stadio Olimpico, Roma, Pep tetap menjanjikan sepakbola menyerang.
"Kami konsisten, tampil dengan menyerang, dengan didukung kekuatan penuh, keberanian dan ketenangan dalam memanfaatkan setiap peluang gol," kata Pep. Untuk mendulang optimisme, Iniesta pun tidak ingin ketinggalan kereta.
"Kami telah memberi segalanya. Kami menarik segala pelajaran dari setiap laga di musim kompetisi. Inilah roh dari tim ini," kata Iniesta kepada Canal Plus.
Komentar Pep bukan bermula dari khayalan setinggi langit, tetapi berasal dari sederet pengalaman yang ditimba dari bawah. Ia bukan pelatih karbitan. Kalau bintangnya terus bersinar, itu karena ia paham dan tahu bahwa prestasi adalah sebuah simbol.
Simbol adalah tanda yang tidak hanya melulu menunjukkan (indikatif) tetapi lebih mengartikan. Manusia adalah "animal symbolicum", kata filsuf Ernst Cassirer, artinya manusia menciptakan dan membebaskan unsur "kebinatangan" (animalitas) dalam dirinya. Manusia mengonstruksikannya ke dalam bentuk bahasa, mitos, seni dan agama. Dan Guardiola terpapar sebagai anak kandung dari animal symbolicum.
Guardiola terlahir sebagai produk asali dari Akademi Sepakbola FC Barcelona, kemudian meniti karier di tingkat junior bersama dengan Gimnastic de Manresa and FC Barcelona B. Antara 1990 dan 2001, ia tampil sebanyak 379 bersama Barca, mencakup 263 di ajang La Liga.
Sejak 16 Desember 1990, ia memulai debut bersama Barcelona dalam pertandingan yang dimenangkan Barca 2-0 melawan Cadiz CF. Bermain sebagai gelandang bertahan, ia bergabung bersama The Dream Team di bawah asuhan pelatih Johan Cruijff.
Pada 1997, ia mengenakan ban kapten menggantikan Jose Mari Bakero. Akan tetapi, cedera lutut membekap Pep yang membuat dirinya absen selama setahun. Pada 17 Juni 2001, ia mengucapakan selamat berpisah kepada Barca dalam pertandingan melawan Valencia CF yang berakhir 3-2 untuk kemenangan klubnya. Ia membetot perhatian publik setempat dengan menyabet predikat sebagai Legenda Camp Nou.
Setelah meninggalkan Barca pada 2001, ia menambatkan hati kepada Newcastle United, West Ham United, Tottenham Hotspur dan Liverpool, ditambah AC Milan and Internazionale. Ia tidak menemukan hakekat cinta di Italia. Dewi Amor tidak menyambangi dirinya karena terlibat dugaan kasus doping. Enam tahun kemudian, ia
dinyatakan bebas.
Pada 1992, Guardiola ditunjuk sebagai kapten timnas Spanyol. Tim Matador merebut medali emas di Olimpiade Barcelona. Antara 1992 dan 2001, Guardiola tampil sebanyak 47 kali dan menyarangkan lima gol bagi timnas negaranya. Pada 14 November 2001, ia menutup lembaran indah untuk kali terakhir bersama Spanyol dalam laga persahabatan melawan Meksiko yang berakhir 1-0 bagi negaranya.
Sejak menangani Barca, Pep mendatangkan Dani Alves dan Seydou Keita dari FC Sevilla, Martin Caceres dari Villareal CF, Gerard Pique, dan Henrique Adriano Buss dari Palmeiras meski akhirnya dijual ke Bayer Leverkusen.
Guardiola cenderung memainkan formasi 4-3-3, berpadanan dengan sistem yang digunakan pelatih sebelumnya Frank Rijkaard. Ini bukti dari kecintaannya akan rajutan historis yang dijalani Barca.
Ketika menghadapi final Liga Champions, cinta segitiga Pep Guardiola mengalir dari oase kehidupan yang tiada henti mengalir, mengalir dan mengalir. Tujuannya tunggal. Ia ingin menciptakan dunia simbolis dengan menampilkan idea-idea sederhana dalam nilai praktis untuk bertindak secara ekspresif. Inilah misteri cinta dari Pep.
"Kami terus mencoba untuk memenangi setiap laga. kami coba mencipta," katanya dalam jumpa pers setelah pertandingan. "Saya punya kepercayaan penuh kepada tim ini. Kami tetap konsisten," katanya pula. Tembang cinta segitiga Pep Guardiola teruntai dalam nada dan lagu: "jangan pernah kau coba untuk berubah." *
DENGAN bermodal satu sayap terkoyak, cinta dari pemilik nama lengkap Josep "Pep" Guardiola i Sala - yang kerap disingkat IPA - melanglang buana dengan bermodal tritunggal, yakni keteguhan hati, kepercayaan akan keindahan kasih, serta kekerasan hati untuk terus bekerja dengan ikhtiar tanpa henti.
Jagat bola, bagi Pep Guardiola, yang lahir pada 18 Januari 1971 di Santpedor, Barcelona, Catalonia, "nyerempet" petualangan cinta segitiga antar anak manusia. Kecintaan Pep akan bola, bukan semata tereduksi pada keinginan memiliki tetapi terjelma pada rajutan persahabatan tiada henti. Yang ia inginkan, berkubang dalam misteri cinta segitiga.
Pep tidak tidak ingin terengah bahkan terpedaya oleh ujaran klasik bahwa cinta berasal dari mata turun ke hati. Cinta akan bola seakan mengobarkan bara hati, bara kasih, dan bara asa bagi Pep. Pengalamannya sebagai pemain boleh dibilang segudang, dari FC Barcelona, sampai Brescia Calcio, A.S. Roma, Al-Ahli dan Dorados de Sinaloa.
Modal Pep relatif sederhana. Ia mengenal dan mengetahui paradoks jagat bola, yakni berlari, berkejaran bersama lawan, berjuang mencetak gol beralaskan keindahan cinta yang bukan semata mengharapkan balasan, tetapi ingin memberi, memberi dan memberi. Cinta yang diintroduksi Pep bukan sebatas mabuk kepayang, tetapi mabuk keindahan dan keteguhan hati.
Sejak meneken kontrak untuk melatih Barca pada 5 Juni 2008, Pep yang menggantikan Frank Rijkaard, tiada henti mendapat kepercayaan dari Presiden FC Barcelona Joan Laporta.
Bukankah jagat cinta menyimpan formasi tritunggal, dari ketiadahentian dan kepercayaan sampai kecintaan yang terbalut keindahan? Jawabnya, Pep mengetahui, memahami dan mempraktekkan sepakbola menyerang yang memuat ketiga unsur tritunggal itu.
Tidak ada serangan ke jantung pertahanan lawan, bila tidak ada jalinan kepercayaan antar sesama pemain. Jangan sesekali berharap kemenangan bila terbersit keraguan. Yang tidak kalah pentingnya, menaruh hati kepada keindahan persahabatan yang ditawarkan laga bola, meski di seberang sana ada lawan yang siap menerkam dan pendukung tim lawan yang siap meneror. Antusiasme laga tandang adalah kekuatan ekstra bagi skuad Barca.
Buktinya, dalam duel semifinal kedua Liga Champions antara Chelsea dan Barcelona, Rabu (6/5) di Stamford Bridge, Barca akhirnya menang dan berhak melaju ke final dengan keunggulan gol tandang. Energi cinta terus terkuras lantaran Barcelona yang tampil memikat di leg pertama lagi-lagi kehilangan ide membongkar kedisiplinan pemain "The Blues".
Energi cinta pasukan Pep tergetar oleh gol aduhai yang diciptakan oleh Michael Essien pada ke-9. Chelsea di bawah arsitek Guus Hiddink berhasil unggul 1-0. Energi cinta skuad Barca tergerus oleh ulah wasit Tom Henning Ovrebo yang mengeluarkan kartu merah langsung kepada Eric Abidal di menit ke-66.
Peristiwa serupa terulang ketika Ovrebo meloloskan sejumlah pelanggaran yang menuai protes dari kedua kubu. Tetapi cinta pasukan Guardiola tidak bertepuk sebelah tangan. Dewi Fortuna membayar kontan cinta Barca. Andres Iniesta menyamakan skor menjadi 1-1 dan membawa Barca ke panggung final.
Empat hari sesudah tim asuhannya melumat musuh bebuyutan Barca, Real Madrid dengan skor 6-2 di Bernabeu, Pep kian merebut hati pecandu sepakbola La Liga. Ketika memasuki musim kompetisi domestik, ia melepas sejumlah pemain bintang antara lain Ronaldinho, Deco, Samuel Eto`o. Yang tersisa tanda tanya, ada apa dengan Pep?
"Sebagai tim, kami tampil lepas bebas menjalani laga di La Liga. Coba meraih kemenangan di ajang Piala Raja pekan berikutnya ketika melawan Bilbao kemudian berpikir untuk melaju ke final di Roma," katanya. Saat menghadapi final yag akan digelar pada 27 Mei 2009 di Stadio Olimpico, Roma, Pep tetap menjanjikan sepakbola menyerang.
"Kami konsisten, tampil dengan menyerang, dengan didukung kekuatan penuh, keberanian dan ketenangan dalam memanfaatkan setiap peluang gol," kata Pep. Untuk mendulang optimisme, Iniesta pun tidak ingin ketinggalan kereta.
"Kami telah memberi segalanya. Kami menarik segala pelajaran dari setiap laga di musim kompetisi. Inilah roh dari tim ini," kata Iniesta kepada Canal Plus.
Komentar Pep bukan bermula dari khayalan setinggi langit, tetapi berasal dari sederet pengalaman yang ditimba dari bawah. Ia bukan pelatih karbitan. Kalau bintangnya terus bersinar, itu karena ia paham dan tahu bahwa prestasi adalah sebuah simbol.
Simbol adalah tanda yang tidak hanya melulu menunjukkan (indikatif) tetapi lebih mengartikan. Manusia adalah "animal symbolicum", kata filsuf Ernst Cassirer, artinya manusia menciptakan dan membebaskan unsur "kebinatangan" (animalitas) dalam dirinya. Manusia mengonstruksikannya ke dalam bentuk bahasa, mitos, seni dan agama. Dan Guardiola terpapar sebagai anak kandung dari animal symbolicum.
Guardiola terlahir sebagai produk asali dari Akademi Sepakbola FC Barcelona, kemudian meniti karier di tingkat junior bersama dengan Gimnastic de Manresa and FC Barcelona B. Antara 1990 dan 2001, ia tampil sebanyak 379 bersama Barca, mencakup 263 di ajang La Liga.
Sejak 16 Desember 1990, ia memulai debut bersama Barcelona dalam pertandingan yang dimenangkan Barca 2-0 melawan Cadiz CF. Bermain sebagai gelandang bertahan, ia bergabung bersama The Dream Team di bawah asuhan pelatih Johan Cruijff.
Pada 1997, ia mengenakan ban kapten menggantikan Jose Mari Bakero. Akan tetapi, cedera lutut membekap Pep yang membuat dirinya absen selama setahun. Pada 17 Juni 2001, ia mengucapakan selamat berpisah kepada Barca dalam pertandingan melawan Valencia CF yang berakhir 3-2 untuk kemenangan klubnya. Ia membetot perhatian publik setempat dengan menyabet predikat sebagai Legenda Camp Nou.
Setelah meninggalkan Barca pada 2001, ia menambatkan hati kepada Newcastle United, West Ham United, Tottenham Hotspur dan Liverpool, ditambah AC Milan and Internazionale. Ia tidak menemukan hakekat cinta di Italia. Dewi Amor tidak menyambangi dirinya karena terlibat dugaan kasus doping. Enam tahun kemudian, ia
dinyatakan bebas.
Pada 1992, Guardiola ditunjuk sebagai kapten timnas Spanyol. Tim Matador merebut medali emas di Olimpiade Barcelona. Antara 1992 dan 2001, Guardiola tampil sebanyak 47 kali dan menyarangkan lima gol bagi timnas negaranya. Pada 14 November 2001, ia menutup lembaran indah untuk kali terakhir bersama Spanyol dalam laga persahabatan melawan Meksiko yang berakhir 1-0 bagi negaranya.
Sejak menangani Barca, Pep mendatangkan Dani Alves dan Seydou Keita dari FC Sevilla, Martin Caceres dari Villareal CF, Gerard Pique, dan Henrique Adriano Buss dari Palmeiras meski akhirnya dijual ke Bayer Leverkusen.
Guardiola cenderung memainkan formasi 4-3-3, berpadanan dengan sistem yang digunakan pelatih sebelumnya Frank Rijkaard. Ini bukti dari kecintaannya akan rajutan historis yang dijalani Barca.
Ketika menghadapi final Liga Champions, cinta segitiga Pep Guardiola mengalir dari oase kehidupan yang tiada henti mengalir, mengalir dan mengalir. Tujuannya tunggal. Ia ingin menciptakan dunia simbolis dengan menampilkan idea-idea sederhana dalam nilai praktis untuk bertindak secara ekspresif. Inilah misteri cinta dari Pep.
"Kami terus mencoba untuk memenangi setiap laga. kami coba mencipta," katanya dalam jumpa pers setelah pertandingan. "Saya punya kepercayaan penuh kepada tim ini. Kami tetap konsisten," katanya pula. Tembang cinta segitiga Pep Guardiola teruntai dalam nada dan lagu: "jangan pernah kau coba untuk berubah." *
Rabu, 15 April 2009
Oehela: Sekarang Sumber Air Su Dekat
"SEKARANG sumber air su dekat. Beta sonde pernah terlambat lagi. Lebih mudah bantu mama ambil air untuk mandi adik. Karena mudah ambil air katong bisa hidup sehat."
Nukilan di atas merupakan bagian dari prolog salah satu iklan layanan masyarakat sebuah produk air minum ternama di Indonesia yang membangun fasilitas air bersih bagi masyarkat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Lantaran terus diiklankan di televisi, kabupaten yang berada 110 kilometer dari Kupang, NTT ini menjadi terkenal.
Ikon sumber air su dekat seakan-akan sudah mengental dengan kondisi yang dialami masyarakat TTS sampai saat ini. Persoalan ketiadaan sarana air bersih memang banyak dikeluhkan masyarakat TTS. Tak terkecuali warga Desa Oehela, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Sebelum sarana air dibangun di desa itu, betapa menderitanya warga untuk mendapatkan lima liter air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, warga terpaksa berjalan kaki hingga empat kilometer dari rumah. Jangan membayangkan jalan empat kilometer yang dilalui warga untuk mengambil air bersih itu datar dan lurus. Kondisi warga yang tinggal di wilayah perbukitan membuat mereka harus rela turun dan naik bukit untuk mendapatkan air bersih. Meski demikian, kondisi jalan yang naik-turun bukit tak membuat warga Oehela patah semangat.
Meski harus berjalan dua hingga tiga jam, warga Desa Oehela tetap bisa bertahan hidup dari waktu ke waktu dengan kondisi susah air. Menimba air dari sumber mata air yang dilakukan warga Oehela hanya untuk memenuhi kebutuhan minum saja. Sedangkan untuk mandi dan cuci mungkin urusan nomor kesekian.
Kesengsaraan warga untuk mendapatkan air bersih semakin bertambah bila musim kemarau tiba. Lantaran debit air dari sumber air berkurang, warga tidak bisa seenaknya menimba air. Demi keadilan dan pemerataan jatah air, pemerintah desa membuat jadwal pengambilan air bersih.
Tidak adanya sarana air bersih di Oehela saat itu membuat desa itu rawan terserang diare. Masyarakat saat itu tidak mungkin akan berpikir untuk membuat jamban lantaran susahnya mendapatkan air. Kini kesengsaraan yang dialami warga hingga berpuluh-puluh tahun itu akhirnya mendapatkan jawaban dari Tuhan. Melalui pemerintah daerah, akhirnya dibangun sarana air bersih di desa tersebut.
Kepala Desa Oehela, Yahuda Poli ditemui beberapa waktu lalu menyatakan warganya kini tidak lagi kesusahan mencari air bersih di sekitarnya. Untuk mendapatkan air bersih warga tinggal membuka kran air yang disediakan di beberapa tempat penampungan air. Untuk mencapai bak penampungan air yang sumbernya berasal dari mata air Oenunu di Desa Hane itu warga tinggal melangkah paling jauh seratus meter.
"Sejak saya lahir, baru kali ini saya merasakan adanya kemudahan sarana air bersih. Bila memasuki musim kemarau, warga kami harus rela antre bergiliran untuk mendapatkan air bersih. Keterbatasan debit air yang ada disumber air menjadikan tidak semua warga dapat mengonsumsinya dalam satu hari," ujar Yahuda.
Menurut Yahuda, beberapa waktu lalu warganya baru sekadar memanfaatkan air bersih yang ada untuk kepentingan makan, minum dan cuci. Meski demikian, warga juga akan memanfaatkan air bersih yang ada untuk tanam sayur-mayur. Lewat menanam sayur, masyarakat akan mendapatkan tambahan pendapatan dari hasil penjualan sayur-mayur di pasar," kata Yahuda.
Cerita kesengsaraan mendapat satu jerigen air bersih tidak hanya terjadi di Oehela saja. Cerita yang sama masih banyak terjadi di wilayah selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kondisi seperti itu memang banyak dikeluhkan masyarakat TTS. Dan, ketiadaan sarana air bersih banyak membuat orang sengsara. Meski susah air, masyarakat di desa tetap bisa eksis dan bertahan hidup hingga kini. Hebat! **
Nukilan di atas merupakan bagian dari prolog salah satu iklan layanan masyarakat sebuah produk air minum ternama di Indonesia yang membangun fasilitas air bersih bagi masyarkat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Lantaran terus diiklankan di televisi, kabupaten yang berada 110 kilometer dari Kupang, NTT ini menjadi terkenal.
Ikon sumber air su dekat seakan-akan sudah mengental dengan kondisi yang dialami masyarakat TTS sampai saat ini. Persoalan ketiadaan sarana air bersih memang banyak dikeluhkan masyarakat TTS. Tak terkecuali warga Desa Oehela, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Sebelum sarana air dibangun di desa itu, betapa menderitanya warga untuk mendapatkan lima liter air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, warga terpaksa berjalan kaki hingga empat kilometer dari rumah. Jangan membayangkan jalan empat kilometer yang dilalui warga untuk mengambil air bersih itu datar dan lurus. Kondisi warga yang tinggal di wilayah perbukitan membuat mereka harus rela turun dan naik bukit untuk mendapatkan air bersih. Meski demikian, kondisi jalan yang naik-turun bukit tak membuat warga Oehela patah semangat.
Meski harus berjalan dua hingga tiga jam, warga Desa Oehela tetap bisa bertahan hidup dari waktu ke waktu dengan kondisi susah air. Menimba air dari sumber mata air yang dilakukan warga Oehela hanya untuk memenuhi kebutuhan minum saja. Sedangkan untuk mandi dan cuci mungkin urusan nomor kesekian.
Kesengsaraan warga untuk mendapatkan air bersih semakin bertambah bila musim kemarau tiba. Lantaran debit air dari sumber air berkurang, warga tidak bisa seenaknya menimba air. Demi keadilan dan pemerataan jatah air, pemerintah desa membuat jadwal pengambilan air bersih.
Tidak adanya sarana air bersih di Oehela saat itu membuat desa itu rawan terserang diare. Masyarakat saat itu tidak mungkin akan berpikir untuk membuat jamban lantaran susahnya mendapatkan air. Kini kesengsaraan yang dialami warga hingga berpuluh-puluh tahun itu akhirnya mendapatkan jawaban dari Tuhan. Melalui pemerintah daerah, akhirnya dibangun sarana air bersih di desa tersebut.
Kepala Desa Oehela, Yahuda Poli ditemui beberapa waktu lalu menyatakan warganya kini tidak lagi kesusahan mencari air bersih di sekitarnya. Untuk mendapatkan air bersih warga tinggal membuka kran air yang disediakan di beberapa tempat penampungan air. Untuk mencapai bak penampungan air yang sumbernya berasal dari mata air Oenunu di Desa Hane itu warga tinggal melangkah paling jauh seratus meter.
"Sejak saya lahir, baru kali ini saya merasakan adanya kemudahan sarana air bersih. Bila memasuki musim kemarau, warga kami harus rela antre bergiliran untuk mendapatkan air bersih. Keterbatasan debit air yang ada disumber air menjadikan tidak semua warga dapat mengonsumsinya dalam satu hari," ujar Yahuda.
Menurut Yahuda, beberapa waktu lalu warganya baru sekadar memanfaatkan air bersih yang ada untuk kepentingan makan, minum dan cuci. Meski demikian, warga juga akan memanfaatkan air bersih yang ada untuk tanam sayur-mayur. Lewat menanam sayur, masyarakat akan mendapatkan tambahan pendapatan dari hasil penjualan sayur-mayur di pasar," kata Yahuda.
Cerita kesengsaraan mendapat satu jerigen air bersih tidak hanya terjadi di Oehela saja. Cerita yang sama masih banyak terjadi di wilayah selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kondisi seperti itu memang banyak dikeluhkan masyarakat TTS. Dan, ketiadaan sarana air bersih banyak membuat orang sengsara. Meski susah air, masyarakat di desa tetap bisa eksis dan bertahan hidup hingga kini. Hebat! **
Menyikapi Tawuran di Alor
Oleh Sipri Seko
ALOR, khususnya di Kalabahi, Ibu kota Kabupaten Alor sudah sejak lama dicap sebagai 'kota tawuran.' Tawuran pemuda antar-kampung terus terjadi, seolah-olah tak pernah mau berhenti. Berbagai upaya pendekatan dan solusi terus dicoba untuk mengatasinya, namun belum ada yang membuahkan hasil.
Minggu, (12/4/2009) malam hingga Senin (13/4/2009), bentrokan kembali terjadi. Dua kelompok pemuda di Pasar Inpres Lipa Bawah, Kelurahan Wetabua dan Lipa Atas, Kelurahan Nusa Kenari, Kalabahi, saling bakulempar. Beberapa rumah warga menjadi sasaran lemparan para pemuda. Aparat kepolisian pun harus turun mengamankannya. Namun, situasai menjadi tidak terkendali ketika para pemuda malah menyerang balik aparat kepolisian. Entah sudah jenuh dan 'muak' karena harus terus mengurus bentrok antar-pemuda, beberapa warga sipil yang pun terkena tembakan aparat kepolisian. Seorang anggota polisi juga terkena panah.
Melihat fenomena yang terjadi di Kalabahi, bentrok, tawuran, perkelahian atau apapun namanya yang sering terjadi, biasanya dipicu masalah-masalah yang sepele. Mungkin karena 'rasa solidaritas' yang berlebihan membuat mereka yang tidak berkepentingan dengan masalah tersebut sering ikut campur. Masuknya pihak ketiga seperti inilah yang sering membuat masalah menjadi tambah panjang.
Pengiriman anggota Brimob dari Polda NTT yang sering dilakukan biasanya hanya meredam mereka untuk sementara waktu. Ketika ada aparat kepolisian, tidak ada aksi massa yang nampak, namun ketika aparat kepolisian sudah ditarik bentrok pasti akan terjadilah.
Okelah, kalau menyikapi masalah-masalah seperti Pemerintah Kabupaten Alor langsung menggelar rapat lengkap. Tetapi, sejauh pengalaman selama ini, rapat-rapat tersebut tidak pernah menyelesaikan masalah. Akar persoalan tidak pernah diketahui untuk diselesaikan. Untuk itu, salah satu cara yang harus segera dilakukan adalah mencari akar dari persoalan-persoalan ini.
Sebagai manusia biasa, semua orang tentu tidak ingin saling membenci dengan orang lain. Hal ini juga tentu sama dengan keinginan kelompok pemuda di Lipa Bawah dan Lipa Atas. Mereka tentu menginginkan kedamaian. Mereka tentu masih 'basodara' dan punya garis keturunan yang sama. Untuk itu, dalam menyelesaikan persoalan atau bentrokan yang sering terjadi, harus adil. Tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan yang diambil.
Untuk itu, para pemuda ini harus diajak untuk duduk bersama. Mereka harus diberi kesempatan untuk mengeluarkan unek-uneknya. Setelah itu baru dicarikan solusinya. Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ini, tokoh-tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tua adat, tokoh agama maupun tokoh-tokoh perempuan harus diajak. Mereka harus diberi kesempatan untuk membantu mencarikan solusi penyelesaiaan, karena saban hari mereka yang bersama para pemuda, sehingga sangat mengetahui persoalan yang terjadi di sana. Di sini, pemerintah harus tetap menjadi fasilitator.
Salah satu saran lainnya untuk menyikapi maraknya bentrok antar-pemuda di Alor adalah dengan mengajak mereka beraktivitas. Berikan kesempatan kepada para pemuda untuk berekspresi, baik lewat kegiatan seni budaya, olahraga atau lainnya. Ciptakan lapangan kerja untuk mereka. Karena biasanya, 'kesenangan' ikut dalam tawuran terjadi karena mereka tidak memiliki ajang untuk melampiaskan ekspresi jiwanya.
Setelah para pemuda ini diajak masuk dalam komunitas yang dibangun, berikan mereka tanggung jawab untuk mengamankan kampungnya. Bentuklah 'pendekar-pendekar kampung' yang akan menjadi orang pertama yang bertanggungjawab bila terjadi bentrok atau tawuran. Agak sukar dan berat untuk melakukan hal-hal ini, namun demi kedamiaan dan kenyamanan dalam pembangunan, solusi harus ditawarkan kepada para pemuda.
Yang pasti, apapun namanya, segala alasan untuk bakupukul antar-kampung tidak dibenarkan. Sebagai pemuda yang oleh banyak pihak disebut sebagai pilar bangsa, harus sadar bahwa masa depan bangsa ada di pundak kita. Ketika ketika meletakan dasar yang tidak baik, maka saatnya nanti, kita jugalah yang akan menuai hasil yang buruk.
Saran juga untuk aparat kepolisian agar dalam menjalankan tugas pengamanannya harus tetap sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Maksudnya, agar ketika ada warga sipil yang tertembak, pertanggungjawabannya jelas, yakni karena melawan hukum. Namun, ketika tembakan dilepas hanya dengan alasan sudah jenuh, bosan atau jengkel, maka itu tidak dibenarkan. Karena bagaimanapun juga, semua manusia pasti menginginkan kedamaian. **
ALOR, khususnya di Kalabahi, Ibu kota Kabupaten Alor sudah sejak lama dicap sebagai 'kota tawuran.' Tawuran pemuda antar-kampung terus terjadi, seolah-olah tak pernah mau berhenti. Berbagai upaya pendekatan dan solusi terus dicoba untuk mengatasinya, namun belum ada yang membuahkan hasil.
Minggu, (12/4/2009) malam hingga Senin (13/4/2009), bentrokan kembali terjadi. Dua kelompok pemuda di Pasar Inpres Lipa Bawah, Kelurahan Wetabua dan Lipa Atas, Kelurahan Nusa Kenari, Kalabahi, saling bakulempar. Beberapa rumah warga menjadi sasaran lemparan para pemuda. Aparat kepolisian pun harus turun mengamankannya. Namun, situasai menjadi tidak terkendali ketika para pemuda malah menyerang balik aparat kepolisian. Entah sudah jenuh dan 'muak' karena harus terus mengurus bentrok antar-pemuda, beberapa warga sipil yang pun terkena tembakan aparat kepolisian. Seorang anggota polisi juga terkena panah.
Melihat fenomena yang terjadi di Kalabahi, bentrok, tawuran, perkelahian atau apapun namanya yang sering terjadi, biasanya dipicu masalah-masalah yang sepele. Mungkin karena 'rasa solidaritas' yang berlebihan membuat mereka yang tidak berkepentingan dengan masalah tersebut sering ikut campur. Masuknya pihak ketiga seperti inilah yang sering membuat masalah menjadi tambah panjang.
Pengiriman anggota Brimob dari Polda NTT yang sering dilakukan biasanya hanya meredam mereka untuk sementara waktu. Ketika ada aparat kepolisian, tidak ada aksi massa yang nampak, namun ketika aparat kepolisian sudah ditarik bentrok pasti akan terjadilah.
Okelah, kalau menyikapi masalah-masalah seperti Pemerintah Kabupaten Alor langsung menggelar rapat lengkap. Tetapi, sejauh pengalaman selama ini, rapat-rapat tersebut tidak pernah menyelesaikan masalah. Akar persoalan tidak pernah diketahui untuk diselesaikan. Untuk itu, salah satu cara yang harus segera dilakukan adalah mencari akar dari persoalan-persoalan ini.
Sebagai manusia biasa, semua orang tentu tidak ingin saling membenci dengan orang lain. Hal ini juga tentu sama dengan keinginan kelompok pemuda di Lipa Bawah dan Lipa Atas. Mereka tentu menginginkan kedamaian. Mereka tentu masih 'basodara' dan punya garis keturunan yang sama. Untuk itu, dalam menyelesaikan persoalan atau bentrokan yang sering terjadi, harus adil. Tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan yang diambil.
Untuk itu, para pemuda ini harus diajak untuk duduk bersama. Mereka harus diberi kesempatan untuk mengeluarkan unek-uneknya. Setelah itu baru dicarikan solusinya. Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ini, tokoh-tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tua adat, tokoh agama maupun tokoh-tokoh perempuan harus diajak. Mereka harus diberi kesempatan untuk membantu mencarikan solusi penyelesaiaan, karena saban hari mereka yang bersama para pemuda, sehingga sangat mengetahui persoalan yang terjadi di sana. Di sini, pemerintah harus tetap menjadi fasilitator.
Salah satu saran lainnya untuk menyikapi maraknya bentrok antar-pemuda di Alor adalah dengan mengajak mereka beraktivitas. Berikan kesempatan kepada para pemuda untuk berekspresi, baik lewat kegiatan seni budaya, olahraga atau lainnya. Ciptakan lapangan kerja untuk mereka. Karena biasanya, 'kesenangan' ikut dalam tawuran terjadi karena mereka tidak memiliki ajang untuk melampiaskan ekspresi jiwanya.
Setelah para pemuda ini diajak masuk dalam komunitas yang dibangun, berikan mereka tanggung jawab untuk mengamankan kampungnya. Bentuklah 'pendekar-pendekar kampung' yang akan menjadi orang pertama yang bertanggungjawab bila terjadi bentrok atau tawuran. Agak sukar dan berat untuk melakukan hal-hal ini, namun demi kedamiaan dan kenyamanan dalam pembangunan, solusi harus ditawarkan kepada para pemuda.
Yang pasti, apapun namanya, segala alasan untuk bakupukul antar-kampung tidak dibenarkan. Sebagai pemuda yang oleh banyak pihak disebut sebagai pilar bangsa, harus sadar bahwa masa depan bangsa ada di pundak kita. Ketika ketika meletakan dasar yang tidak baik, maka saatnya nanti, kita jugalah yang akan menuai hasil yang buruk.
Saran juga untuk aparat kepolisian agar dalam menjalankan tugas pengamanannya harus tetap sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Maksudnya, agar ketika ada warga sipil yang tertembak, pertanggungjawabannya jelas, yakni karena melawan hukum. Namun, ketika tembakan dilepas hanya dengan alasan sudah jenuh, bosan atau jengkel, maka itu tidak dibenarkan. Karena bagaimanapun juga, semua manusia pasti menginginkan kedamaian. **
Senin, 30 Maret 2009
Mewaspadai Aksi Perampokan
SEPANDAI-PANDAINYA tupai melompat, suatu saat pasti terjatuh juga. Hal yang sama terjadi pada Mikael Bria dkk. Memiliki "spesialisasi" melakukan pencurian uang dengan jumlah puluhan juta rupiah, Mikael Bria, akhirnya merengang nyawa ditembus peluru aparat keamanan di kampung halamannya di Betun, Kabupaten Belu.
Belakangan ini, masyarakat memang diresahkan dengan aksi pencurian yang dilakukan komplotan pencuri yang disinyalir sudah sering beraksi. Sasarannya adalah brankas kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah. Puluhan, bahkan ratusan juta rupiah mereka jarah. Polisi pun dipaksa bekerja keras mengeluarkan semua jurus terbaiknya untuk mengungkap berbagai kasus pencurian ini.
Ada pengakuan mengejutkan yang dilontarkan rekan- rekan Mikael Bria kepada polisi. Membawa Rp 30 juta dari Kupang, mereka habiskan untuk berfoya-foya di Kelimutu-Ende. Pulang dari Ende, mereka bukan melenggang kosong, tapi membawa pulang Rp 200 juta. Benarkah demikian? Mengapa selama ini tidak pernah terungkap kalau ada kasus perampokan di Ende yang nilai kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah? Ataukah polisi sudah mengetahuinya hanya saja tidak terendus media massa?
Saat ini Mikael Bria sudah tewas, rekan-rekannya ikut dibekuk. Lalu, apakah berarti tuntas sudah pengusutan kasus-kasus pencurian ini? Pertanyaan yang sulit dijawab. Meski dikenal sebagai residivis, belum tentu kasus-kasus pencurian yang belum terungkap ini pelakunya adalah Mikael Bria dan komplotannya. Untuk itu, polisi masih harus bekerja keras dalam kelanjutan dari proses pemeriksaan terhadap kawanan perampok ini.
Informasi yang diperoleh dari pihak kepolisian, Mikael Bria yang sudah tewas tertembak ini adalah otak di balik semua kasus perampokan yang sudah terjadi. Dialah yang merancang dan menyusun strategi sebelum melakukan aksi. Dia yang menentukan jumlah yang harus diterima anggota dari 'hasil kerja' mereka. Lalu, apakah kita lalu mengiyakan semua informasi ini untuk kemudian mengatakan bahwa semua pelaku perampokan yang selama ini meresahkan masyarakat Kota Kupang dan daerah lainnya sudah terungkap, dan kita sudah aman?
Salut dan aplaus harus kita berikan kepada aparat Polresta Kupang dan Polda NTT yang bekerja keras dan memburu kawanan perampok ini hingga daerah Betun dan berhasil membekuk mereka. Polisi juga memiliki kecakapan yang mengagumkan sehingga mampu melumpuhkan Mikael Bria dkk sebelum mereka diserang menggunakan senjata api rakitan yang dimiliki kawanan perampok ini. Melelahkan, namun berhasil.
Namun, setelah semua itu berhasil dilakukan, harus diikuti dengan penjelasan tentang dimana, berapa jumlahnya dan apa saja yang sudah berhasil dirampok. Ini mutlak dilakukan. Pasalnya di beberapa instansi pemerintah dan sekolah-sekolah, beberapa staf bahkan pimpinan sudah menjadi 'korban' dari kasus kehilangan yang mereka alami. Ada yang dimutasi, ada yang dipaksa mengganti uang yang hilang hanya karena dia yang bertanggungjawab menyimpannya, bahkan ada yang harus dipenjarakan. Artinya, ketika polisi mengumumkan bahwa Mikael Bria dkk adalah perampok brankas di instansi A atau B, maka 'hukuman moril' yang menjadi beban staf di sana akan terhapus dengan sendirinya.
Setelah semua ini dilakukan, saran buat aparat kepolisian adalah melakukan sosialisasi tentang pengamanan standar atau bagaimana seharusnya menyimpan uang di kantor. Tips-tips menyimpan uang yang aman harus disosialisasikan, misalnya, menyimpan uang di bank lebih aman ketimbang menyimpan di brankas, apalagi jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Modus-modus operandi perampokan yang sudah pernah diungkap harus diberitahu. Ini, bukan dengan maksud untuk mengajar orang lain berbuat hal yang sama, tetapi agar masyarakat mewaspadainya. Mewaspadai orang- orang baru yang datang ke kantor ataupun staf sendiri harus tetap ada, karena semua cara bisa dilakukan oleh para perampok bila sudah punya niat untuk melakukan aksinya.
Satu pesan terakhir, prestasi yang dilakukan aparat kepolisian dari Polresta Kupang ini harus menjadi tantangan bagi kepolisian di daerah lain di NTT. Bobolnya brankas di SoE-TTS dan daerah lainnya hingga kini belum terungkap. Belum ada satu orang pun yang ditetapkan sebagai tersangka. Proses penelusuran yang dilakukan Polresta Kupang harus dijadikan contoh. Komitmen untuk melindungi masyarakat terlihat dari keseriusan mengungkap sebuah kasus. *
Belakangan ini, masyarakat memang diresahkan dengan aksi pencurian yang dilakukan komplotan pencuri yang disinyalir sudah sering beraksi. Sasarannya adalah brankas kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah. Puluhan, bahkan ratusan juta rupiah mereka jarah. Polisi pun dipaksa bekerja keras mengeluarkan semua jurus terbaiknya untuk mengungkap berbagai kasus pencurian ini.
Ada pengakuan mengejutkan yang dilontarkan rekan- rekan Mikael Bria kepada polisi. Membawa Rp 30 juta dari Kupang, mereka habiskan untuk berfoya-foya di Kelimutu-Ende. Pulang dari Ende, mereka bukan melenggang kosong, tapi membawa pulang Rp 200 juta. Benarkah demikian? Mengapa selama ini tidak pernah terungkap kalau ada kasus perampokan di Ende yang nilai kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah? Ataukah polisi sudah mengetahuinya hanya saja tidak terendus media massa?
Saat ini Mikael Bria sudah tewas, rekan-rekannya ikut dibekuk. Lalu, apakah berarti tuntas sudah pengusutan kasus-kasus pencurian ini? Pertanyaan yang sulit dijawab. Meski dikenal sebagai residivis, belum tentu kasus-kasus pencurian yang belum terungkap ini pelakunya adalah Mikael Bria dan komplotannya. Untuk itu, polisi masih harus bekerja keras dalam kelanjutan dari proses pemeriksaan terhadap kawanan perampok ini.
Informasi yang diperoleh dari pihak kepolisian, Mikael Bria yang sudah tewas tertembak ini adalah otak di balik semua kasus perampokan yang sudah terjadi. Dialah yang merancang dan menyusun strategi sebelum melakukan aksi. Dia yang menentukan jumlah yang harus diterima anggota dari 'hasil kerja' mereka. Lalu, apakah kita lalu mengiyakan semua informasi ini untuk kemudian mengatakan bahwa semua pelaku perampokan yang selama ini meresahkan masyarakat Kota Kupang dan daerah lainnya sudah terungkap, dan kita sudah aman?
Salut dan aplaus harus kita berikan kepada aparat Polresta Kupang dan Polda NTT yang bekerja keras dan memburu kawanan perampok ini hingga daerah Betun dan berhasil membekuk mereka. Polisi juga memiliki kecakapan yang mengagumkan sehingga mampu melumpuhkan Mikael Bria dkk sebelum mereka diserang menggunakan senjata api rakitan yang dimiliki kawanan perampok ini. Melelahkan, namun berhasil.
Namun, setelah semua itu berhasil dilakukan, harus diikuti dengan penjelasan tentang dimana, berapa jumlahnya dan apa saja yang sudah berhasil dirampok. Ini mutlak dilakukan. Pasalnya di beberapa instansi pemerintah dan sekolah-sekolah, beberapa staf bahkan pimpinan sudah menjadi 'korban' dari kasus kehilangan yang mereka alami. Ada yang dimutasi, ada yang dipaksa mengganti uang yang hilang hanya karena dia yang bertanggungjawab menyimpannya, bahkan ada yang harus dipenjarakan. Artinya, ketika polisi mengumumkan bahwa Mikael Bria dkk adalah perampok brankas di instansi A atau B, maka 'hukuman moril' yang menjadi beban staf di sana akan terhapus dengan sendirinya.
Setelah semua ini dilakukan, saran buat aparat kepolisian adalah melakukan sosialisasi tentang pengamanan standar atau bagaimana seharusnya menyimpan uang di kantor. Tips-tips menyimpan uang yang aman harus disosialisasikan, misalnya, menyimpan uang di bank lebih aman ketimbang menyimpan di brankas, apalagi jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Modus-modus operandi perampokan yang sudah pernah diungkap harus diberitahu. Ini, bukan dengan maksud untuk mengajar orang lain berbuat hal yang sama, tetapi agar masyarakat mewaspadainya. Mewaspadai orang- orang baru yang datang ke kantor ataupun staf sendiri harus tetap ada, karena semua cara bisa dilakukan oleh para perampok bila sudah punya niat untuk melakukan aksinya.
Satu pesan terakhir, prestasi yang dilakukan aparat kepolisian dari Polresta Kupang ini harus menjadi tantangan bagi kepolisian di daerah lain di NTT. Bobolnya brankas di SoE-TTS dan daerah lainnya hingga kini belum terungkap. Belum ada satu orang pun yang ditetapkan sebagai tersangka. Proses penelusuran yang dilakukan Polresta Kupang harus dijadikan contoh. Komitmen untuk melindungi masyarakat terlihat dari keseriusan mengungkap sebuah kasus. *
NTT
HARI ini di hari yang mulai terik menggigit memasuki musim pancaroba, apalagi yang kurang dari altar Nusa Tenggara Timur? Semua nyaris lengkap dan sempurna. Tersaji rapi, elok dan apik di beranda rumah kita.
Kekerasan mengental bergumpal. Bergolak, menghentak, meledak-ledak dengan wajah tanpa dosa. Tanpa penyesalan setetes pun. Bunuh-membunuh. Bunuh diri dengan menggorok leher sendiri. Dingin nian menikam mati sang kekasih, istri, suami atau saudara sendiri.
Di sini orang merasa boleh menyirami tubuh dengan bensin atas nama cinta. Berlabelkan kasih sayang. Siram bensin sekujur tubuh yang letih lalu tubuh itu dibakar. Kematian pasti bagi manusia. Tapi haruskah mati dengan cara demikian?
Apa yang kurang di rumah Flobamora? Sel tahanan bukan tempat yang aman. Sel itu ladang pembantaian. Kurung untuk dibunuh. Di balik jeruji, di kamar tak seberapa luas serta pengap itu, nyawa anak manusia yang mencari keadilan berakhir sadis. Tubuh kaku terbujur tak padamkan amarah. Rongga dada baru terasa plong setelah potong alat vital. Gila!
Apa yang kurang dari NTT hari ini? Hampir semua sudah melihat dan mendengar tentang pipi pejabat memerah, lebam, bengkak entah karena dipukul, memukul atau bakupukul di depan umum. Luar biasa.
Ya, apa yang kurang? Bahkan seorang imam Tuhan, gembala umat, rohaniwan "dihabisi" denyut kehidupannya dengan cara menyayat hati. Sadisme sudah menjadi menu harian. Keramahan, kelembutan, loyalitas makin mahal harganya. Telah demikian jauhkah perubahan manusia Flobamora? Kita semakin kerdil-primitif atau kian beradab?
Hukum meringkik genit. Menertawakan logika, menebar ragu, menebalkan cemas. Bukti-bukti dicandatawakan. Canda tak lucu. Tebang pilih bukan mimpi di hutan tandus sabana. Pohon kuat kuasa, siapa berani babat? Kita bangga menghukum yang lemah. Berani cuma pada kaum pinggiran.
Ranking survei korupsi number one, tapi sakit masih bisa disinetronkan. Inspirasi opera sabun. Hasil visum tergantung pesanan. Mau luput, gampang! Tersedia ahli yang mengerti hidup. Yang bisa kerja sama asal sama mengerti maunya. Yang salah bisa benar, yang benar disalahkan.
Kalau tuan dan puan jadi tersangka, ikut saja modus yang sudah terbukti mumpuni. Sehari dua dalam tahanan, ekspresikan muka pucat pasi, badan panas dingin, napas terengah-engah. Niscaya penyidik akan iba. Dokter-perawat tak tega melihat. Tuan pindah ke rumah sakit. Diperiksa lengkap serta tes laboratorium. Kuat kuasa, siapa berani lawan? Kalau puan miskin papa sebaiknya tidak latah. Perkara boleh sama, nasib bisa berbeda.
Apa yang kurang di beranda kita? Bekas galian yang lupa tutup membunuh anak-anak tak berdosa. Ketika maut itu datang, di manakah negara? Mereka tahu tapi tak mau menyahut. Tiga anak meregang nyawa di kolam galian dalam dua bulan, bukan apa-apa. Toh mereka bukan siapa-siapa.
Es potong merenggut dua nyawa di Amanuban. Lebih dari 100 orang dirawat. Es potong memotong kehidupan remaja kita yang sedang gairah menatap hari depan. Es menanam derita, menimbun trauma panjang. Si penjual es entah ke mana? Hai, Nusa Tenggara Timur, masih pantaskah tuan tidur-tiduran saja? Tidur lebih lama?
Setelah pembagian kamera gratis, setelah Lamalera berjingkrak bangga memotret diri sendiri, datanglah kata konservasi. Konservasi Laut Sawu demi ikan paus. Apa kabar nelayan Lamalera? Mari sekejap membuka hati, mata dan otak. Ikan paus itu kehidupanmu. Jatidirimu sejak berabad-abad lalu.
Setengah abad yang lalu Bung Karno sudah berseru-seru. Siapa bilang kolonialisme telah mati? Kita junjung konservasi. Kita Konservasi untuk siapa? Yang gratis belum tentu tanpa pamrih. Hak hidupmu. Jangan biarkan dia terenggut...
Semen Kupang ada menandai pesta perak Flobamora. Duapuluh lima tahun kemudian, asap tak lagi mengepul di langit Alak. Bara Semen Kupang padam saat NTT usia emas. Salah siapa, ini dosa siapa? Sudah terlalu lama nasib kita bergantung pada orang. Diatur. Diobok-obok pihak lain. Kita susah, di manakah mereka? Terlalu mengada-adakah beta bertanya demikian? Bangkit NTT- ku. Bangkit dan raih kembali kehormatan itu. "Jika pemimpin loyo, rakyat harus berani," kata Bung Kanis puluhan tahun lalu. Bayangkan kalau pemimpin juga berani?
Adakah yang kurang sempurna dari beranda Flobamora? Sepanjang 2008 kita menggelar 12 pemilihan umum kepala daerah dengan aman, sukses dan demokratis. Telah lahir duet pemimpin eksekutif. Campuran wajah lama dan baru. Pemimpin yang lebih energik, lebih menjanjikan banyak hal kepada rakyat.
Sekarang pemilu su dekat. Kita segera memilih pemimpin lagi. Memilih "Yang Terhormat". Mestinya Nusa Tenggara Timur lebih terhormat. Esok, mestinya tidak lagi terdengar kisah ini. Usai upacara bendera alias apel kesadaran tanggal 17 dalam bulan berjalan, sang kepala menatap wakil kepala. Dia bisikkan kata menantang, "Buktikan secara jantan bung! Beta tunggu di deker sana." Kalau pemimpin masih suka bakulipat, apa kata dunia? Flobamora yang letih tak perlu berkata lagi. Tertawa? Ah, tidak lucu kawan! (dionbata@poskupang.co.id)
Kekerasan mengental bergumpal. Bergolak, menghentak, meledak-ledak dengan wajah tanpa dosa. Tanpa penyesalan setetes pun. Bunuh-membunuh. Bunuh diri dengan menggorok leher sendiri. Dingin nian menikam mati sang kekasih, istri, suami atau saudara sendiri.
Di sini orang merasa boleh menyirami tubuh dengan bensin atas nama cinta. Berlabelkan kasih sayang. Siram bensin sekujur tubuh yang letih lalu tubuh itu dibakar. Kematian pasti bagi manusia. Tapi haruskah mati dengan cara demikian?
Apa yang kurang di rumah Flobamora? Sel tahanan bukan tempat yang aman. Sel itu ladang pembantaian. Kurung untuk dibunuh. Di balik jeruji, di kamar tak seberapa luas serta pengap itu, nyawa anak manusia yang mencari keadilan berakhir sadis. Tubuh kaku terbujur tak padamkan amarah. Rongga dada baru terasa plong setelah potong alat vital. Gila!
Apa yang kurang dari NTT hari ini? Hampir semua sudah melihat dan mendengar tentang pipi pejabat memerah, lebam, bengkak entah karena dipukul, memukul atau bakupukul di depan umum. Luar biasa.
Ya, apa yang kurang? Bahkan seorang imam Tuhan, gembala umat, rohaniwan "dihabisi" denyut kehidupannya dengan cara menyayat hati. Sadisme sudah menjadi menu harian. Keramahan, kelembutan, loyalitas makin mahal harganya. Telah demikian jauhkah perubahan manusia Flobamora? Kita semakin kerdil-primitif atau kian beradab?
Hukum meringkik genit. Menertawakan logika, menebar ragu, menebalkan cemas. Bukti-bukti dicandatawakan. Canda tak lucu. Tebang pilih bukan mimpi di hutan tandus sabana. Pohon kuat kuasa, siapa berani babat? Kita bangga menghukum yang lemah. Berani cuma pada kaum pinggiran.
Ranking survei korupsi number one, tapi sakit masih bisa disinetronkan. Inspirasi opera sabun. Hasil visum tergantung pesanan. Mau luput, gampang! Tersedia ahli yang mengerti hidup. Yang bisa kerja sama asal sama mengerti maunya. Yang salah bisa benar, yang benar disalahkan.
Kalau tuan dan puan jadi tersangka, ikut saja modus yang sudah terbukti mumpuni. Sehari dua dalam tahanan, ekspresikan muka pucat pasi, badan panas dingin, napas terengah-engah. Niscaya penyidik akan iba. Dokter-perawat tak tega melihat. Tuan pindah ke rumah sakit. Diperiksa lengkap serta tes laboratorium. Kuat kuasa, siapa berani lawan? Kalau puan miskin papa sebaiknya tidak latah. Perkara boleh sama, nasib bisa berbeda.
Apa yang kurang di beranda kita? Bekas galian yang lupa tutup membunuh anak-anak tak berdosa. Ketika maut itu datang, di manakah negara? Mereka tahu tapi tak mau menyahut. Tiga anak meregang nyawa di kolam galian dalam dua bulan, bukan apa-apa. Toh mereka bukan siapa-siapa.
Es potong merenggut dua nyawa di Amanuban. Lebih dari 100 orang dirawat. Es potong memotong kehidupan remaja kita yang sedang gairah menatap hari depan. Es menanam derita, menimbun trauma panjang. Si penjual es entah ke mana? Hai, Nusa Tenggara Timur, masih pantaskah tuan tidur-tiduran saja? Tidur lebih lama?
Setelah pembagian kamera gratis, setelah Lamalera berjingkrak bangga memotret diri sendiri, datanglah kata konservasi. Konservasi Laut Sawu demi ikan paus. Apa kabar nelayan Lamalera? Mari sekejap membuka hati, mata dan otak. Ikan paus itu kehidupanmu. Jatidirimu sejak berabad-abad lalu.
Setengah abad yang lalu Bung Karno sudah berseru-seru. Siapa bilang kolonialisme telah mati? Kita junjung konservasi. Kita Konservasi untuk siapa? Yang gratis belum tentu tanpa pamrih. Hak hidupmu. Jangan biarkan dia terenggut...
Semen Kupang ada menandai pesta perak Flobamora. Duapuluh lima tahun kemudian, asap tak lagi mengepul di langit Alak. Bara Semen Kupang padam saat NTT usia emas. Salah siapa, ini dosa siapa? Sudah terlalu lama nasib kita bergantung pada orang. Diatur. Diobok-obok pihak lain. Kita susah, di manakah mereka? Terlalu mengada-adakah beta bertanya demikian? Bangkit NTT- ku. Bangkit dan raih kembali kehormatan itu. "Jika pemimpin loyo, rakyat harus berani," kata Bung Kanis puluhan tahun lalu. Bayangkan kalau pemimpin juga berani?
Adakah yang kurang sempurna dari beranda Flobamora? Sepanjang 2008 kita menggelar 12 pemilihan umum kepala daerah dengan aman, sukses dan demokratis. Telah lahir duet pemimpin eksekutif. Campuran wajah lama dan baru. Pemimpin yang lebih energik, lebih menjanjikan banyak hal kepada rakyat.
Sekarang pemilu su dekat. Kita segera memilih pemimpin lagi. Memilih "Yang Terhormat". Mestinya Nusa Tenggara Timur lebih terhormat. Esok, mestinya tidak lagi terdengar kisah ini. Usai upacara bendera alias apel kesadaran tanggal 17 dalam bulan berjalan, sang kepala menatap wakil kepala. Dia bisikkan kata menantang, "Buktikan secara jantan bung! Beta tunggu di deker sana." Kalau pemimpin masih suka bakulipat, apa kata dunia? Flobamora yang letih tak perlu berkata lagi. Tertawa? Ah, tidak lucu kawan! (dionbata@poskupang.co.id)
Selasa, 17 Maret 2009
Menuju "Negeri di Awan" Hanya Dengan Rp10.000
Oleh Virna Puspa Setyorini
"...KAU mainkan untukku sebuah lagu tentang negeri di awan. Di mana kedamaian menjadi istananya ..."
Sepenggal lirik lagu milik Katon Bagaskara berjudul "Negeri di Awan" tersebut seolah mengiringi perjalanan pelajar dari SMK Paramita Jakarta ke tengah Rawa Pening, yang menggunakan lori di dataran tinggi Jawa Tengah.
Rangkaian lori berwarna putih milik PT Kereta Api (Persero) tersebut dengan perlahan membawa rombongan "membelah" rawa berukuran lebih dari 2.300 hektare yang terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Berangkat dari Stasiun Kereta Api Ambarawa, lori yang memuat lebih dari 30 anak-anak dan tujuh orang dewasa tersebut awalnya melewati rumah-rumah penduduk.
Suasana pedesaan tanah Jawa yang tetap sederhana walau mulai tersentuh modernisasi menyambut rombongan yang menumpang lori.
Setiap kali lori berkelok mengikuti rel kereta suara rombongan pelajar tersebut berteriak, "Heya, heya, heya". Dan disambung dengan tawa dan komentar-komentar khas remaja Ibukota.
Semakin jauh lori meninggalkan stasiun peninggalan Belanda tersebut, semakin beragam pula alam Ambarawa menampilkan raut wajahnya yang tidak membosankan untuk dinikmati.
Jajaran Gunung Merbabu, Telomoyo, Ungaran seperti membentengi semua orang yang berada di lori dan rawa yang hampir dipenuhi eceng gondok tersebut.
Sebelumnya hamparan sawah hijau yang di beberapa bagian menguning melengkapi pemandangan pegunungan yang berwarna abu-abu gelap dikejauhan.
Semakin lori mendekati pusat Rawa Pening, pemandangan tampak semakin sempurna dengan kombinasi sawah hijau, diikuti air rawa yang terlihat di kejauhan, gunung, awan putih, dan langit biru.
Rombongan pelajar kelas satu SMK Paramita yang awalnya riuh mulai tak bersuara. Entah apa yang ada di isi kepala mereka saat itu, namun yang jelas pemandangan tersebut tidak mereka temui di keseharian mereka.
Lori terus menyusuri rawa hingga pada akhirnya hanya air lah yang mendominasi. Dan lori seperti berjalan di atas air.
Pada posisi ini lah "Negeri di Awan" yang digambarkan Katon dalam lagunya seolah berada di depan mata. Damai seketika menyeruak, waktu seperti enggan berlalu.
Kawasan ini pula yang dijadikan tempat pengambilan gambar klip video lagu "Negeri di Awan" Katon.
Tapi, perjalanan lori kali ini tidak sampai Stasiun Tuntang, karena harus kembali karena tidak kuat mengangkut beban.
"Wah sayang nggak sampai Tuntang. Padahal ke arah sana juga ada pemandangan bagus," ujar Sugayo, salah satu penumpang yang sudah kesekian kalinya melalui salah satu jalur tertua kereta api di Indonesia tersebut.
Jika dalam kondisi normal biasanya lori memang akan membawa penumpang sampai Stasiun Tuntang. Melintas di bawah jembatan yang menghubungkan Ungaran dan Salatiga, sehingga akan terlihat oleh mereka yang hendak melintas ke Kota Solo atau Semarang.
Perjalanan satu jam menuju "Negeri di Awan" ini tidak memakan biaya besar. Hanya dengan uang Rp10.000 seseorang sudah bisa menikmati pemandangan nan elok dari alam Ambarawa dan rawa yang dikenal dengan legenda Baru Klinting.
Bagian jalur tertua
Setelah merasakan sendiri menyusuri "Negeri di Awan" dengan lori yang seolah berjalan di atas air, bisa jadi penumpang bertanya-tanya siapa yang begitu cemerlang mempunyai ide membuat jalur kereta di tengah rawa.
Jalur lintasan di Rawa Pening merupakan sambungan dari lintasan rel kereta api pertama di Indonesia, yang pangkalnya dikerjakan pada 7 Juni 1864 di desa Kemijen, Semarang.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1861-1866) Baron Sloet Van Den Beele sendiri yang mencangkul tanah sebagai penanda dimulainya pembangunan rel kereta api di desa Kemijen.
Butuh waktu tiga tahun sampai jalur rel sepanjang 25 km dari Semarang ke Tanggung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tersambung.
Perusahaan kereta api "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV NISM) yang dipimpin Ir J P de Bordes merupakan perusahaan perkeretaapian swasta yang membangun jalur tertua tersebut di Indonesia.
Jika pembangunan jalur rel kereta api Tanggung diteruskan hingga Solo atas dasar perekonomian. Maka alasan membuka jalur Semarang-Yogyakarta melalui Kedungjati dan Ambarawa merupakan bagian dari pertahanan sekaligus ekonomi.
Jalur tersebut bermula dari Kemijen, Semarang, melalui stasiun kecil yakni Brumbung yang menjadi titik perpisahan kereta menuju timur (Surabaya) dengan kereta menuju selatan (Solo), dan stasiun tertua lainnya yakni Tanggung.
Jalur dilanjutkan ke stasiun Kedungjati berukuran lebih besar dan mewah di jamannya. Dari sini perjalanan dilanjutkan ke stasiun Bringin dan menuju ke Tuntang.
Sampai akhirnya melewati "Negeri di Awan" alias Rawa Pening menuju Stasiun Willem I di Ambarawa, yang kini menjadi Museum Api dengan koleksi 24 kereta uap.
Kini jalur bersejarah tersebut tidak lagi dilalui secara penuh. Dari stasiun Ambarawa menuju Semarang hanya dapat dilalui lori hingga Tuntang, sedangkan arah Yogyakarta menggunakan kereta uap bergerigi hanya sampai stasiun Bedono.
Dua lokomotif uap buatan Jerman tahun 1902 dengan seri B2503 dan B2502 menjadi kereta uap yang masih aktif melayani jalur wisata Ambarawa-Bedono tersebut.
Dengan biaya Rp3,5 juta maka 40 orang wisatawan domestik maupun mancanegara dapat merasakan nostalgia kejayaan kereta api uap di tanah Jawa tersebut. *
"...KAU mainkan untukku sebuah lagu tentang negeri di awan. Di mana kedamaian menjadi istananya ..."
Sepenggal lirik lagu milik Katon Bagaskara berjudul "Negeri di Awan" tersebut seolah mengiringi perjalanan pelajar dari SMK Paramita Jakarta ke tengah Rawa Pening, yang menggunakan lori di dataran tinggi Jawa Tengah.
Rangkaian lori berwarna putih milik PT Kereta Api (Persero) tersebut dengan perlahan membawa rombongan "membelah" rawa berukuran lebih dari 2.300 hektare yang terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Berangkat dari Stasiun Kereta Api Ambarawa, lori yang memuat lebih dari 30 anak-anak dan tujuh orang dewasa tersebut awalnya melewati rumah-rumah penduduk.
Suasana pedesaan tanah Jawa yang tetap sederhana walau mulai tersentuh modernisasi menyambut rombongan yang menumpang lori.
Setiap kali lori berkelok mengikuti rel kereta suara rombongan pelajar tersebut berteriak, "Heya, heya, heya". Dan disambung dengan tawa dan komentar-komentar khas remaja Ibukota.
Semakin jauh lori meninggalkan stasiun peninggalan Belanda tersebut, semakin beragam pula alam Ambarawa menampilkan raut wajahnya yang tidak membosankan untuk dinikmati.
Jajaran Gunung Merbabu, Telomoyo, Ungaran seperti membentengi semua orang yang berada di lori dan rawa yang hampir dipenuhi eceng gondok tersebut.
Sebelumnya hamparan sawah hijau yang di beberapa bagian menguning melengkapi pemandangan pegunungan yang berwarna abu-abu gelap dikejauhan.
Semakin lori mendekati pusat Rawa Pening, pemandangan tampak semakin sempurna dengan kombinasi sawah hijau, diikuti air rawa yang terlihat di kejauhan, gunung, awan putih, dan langit biru.
Rombongan pelajar kelas satu SMK Paramita yang awalnya riuh mulai tak bersuara. Entah apa yang ada di isi kepala mereka saat itu, namun yang jelas pemandangan tersebut tidak mereka temui di keseharian mereka.
Lori terus menyusuri rawa hingga pada akhirnya hanya air lah yang mendominasi. Dan lori seperti berjalan di atas air.
Pada posisi ini lah "Negeri di Awan" yang digambarkan Katon dalam lagunya seolah berada di depan mata. Damai seketika menyeruak, waktu seperti enggan berlalu.
Kawasan ini pula yang dijadikan tempat pengambilan gambar klip video lagu "Negeri di Awan" Katon.
Tapi, perjalanan lori kali ini tidak sampai Stasiun Tuntang, karena harus kembali karena tidak kuat mengangkut beban.
"Wah sayang nggak sampai Tuntang. Padahal ke arah sana juga ada pemandangan bagus," ujar Sugayo, salah satu penumpang yang sudah kesekian kalinya melalui salah satu jalur tertua kereta api di Indonesia tersebut.
Jika dalam kondisi normal biasanya lori memang akan membawa penumpang sampai Stasiun Tuntang. Melintas di bawah jembatan yang menghubungkan Ungaran dan Salatiga, sehingga akan terlihat oleh mereka yang hendak melintas ke Kota Solo atau Semarang.
Perjalanan satu jam menuju "Negeri di Awan" ini tidak memakan biaya besar. Hanya dengan uang Rp10.000 seseorang sudah bisa menikmati pemandangan nan elok dari alam Ambarawa dan rawa yang dikenal dengan legenda Baru Klinting.
Bagian jalur tertua
Setelah merasakan sendiri menyusuri "Negeri di Awan" dengan lori yang seolah berjalan di atas air, bisa jadi penumpang bertanya-tanya siapa yang begitu cemerlang mempunyai ide membuat jalur kereta di tengah rawa.
Jalur lintasan di Rawa Pening merupakan sambungan dari lintasan rel kereta api pertama di Indonesia, yang pangkalnya dikerjakan pada 7 Juni 1864 di desa Kemijen, Semarang.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1861-1866) Baron Sloet Van Den Beele sendiri yang mencangkul tanah sebagai penanda dimulainya pembangunan rel kereta api di desa Kemijen.
Butuh waktu tiga tahun sampai jalur rel sepanjang 25 km dari Semarang ke Tanggung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tersambung.
Perusahaan kereta api "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV NISM) yang dipimpin Ir J P de Bordes merupakan perusahaan perkeretaapian swasta yang membangun jalur tertua tersebut di Indonesia.
Jika pembangunan jalur rel kereta api Tanggung diteruskan hingga Solo atas dasar perekonomian. Maka alasan membuka jalur Semarang-Yogyakarta melalui Kedungjati dan Ambarawa merupakan bagian dari pertahanan sekaligus ekonomi.
Jalur tersebut bermula dari Kemijen, Semarang, melalui stasiun kecil yakni Brumbung yang menjadi titik perpisahan kereta menuju timur (Surabaya) dengan kereta menuju selatan (Solo), dan stasiun tertua lainnya yakni Tanggung.
Jalur dilanjutkan ke stasiun Kedungjati berukuran lebih besar dan mewah di jamannya. Dari sini perjalanan dilanjutkan ke stasiun Bringin dan menuju ke Tuntang.
Sampai akhirnya melewati "Negeri di Awan" alias Rawa Pening menuju Stasiun Willem I di Ambarawa, yang kini menjadi Museum Api dengan koleksi 24 kereta uap.
Kini jalur bersejarah tersebut tidak lagi dilalui secara penuh. Dari stasiun Ambarawa menuju Semarang hanya dapat dilalui lori hingga Tuntang, sedangkan arah Yogyakarta menggunakan kereta uap bergerigi hanya sampai stasiun Bedono.
Dua lokomotif uap buatan Jerman tahun 1902 dengan seri B2503 dan B2502 menjadi kereta uap yang masih aktif melayani jalur wisata Ambarawa-Bedono tersebut.
Dengan biaya Rp3,5 juta maka 40 orang wisatawan domestik maupun mancanegara dapat merasakan nostalgia kejayaan kereta api uap di tanah Jawa tersebut. *
Mbatakapidu dan Keladi Putih
Oleh Adiana Ahmad
MBATAKAPIDU berada dalam wilayah Kecamatan Kota Waingapu. Daerahnya berbukit, memiliki satu sumber mata air yang menyokong kebutuhan air bersih Kota Waingapu. Mbatakapidu berada di pinggiran Kota Waingapu. Luasnya 288 kilometer persegi, dihuni oleh 322 kepala keluarga atau 1.495 jiwa.
Meski berada di pinggiran kota, mayoritas penduduk wilayah ini petani. Dari 322 kepala keluarga yang ada di Mbatakapidu, 265 KK berprofesi sebagai petani. Jarak Kota Waingapu ke pusat Desa Mbatakapidu sekitar 11 kilometer.
Jika kita menjelajahi seluruh wilayah desa ini, kita akan menemukan dua kondisi yang sangat kontras. Di bagian barat wilayahnya sangat subur, sementara di bagian Timur sangat gersang. Bahkan beberapa waktu yang lalu di wilayah ini terdapat beberapa anak dan balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang. Ini terjadi karena asupan gizi rendah sebagai dampak dari kekurangan pangan. Pada umumnya masyarakat yang mengalami gizi kurang atau rawan pangan bermukim di antara bukit, terisolir dan sulit dijangkau oleh pelayanan umum.
Makanan pokok masyarakat di bagian timur desa ini adalah jagung. Bila memasuki masa paceklik, masyarakat masuk hutan untuk mencari iwi (ubi hutan). Ubi hutan merupakan makanan alternatif pengganti jagung. Bagi orang luar, iwi identik dengan kelaparan. Padahal bila dikelola dengan baik, maka iwi bisa menghasilkan berbagai makanan dengan rasa yang cukup lezat.
Kondisi alam yang kurang bersahabat ini membangkitkan rasa solider dari masyarakatnya. Mereka membentuk kelompok dan setiap hasil panen sebagiannya disisihkan ke lumbung pangan desa atau lumbung pangan kelompok. Jagung yang disimpan di lumbung kelompok ini, selain untuk mengantisipasi kesulitan pangan pada masa paceklik, juga untuk benih ketika masuk musim tanam tahun berikutnya.
Sementara masyarakat di bagian Barat Mbatakapidu lebih beruntung karena daerahnya subur. Di sini terdapat mata air dan beberapa sungai. Sumber mata air ini yang menyuplai air bersih untuk Kota Waingapu, Ibukota Kabupaten Sumba Timur.
Masyarakatnya hidup berkelompok. Sampai tahun 2008, terdapat enam kelompok tani di daerah ini. Masing-masing kelompok tani memiliki saung atau tempat pertemuan. Di saung inilah berbagai masalah kelompok dibicarakan, termasuk rencana program kelompok dalam satu tahun.
Satu hal menarik yang bisa kita temukan di desa ini yakni semangat masyarakat untuk kembali membudidayakan pangan lokal. Mulai dari jagung, singkong, ganyo dan terakhir talas atau keladi putih.
Melihat antusiasme masyarakat untuk kembali ke pangan lokal, pemerintah daerah Sumba Timur kemudian mencanangkan Mbatakapidu sebagai pusat pengembangan pangan lokal. Dari Mbatakapidu pemerintah Kabupaten Sumba Timur akan memperluas ke wilayah lain di daerah itu.
Sampai dengan awal tahun 2009, sudah 31.750 anakan keladi putih ditanam di Kabupaten Sumba Timur di atas 17,7 ha hamparan (25.000 anakan/ ha, bukan 25.000 ha). Sebanyak 9.250 anakan dari jumlah tersebut ditanam di Desa Mbatakapidu.
Untuk mempermudah pemeliharaannya, pemerintah memberikan bibit kepada petani dengan pola penanaman secara tumpang sari. Menurut penyuluh yang mendampingi para petani di desa itu, Lukas R Malo, keladi putih memiliki keunggulan karena diminati oleh semua lapisan masyarakat, sekali tanam panen berkali-kali, tidak dimakan ternak dan ditanam secara tumpang sari.
Keladi putih juga tahan terhadap serangan penyakit, berguna untuk konservasi lahan, produk tahan lama dan prospek pasar cukup cerah. Mbakapidu, katanya, merupakan salah satu desa yang cukup potensial untuk pengembangan pangan lokal seperti keladi putih, selain karena alamnya cocok juga karena semangat masyarakatnya yang cukup tinggi untuk mengembangkan tanaman ini dan berbagai tanaman pangan lokal.
Karena itu, Lukas mengatakan, pihaknya akan terus mendorong masyarakat di desa itu melalui pendampingan-pendampingan hingga suatu saat Mbatakapidu menjadi daerah sentra pangan lokal untuk Sumba Timur. (*)
MBATAKAPIDU berada dalam wilayah Kecamatan Kota Waingapu. Daerahnya berbukit, memiliki satu sumber mata air yang menyokong kebutuhan air bersih Kota Waingapu. Mbatakapidu berada di pinggiran Kota Waingapu. Luasnya 288 kilometer persegi, dihuni oleh 322 kepala keluarga atau 1.495 jiwa.
Meski berada di pinggiran kota, mayoritas penduduk wilayah ini petani. Dari 322 kepala keluarga yang ada di Mbatakapidu, 265 KK berprofesi sebagai petani. Jarak Kota Waingapu ke pusat Desa Mbatakapidu sekitar 11 kilometer.
Jika kita menjelajahi seluruh wilayah desa ini, kita akan menemukan dua kondisi yang sangat kontras. Di bagian barat wilayahnya sangat subur, sementara di bagian Timur sangat gersang. Bahkan beberapa waktu yang lalu di wilayah ini terdapat beberapa anak dan balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang. Ini terjadi karena asupan gizi rendah sebagai dampak dari kekurangan pangan. Pada umumnya masyarakat yang mengalami gizi kurang atau rawan pangan bermukim di antara bukit, terisolir dan sulit dijangkau oleh pelayanan umum.
Makanan pokok masyarakat di bagian timur desa ini adalah jagung. Bila memasuki masa paceklik, masyarakat masuk hutan untuk mencari iwi (ubi hutan). Ubi hutan merupakan makanan alternatif pengganti jagung. Bagi orang luar, iwi identik dengan kelaparan. Padahal bila dikelola dengan baik, maka iwi bisa menghasilkan berbagai makanan dengan rasa yang cukup lezat.
Kondisi alam yang kurang bersahabat ini membangkitkan rasa solider dari masyarakatnya. Mereka membentuk kelompok dan setiap hasil panen sebagiannya disisihkan ke lumbung pangan desa atau lumbung pangan kelompok. Jagung yang disimpan di lumbung kelompok ini, selain untuk mengantisipasi kesulitan pangan pada masa paceklik, juga untuk benih ketika masuk musim tanam tahun berikutnya.
Sementara masyarakat di bagian Barat Mbatakapidu lebih beruntung karena daerahnya subur. Di sini terdapat mata air dan beberapa sungai. Sumber mata air ini yang menyuplai air bersih untuk Kota Waingapu, Ibukota Kabupaten Sumba Timur.
Masyarakatnya hidup berkelompok. Sampai tahun 2008, terdapat enam kelompok tani di daerah ini. Masing-masing kelompok tani memiliki saung atau tempat pertemuan. Di saung inilah berbagai masalah kelompok dibicarakan, termasuk rencana program kelompok dalam satu tahun.
Satu hal menarik yang bisa kita temukan di desa ini yakni semangat masyarakat untuk kembali membudidayakan pangan lokal. Mulai dari jagung, singkong, ganyo dan terakhir talas atau keladi putih.
Melihat antusiasme masyarakat untuk kembali ke pangan lokal, pemerintah daerah Sumba Timur kemudian mencanangkan Mbatakapidu sebagai pusat pengembangan pangan lokal. Dari Mbatakapidu pemerintah Kabupaten Sumba Timur akan memperluas ke wilayah lain di daerah itu.
Sampai dengan awal tahun 2009, sudah 31.750 anakan keladi putih ditanam di Kabupaten Sumba Timur di atas 17,7 ha hamparan (25.000 anakan/ ha, bukan 25.000 ha). Sebanyak 9.250 anakan dari jumlah tersebut ditanam di Desa Mbatakapidu.
Untuk mempermudah pemeliharaannya, pemerintah memberikan bibit kepada petani dengan pola penanaman secara tumpang sari. Menurut penyuluh yang mendampingi para petani di desa itu, Lukas R Malo, keladi putih memiliki keunggulan karena diminati oleh semua lapisan masyarakat, sekali tanam panen berkali-kali, tidak dimakan ternak dan ditanam secara tumpang sari.
Keladi putih juga tahan terhadap serangan penyakit, berguna untuk konservasi lahan, produk tahan lama dan prospek pasar cukup cerah. Mbakapidu, katanya, merupakan salah satu desa yang cukup potensial untuk pengembangan pangan lokal seperti keladi putih, selain karena alamnya cocok juga karena semangat masyarakatnya yang cukup tinggi untuk mengembangkan tanaman ini dan berbagai tanaman pangan lokal.
Karena itu, Lukas mengatakan, pihaknya akan terus mendorong masyarakat di desa itu melalui pendampingan-pendampingan hingga suatu saat Mbatakapidu menjadi daerah sentra pangan lokal untuk Sumba Timur. (*)
Jumat, 13 Maret 2009
Mendukung Pembangunan PLTU
Oleh Sipri Seko
AIR, jalan dan listrik selalu menjadi permasalahan klasik bagi masyarakat di NTT. Saban tahun, anggaran untuk jalan, air dan listrik mencapai miliaran rupiah. Namun, semua program yang didukung anggaran besar tersebut belum menjawab tuntas persoalan-persoalan ini.
Khusus untuk listrik, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai satu-satunya pemasok kebutuhan listrik, ternyata belum sanggup memenuhi semua kebutuhan masyarakat. Memanfaatkan sumber listrik dari mesin diesel, jelas kekuatannya tidak besar untuk menjangkau masyarakat hingga pelosok pedesaan. Selain itu, dengan kondisi mesin-mesin keluaran 1970-an hingga awal 1980-an kerusakan masih sering terjadi.
Kendala lainnya yang selalu menjadi alasan PLN untuk melakukan pemadaman bergilir adalah mahalnya biaya perawatan mesin, jaringan maupun pemasangan jaringan baru. Saban tahun, selalu saja ada pengumuman jumlah kerugian dari PLN. PLN tak pernah untung! Padahal, terlambat bayar, pelanggan pasti didenda, sedangkan kalau listrik padam, PLN sudah merasa cukup ketika pemberitaan maaf sudah diumumkan lewat media massa.
Krisis listrik memang tidak hanya terjadi di NTT, tapi di seluruh pelosok Indonesia. Berbagai strategi pun dilakukan, mulai dari seruan untuk penghematan, hingga mencari potensi sumber tenaga listrik selain diesel. Pencobaan menggunakan tenaga angin (bayu), uap, gas hingga matahari (surya) untuk mendapatkan energi listrik terus dilakukan.
Di NTT, sesuai dengan kondisi alamnya, potensi listrik dari tenaga uap dan gas cukup tinggi. Eksploitasi pun sudah dilakukan di beberapa daerah seperti Atadei-Lembata, Mataloko-Ngada dan Ropa-Ende. Di Mataloko, misalnya, kalau berhasil dieksploitasi kekuatannya akan sanggup menghidupkan aliran listrik di Pulau Flores.
Kabar terakhir adalah mulai dibangunnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kampung Afuik, Kecamatan Kakulukmesak, Kabupaten Belu. Dengan kekuatan 4x6 megawatt (MW), PLTU ini akan mulai dibangun pertengahan tahun 2009 ini. Di perkirakan, PLTU ini bisa melayani kebutuhan listrik di daratan Pulau Timor dan dipastikan pada bulan Agustus 2010 sudah beroperasi.
PLTU ini merupakan proyek yang dibangun menggunakan dana APBN. Selain di Afuik, PLTU juga akan dibangun di Kupang untuk melayani kebutuhan listrik wilayah Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). PLTU di Afuik, untuk melayani kebutuhan listrik di Belu dan Timor Tengah Utara (TTU). Ini tentu saja merupakan berita gembira bagi masyarakat di Pulau Timor. Melihat kampung-kampung akan terang benderang tampaknya bukan hanya dalam mimpi.
Sambutan positif dari Bupati Belu, Joachim Lopez, terhadap proyek ini merupakan sebuah apresiasi dan dukungan demi kepentingan masyarakat. Kalau sudah demikian, hendaknya jalinan komunikasi antara pengelola proyek, kontraktor pelaksana, pemerintah dan masyarakat harus dibangun dengan baik.
Ada persoalan klasik di NTT, yakni masyarakat sering menolak memberikan tanahnya untuk sebuah proyek terutama yang dibiayai dari pusat. Terkadang dengan mengandalkan kekuatan modal (uang), masyarakat tidak mendapatkan penghargaan yang semestinya diterima.
Betul juga pernyataan Bupati Lopes agar manajemen PLN menyesuaikan diri dengan budaya masyarakat setempat sehingga bisa mendapat dukungan moril. Selain itu, ia juga meminta agar PLN dan kontraktornya menjaring tenaga kerja baik buruh kasar, maupun tenaga teknis lainnya dari putra daerah setempat. Dia ingin tenaga buruh, tenaga teknis mesin lulusan STM, ataupun sarjana yang ada di sana diakomodir.
Kalau semua program ini berjalan dengan baik, harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik dalam masyarakat bisa terwujud dengan cepat. Krisis listrik, pemadaman bergilir, padam secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan, alat-alat elektronik yang rusak hingga jalanan yang gelap gulita tentu tidak akan terjadi lagi. Pelanggan pun tidak akan protes lagi kalau didendan karena terlambat membayar beban yang dipakainya.
Lalu, apa yang harus dilakukan agar semua ini bisa terwujud? Berikan dukungan! Jadilah pengawas yang baik agar proses pengerjaan dilaksanakan sesuai mekanisme yang sudah ditetapkan. Maksudnya adalah jika proyek dikerjakan asal jadi, maka dana triliunan rupiah yang digunakan akan hilang sia-sia. Harapan adanya penerangan pun akan sirna. Komitmen kesuksesan juga harus dibangun dalam diri pengelola proyek. Artinya, motivasi untuk membangun jangan muncul hanya karena di sana ada gelimang rupiah. *
AIR, jalan dan listrik selalu menjadi permasalahan klasik bagi masyarakat di NTT. Saban tahun, anggaran untuk jalan, air dan listrik mencapai miliaran rupiah. Namun, semua program yang didukung anggaran besar tersebut belum menjawab tuntas persoalan-persoalan ini.
Khusus untuk listrik, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai satu-satunya pemasok kebutuhan listrik, ternyata belum sanggup memenuhi semua kebutuhan masyarakat. Memanfaatkan sumber listrik dari mesin diesel, jelas kekuatannya tidak besar untuk menjangkau masyarakat hingga pelosok pedesaan. Selain itu, dengan kondisi mesin-mesin keluaran 1970-an hingga awal 1980-an kerusakan masih sering terjadi.
Kendala lainnya yang selalu menjadi alasan PLN untuk melakukan pemadaman bergilir adalah mahalnya biaya perawatan mesin, jaringan maupun pemasangan jaringan baru. Saban tahun, selalu saja ada pengumuman jumlah kerugian dari PLN. PLN tak pernah untung! Padahal, terlambat bayar, pelanggan pasti didenda, sedangkan kalau listrik padam, PLN sudah merasa cukup ketika pemberitaan maaf sudah diumumkan lewat media massa.
Krisis listrik memang tidak hanya terjadi di NTT, tapi di seluruh pelosok Indonesia. Berbagai strategi pun dilakukan, mulai dari seruan untuk penghematan, hingga mencari potensi sumber tenaga listrik selain diesel. Pencobaan menggunakan tenaga angin (bayu), uap, gas hingga matahari (surya) untuk mendapatkan energi listrik terus dilakukan.
Di NTT, sesuai dengan kondisi alamnya, potensi listrik dari tenaga uap dan gas cukup tinggi. Eksploitasi pun sudah dilakukan di beberapa daerah seperti Atadei-Lembata, Mataloko-Ngada dan Ropa-Ende. Di Mataloko, misalnya, kalau berhasil dieksploitasi kekuatannya akan sanggup menghidupkan aliran listrik di Pulau Flores.
Kabar terakhir adalah mulai dibangunnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kampung Afuik, Kecamatan Kakulukmesak, Kabupaten Belu. Dengan kekuatan 4x6 megawatt (MW), PLTU ini akan mulai dibangun pertengahan tahun 2009 ini. Di perkirakan, PLTU ini bisa melayani kebutuhan listrik di daratan Pulau Timor dan dipastikan pada bulan Agustus 2010 sudah beroperasi.
PLTU ini merupakan proyek yang dibangun menggunakan dana APBN. Selain di Afuik, PLTU juga akan dibangun di Kupang untuk melayani kebutuhan listrik wilayah Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). PLTU di Afuik, untuk melayani kebutuhan listrik di Belu dan Timor Tengah Utara (TTU). Ini tentu saja merupakan berita gembira bagi masyarakat di Pulau Timor. Melihat kampung-kampung akan terang benderang tampaknya bukan hanya dalam mimpi.
Sambutan positif dari Bupati Belu, Joachim Lopez, terhadap proyek ini merupakan sebuah apresiasi dan dukungan demi kepentingan masyarakat. Kalau sudah demikian, hendaknya jalinan komunikasi antara pengelola proyek, kontraktor pelaksana, pemerintah dan masyarakat harus dibangun dengan baik.
Ada persoalan klasik di NTT, yakni masyarakat sering menolak memberikan tanahnya untuk sebuah proyek terutama yang dibiayai dari pusat. Terkadang dengan mengandalkan kekuatan modal (uang), masyarakat tidak mendapatkan penghargaan yang semestinya diterima.
Betul juga pernyataan Bupati Lopes agar manajemen PLN menyesuaikan diri dengan budaya masyarakat setempat sehingga bisa mendapat dukungan moril. Selain itu, ia juga meminta agar PLN dan kontraktornya menjaring tenaga kerja baik buruh kasar, maupun tenaga teknis lainnya dari putra daerah setempat. Dia ingin tenaga buruh, tenaga teknis mesin lulusan STM, ataupun sarjana yang ada di sana diakomodir.
Kalau semua program ini berjalan dengan baik, harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik dalam masyarakat bisa terwujud dengan cepat. Krisis listrik, pemadaman bergilir, padam secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan, alat-alat elektronik yang rusak hingga jalanan yang gelap gulita tentu tidak akan terjadi lagi. Pelanggan pun tidak akan protes lagi kalau didendan karena terlambat membayar beban yang dipakainya.
Lalu, apa yang harus dilakukan agar semua ini bisa terwujud? Berikan dukungan! Jadilah pengawas yang baik agar proses pengerjaan dilaksanakan sesuai mekanisme yang sudah ditetapkan. Maksudnya adalah jika proyek dikerjakan asal jadi, maka dana triliunan rupiah yang digunakan akan hilang sia-sia. Harapan adanya penerangan pun akan sirna. Komitmen kesuksesan juga harus dibangun dalam diri pengelola proyek. Artinya, motivasi untuk membangun jangan muncul hanya karena di sana ada gelimang rupiah. *
Rabu, 11 Maret 2009
Kencani Nenek Kaya Hingga Pewaris BMW
INI masih cerita soal Helg Sgarbi (44) yang dijuluki sebagai gigolo Swiss. Gaya hidup kelas tingginya, sebagai upaya menjerat wanita kaya, kini terantuk teralis besi. Dia diganjar 6 tahun penjara oleh pengadilan Munich pada Senin (9/3/2009) lalu setelah mengakui telah menipu, berusaha menipu dan berusaha memeras Susanne Klatten (46), pewaris BMW.
Media Eropa seperti Guardian dan The Telegraph, menggambarkan Sgarbi bukanlah pria yang tampan. Biasa-biasa saja. Namun dia pintar bermulut manis. Dengan mudah dia melumerkan hati para wanita kaya yang kesepian. Cukup dengan pendekatan singkat dan tanpa banyak penjelasan, dia bisa mengencani wanita-wanita kaya di Eropa.
Sgarbi tak pernah berhitung siapa saja korbannya. Yang jauh berumur dengan dia pun dia 'santap', asalkan bisa dia peloroti hartanya.
Korban lanjut usia Sgarbi itu adalah seorang bangsawan Prancis, Verena du Pasquier. Atas bujuk rayu Sgarbi yang mengaku sebagai pejabat Swiss untuk daerah yang terkena krisis, Verena menggelontorkan uang lebih dari Rp 464 miliar.
Sgarbi terpaksa mengembalikan Rp 414 miliar dari jumlah itu ke pemiliknya setelah teman-teman Countess Verena mengancam Sgarbi membawa kasus ini ke polisi. Countess Verena meninggal pada tahun 2003 dalam usia 83 tahun.
Masih ada sejumlah wanita kaya yang menjadi korbannya. Namun di antara mereka yang paling kaya adalah Susanne Klatten, wanita paling tajir di Jerman, dan masuk daftar orang terkaya di dunia.
Tak butuh waktu hingga setahun bagi Sgarbi untuk mengadali Klatten. Mereka berjumpa di sebuah resort kesehatan eksklusif di Innsbruck pada Juli 2007, sebulan kemudian terlibat affair di selatan Prancis, lalu berlanjut kencan di Hotel Holiday Inn Munich.
Di hotel inilah petaka Klatten dimulai. Dengan akal liciknya, Sgarbi memfilmkan hubungan terlarang mereka. Bagaimana ini bisa dilakukan?
Ternyata Sgarbi bekerjasama dengan kaki tangannya, seorang warga Italia bernama Ernano Barretta (63). Pria ini mensyuting dari kamar di sebelah kamar Sgarbi-Klatten. Bulan depan Barretta diadili dengan tuduhan penipuan dan pemerasan di Pescara, Italia.
Pada bulan September, Sgarbi berutang kepada Klatten 7 juta euro (sekitar Rp 106 miliar) dan berjanji mengembalikannya. Dia butuh uang itu untuk membayar seorang mafia yang anak gadisnya terluka dalam kecelakaan mobil yang melibatkan Sgarbi di Florida, AS.
Sgarbi mengaku mafia itu meminta 10 juta euro dan dia hanya punya 3 juta euro. Jika dia tak segera membayar sisanya, maka nyawanya dihabisi oleh si mafia.
Klatten akhirnya mengucurkan utangan 7 juta euro di garasi Holiday Inn.
Setelah itu tingkah Sgarbi kian menggila. Dia merayu Klatten, ibu 3 anak, untuk meninggalkan suaminya dan hidup bersama dia. Dia merayu Klatten agar meletakkan dana investasi 290 juta euro (Rp 4,3 triliun) untuk biaya hidup mereka.
Untunglah Klatten akhirnya tersadar bahwa hubungannya dengan Sgarbi tidak benar sehingga pebisnis yang dikenal low profile dan bercitra serius ini menghakhiri hubungan.
Sgarbi tidak terima. Di sinilah dia mengancam Klatten. Dia akan mengeluarkan film hot mereka dan mengirimkan ke direksi BMW, suami Klatten dan media, bila Klatten tak memberinya 49 juta euro (Rp 742 miliar). Sgarbi kemudian menurunkan nilai ancaman menjadi 14 juta euro dan harus diserahkan maksimal 15 Januari 2009.
Dengan menahan malu, Klatten melaporkan upaya pemerasan ini pada polisi Jerman. Polisi pun mencokok Sgarbi di Austria. Kasus ini dikenal sebagai "gigolo vs miliuner" dan menjadi sorotan media Eropa.
Sgarbi diadili pada 9 Maret dan mengakui kejahatannya. Dia meminta maaf pada para wanita yang telah menjadi korbannya. Hanya saja, dia merahasiakan ke mana saja uang hasil kejahatan dia habiskan.
Sgarbi diganjar hukuman 6 tahun, lebih ringan dari tuntutan jaksa 9 tahun penjara. Dengan pengakuan Sgarbi di sidang pertama, maka Klatten terhindar dari rasa malu untuk hadir di sidang. Sebab jika Sgarbi tak mengaku salah, Klatten harus bersaksi di pengadilan melawan Sgarbi. Wanita korban Sgarbi lainnya juga harus didatangkan, suatu hal yang cukup sulit.
Meskipun Sgarbi dikenal mengibuli sejumlah wanita kaya, namun dalam hal ini dia disidang atas laporan Klatten. Hanya Klatten yang lapor polisi. Jaksa memuji keberanian Klatten. **
Media Eropa seperti Guardian dan The Telegraph, menggambarkan Sgarbi bukanlah pria yang tampan. Biasa-biasa saja. Namun dia pintar bermulut manis. Dengan mudah dia melumerkan hati para wanita kaya yang kesepian. Cukup dengan pendekatan singkat dan tanpa banyak penjelasan, dia bisa mengencani wanita-wanita kaya di Eropa.
Sgarbi tak pernah berhitung siapa saja korbannya. Yang jauh berumur dengan dia pun dia 'santap', asalkan bisa dia peloroti hartanya.
Korban lanjut usia Sgarbi itu adalah seorang bangsawan Prancis, Verena du Pasquier. Atas bujuk rayu Sgarbi yang mengaku sebagai pejabat Swiss untuk daerah yang terkena krisis, Verena menggelontorkan uang lebih dari Rp 464 miliar.
Sgarbi terpaksa mengembalikan Rp 414 miliar dari jumlah itu ke pemiliknya setelah teman-teman Countess Verena mengancam Sgarbi membawa kasus ini ke polisi. Countess Verena meninggal pada tahun 2003 dalam usia 83 tahun.
Masih ada sejumlah wanita kaya yang menjadi korbannya. Namun di antara mereka yang paling kaya adalah Susanne Klatten, wanita paling tajir di Jerman, dan masuk daftar orang terkaya di dunia.
Tak butuh waktu hingga setahun bagi Sgarbi untuk mengadali Klatten. Mereka berjumpa di sebuah resort kesehatan eksklusif di Innsbruck pada Juli 2007, sebulan kemudian terlibat affair di selatan Prancis, lalu berlanjut kencan di Hotel Holiday Inn Munich.
Di hotel inilah petaka Klatten dimulai. Dengan akal liciknya, Sgarbi memfilmkan hubungan terlarang mereka. Bagaimana ini bisa dilakukan?
Ternyata Sgarbi bekerjasama dengan kaki tangannya, seorang warga Italia bernama Ernano Barretta (63). Pria ini mensyuting dari kamar di sebelah kamar Sgarbi-Klatten. Bulan depan Barretta diadili dengan tuduhan penipuan dan pemerasan di Pescara, Italia.
Pada bulan September, Sgarbi berutang kepada Klatten 7 juta euro (sekitar Rp 106 miliar) dan berjanji mengembalikannya. Dia butuh uang itu untuk membayar seorang mafia yang anak gadisnya terluka dalam kecelakaan mobil yang melibatkan Sgarbi di Florida, AS.
Sgarbi mengaku mafia itu meminta 10 juta euro dan dia hanya punya 3 juta euro. Jika dia tak segera membayar sisanya, maka nyawanya dihabisi oleh si mafia.
Klatten akhirnya mengucurkan utangan 7 juta euro di garasi Holiday Inn.
Setelah itu tingkah Sgarbi kian menggila. Dia merayu Klatten, ibu 3 anak, untuk meninggalkan suaminya dan hidup bersama dia. Dia merayu Klatten agar meletakkan dana investasi 290 juta euro (Rp 4,3 triliun) untuk biaya hidup mereka.
Untunglah Klatten akhirnya tersadar bahwa hubungannya dengan Sgarbi tidak benar sehingga pebisnis yang dikenal low profile dan bercitra serius ini menghakhiri hubungan.
Sgarbi tidak terima. Di sinilah dia mengancam Klatten. Dia akan mengeluarkan film hot mereka dan mengirimkan ke direksi BMW, suami Klatten dan media, bila Klatten tak memberinya 49 juta euro (Rp 742 miliar). Sgarbi kemudian menurunkan nilai ancaman menjadi 14 juta euro dan harus diserahkan maksimal 15 Januari 2009.
Dengan menahan malu, Klatten melaporkan upaya pemerasan ini pada polisi Jerman. Polisi pun mencokok Sgarbi di Austria. Kasus ini dikenal sebagai "gigolo vs miliuner" dan menjadi sorotan media Eropa.
Sgarbi diadili pada 9 Maret dan mengakui kejahatannya. Dia meminta maaf pada para wanita yang telah menjadi korbannya. Hanya saja, dia merahasiakan ke mana saja uang hasil kejahatan dia habiskan.
Sgarbi diganjar hukuman 6 tahun, lebih ringan dari tuntutan jaksa 9 tahun penjara. Dengan pengakuan Sgarbi di sidang pertama, maka Klatten terhindar dari rasa malu untuk hadir di sidang. Sebab jika Sgarbi tak mengaku salah, Klatten harus bersaksi di pengadilan melawan Sgarbi. Wanita korban Sgarbi lainnya juga harus didatangkan, suatu hal yang cukup sulit.
Meskipun Sgarbi dikenal mengibuli sejumlah wanita kaya, namun dalam hal ini dia disidang atas laporan Klatten. Hanya Klatten yang lapor polisi. Jaksa memuji keberanian Klatten. **
Rabu, 04 Maret 2009
Spesialis Naik Bemo dan Kos Kamar
Oleh Dion DB Putra
GARA-gara urusan senyum dan sapa, John Robert Powers, Lembaga Pendidikan tentang Pengembangan Pribadi ikut disebut di ruang redaksi Pos Kupang, tempat Kopdar FAN berlangsung 21 Februari 2009. Ada apa gerangan? Diskusi tentang rumah sakit kok bawa-bawa nama John Robert Powers yang akrab dengan dunia modeling. Apakah rumah sakit rujukan satu-satunya di NTT mau dibawa ke sana?
Tentu tidak! Lembaga pengembangan kepribadian itu sempat disebut peserta diskusi ketika alur percakapan mulai menyentuh pelayanan terhadap pasien. Direktur RSUD Prof.Dr. WZ Johannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku, Sp.OG tidak mengingkari bahwa senyum yang ramah, sapaan yang santun dan meneguhkan si sakit belum sepenuhnya membumi di RSUD Kupang. "Nilai dasar yang melandasi pelayanan RSU Kupang adalah santun, integritas, kebersamaan, akuntabel dan profesional. Tapi kami akui nilai dasar pelayanan itu belum terwujud karena indeks kepuasan pelanggan masih jauh dari target Depkes," kata Alphons.
Pesannya jelas. Ada masalah pelik. Hyron Fernandez dari Forum Academia NTT (FAN) merumuskan masalah yang dihadapi RSUD Kupang sebagai berikut. Padat modal, padat karya, padat teknologi, padat manusia (SDM), dan padat masalah.
Modal bagi RSUD Kupang memadai. Setiap tahun anggaran, lembaga itu memperoleh alokasi dana kesehatan dari APBD NTT berkisar antara 74-76 persen. Menurut Dokter Alphons Anapaku, fasilitas pelayanan rumah sakit tipe B itu tidak buruk. Di sana ada Instalasi Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi ICU, ICCU, HCU, NICU dan Hemodialisa, Instalasi Farmasi, Patologi Anatomi, Radiologi, Gizi dan Instalasi Pemulasaran Jenasah. "Beberapa alat canggih pun segera dioperasikan seperti CT-Scan, Mamografi dan Endoskopi," kata Alphons.
Dari sisi sumber daya manusia (SDM), jumlah mitra kerja direktur cukup mencengangkan. Latar belakang pendidikan mereka mulai dari tingkat SD hingga S3. Dalam diskusi 21 Februari lalu, Dokter Alphons Anapaku menyebut angka 1.050 orang yang berkarya di RSU Kupang. Rumah sakit itu "berkekuatan" 95 tenaga dokter yang terdiri dari Dokter Spesialis 36 orang, Dokter S2 Kesehatan Masyarakat 5 orang, Dokter Umum 49 orang dan 5 orang Dokter Gigi. Para dokter itu didukung ratusan tenaga perempuan dan laki-laki dengan keahlian masing-masing sesuai kebutuhan manajemen rumah sakit tipe B.
Mengelola "ribuan kepala" tentu bukan perkara gampang. Maka tepatlah pernyataan Dokter Hyron Fernandez, padat manusia, padat masalah. Menurut Dokter Alphons, rumah sakit itu masih butuh dokter spesialis karena jumlahnya belum memadai pada spesialisasi tertentu, misalnya anestesi.
Sampai di sini ada kisah menarik. Ternyata ada dokter spesialis yang naik bemo (sapaan untuk mobil angkutan kota di Kupang, Red) dan tinggal di kamar kos. Bayangkan mobilitas dokter spesialis melayani pasien kalau mengandalkan bemo? Sebagai spesialis mereka berhak mendapatkan kendaraan operasional dari pemerintah daerah. Tidak perlu mewah. Yang utama nyaman dan aman.
Manajemen RSUD Kupang pernah meminta dana untuk kendaraan operasional kepada DPRD NTT. Dalam rapat anggaran, permintaan itu ditolak para wakil rakyat yang terhormat. Ada anggota DPRD berkata demikian, "Kami anggota Dewan saja naik bemo kok."
Oh.....alasan apa ini? Kepentingan dokter dan Dewan berbeda bung! Dokter butuh kendaraan operasional guna memudahkan pelayanan. Lima menit itu penting bagi orang sakit. Kalau anggota DPRD yang segar bugar terlambat lima menit bahkan berkali-kali mangkir dari sidang Dewan tidak berakibat sampai dengan kematian. Terlambat lima menit bagi yang sekarat bisa fatal.
Masuk akal kalau banyak kabar tentang dokter spesialis hengkang dari beranda Flobamora. Mengertilah kita kalau hampir seluruh kabupaten/kota di NTT berteriak ketiadaan dokter ahli. Salah siapa? Muncul pertanyaan kecil, seberapa besar batas kewenangan seorang direktur rumah sakit milik pemerintah daerah. Di era otonomi daerah, mereka malah kelihatan tak berdaya. Siapa sesungguhnya yang kuat kuasa di belakang layar?
Anggota FAN, Silvester Ndaparoka membagi pengalamannya. Dia pernah tinggal bersebelahan kamar kos dengan dokter spesialis bedah yang bertugas di RSUD Kupang. Dokter itu tidak diberi kendaraan yang menjadi haknya. "Bagaimana mau bertahan kalau hak-hak mereka tidak diperhatikan?" kata salah seorang peserta diskusi. Dokter Alphons Anapaku, dr. Yudith M Kota dan drg. Maria K Setyawati mengangguk-anggukkan kepala. Tanda setuju.
Sebenarnya masih ada perkara lain berkenaan dengan komitmen pelayanan dokter spesialis di RSUD Kupang. Namun, dalam diskusi FAN 21 Februari 2009, berkali-kali terdengar pernyataan off the record. Dan, itu mutlak dipatuhi pers. Belum waktunya diungkap untuk publik. Mungkin pada kesempatan lain.
Cukup menarik pernyataan Ketua YLKI NTT, Mus Malessy. "Dokter kan manusia, bukan Superman yang tidak pernah lelah. Undang-undang membolehkan dokter dapat membuka praktik maksimum tiga tempat, tapi apakah mereka dapat mengukur kemampuan dirinya?" kata Malessy.
Dalam diskusi yang sangat terbuka itu, Alphons Anapaku juga menyinggung kasus Yakobus Anunut yang menggendong jenazah putrinya, Limsa Setiana Katarina Anunut (2,5 tahun) dari RSU menuju rumahnya di Kelurahan Oesapa Selatan, Kamis dinihari, 12 Februari 2009. Anunut memilih jalan kaki karena tak punya uang Rp 300 ribu untuk menyewa mobil ambulans rumah sakit.
Menurut Dokter Alphons, yang menawarkan jasa mobil ambulans seharga Rp 300 ribu kepada Yakobus Anunut bukan karyawan IPJ RSUD Kupang, melainkan calo. "Ada calo di RSU. Dia menawari ongkos ambulans Rp 300 ribu dan ongkos taksi Rp 400 ribu. Kasus percaloan seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Mereka memanfaatkan keadaan. Untuk pasien dari keluarga miskin seperti Yakobus, tidak ada biaya mengantar jenazah sampai ke rumah. Mungkin dibilang kami bela diri, tapi kenyataan memang seperti itu," tegas Dokter Alphons.
Kawasan rumah sakit mestinya area paling netral. Nyaman dan aman. Ternyata jebol sisi keamanannya. Calo berkeliaran. Mereka memangsa sesama yang letih, panik dan cemas. Memangsa saudara sendiri yang berlinang air mata. Keterlaluan! Rumah sakit pemerintah tak sekadar poor quality for poor people. Siapa yang masih menganggap ini bukan prahara? *
GARA-gara urusan senyum dan sapa, John Robert Powers, Lembaga Pendidikan tentang Pengembangan Pribadi ikut disebut di ruang redaksi Pos Kupang, tempat Kopdar FAN berlangsung 21 Februari 2009. Ada apa gerangan? Diskusi tentang rumah sakit kok bawa-bawa nama John Robert Powers yang akrab dengan dunia modeling. Apakah rumah sakit rujukan satu-satunya di NTT mau dibawa ke sana?
Tentu tidak! Lembaga pengembangan kepribadian itu sempat disebut peserta diskusi ketika alur percakapan mulai menyentuh pelayanan terhadap pasien. Direktur RSUD Prof.Dr. WZ Johannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku, Sp.OG tidak mengingkari bahwa senyum yang ramah, sapaan yang santun dan meneguhkan si sakit belum sepenuhnya membumi di RSUD Kupang. "Nilai dasar yang melandasi pelayanan RSU Kupang adalah santun, integritas, kebersamaan, akuntabel dan profesional. Tapi kami akui nilai dasar pelayanan itu belum terwujud karena indeks kepuasan pelanggan masih jauh dari target Depkes," kata Alphons.
Pesannya jelas. Ada masalah pelik. Hyron Fernandez dari Forum Academia NTT (FAN) merumuskan masalah yang dihadapi RSUD Kupang sebagai berikut. Padat modal, padat karya, padat teknologi, padat manusia (SDM), dan padat masalah.
Modal bagi RSUD Kupang memadai. Setiap tahun anggaran, lembaga itu memperoleh alokasi dana kesehatan dari APBD NTT berkisar antara 74-76 persen. Menurut Dokter Alphons Anapaku, fasilitas pelayanan rumah sakit tipe B itu tidak buruk. Di sana ada Instalasi Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi ICU, ICCU, HCU, NICU dan Hemodialisa, Instalasi Farmasi, Patologi Anatomi, Radiologi, Gizi dan Instalasi Pemulasaran Jenasah. "Beberapa alat canggih pun segera dioperasikan seperti CT-Scan, Mamografi dan Endoskopi," kata Alphons.
Dari sisi sumber daya manusia (SDM), jumlah mitra kerja direktur cukup mencengangkan. Latar belakang pendidikan mereka mulai dari tingkat SD hingga S3. Dalam diskusi 21 Februari lalu, Dokter Alphons Anapaku menyebut angka 1.050 orang yang berkarya di RSU Kupang. Rumah sakit itu "berkekuatan" 95 tenaga dokter yang terdiri dari Dokter Spesialis 36 orang, Dokter S2 Kesehatan Masyarakat 5 orang, Dokter Umum 49 orang dan 5 orang Dokter Gigi. Para dokter itu didukung ratusan tenaga perempuan dan laki-laki dengan keahlian masing-masing sesuai kebutuhan manajemen rumah sakit tipe B.
Mengelola "ribuan kepala" tentu bukan perkara gampang. Maka tepatlah pernyataan Dokter Hyron Fernandez, padat manusia, padat masalah. Menurut Dokter Alphons, rumah sakit itu masih butuh dokter spesialis karena jumlahnya belum memadai pada spesialisasi tertentu, misalnya anestesi.
Sampai di sini ada kisah menarik. Ternyata ada dokter spesialis yang naik bemo (sapaan untuk mobil angkutan kota di Kupang, Red) dan tinggal di kamar kos. Bayangkan mobilitas dokter spesialis melayani pasien kalau mengandalkan bemo? Sebagai spesialis mereka berhak mendapatkan kendaraan operasional dari pemerintah daerah. Tidak perlu mewah. Yang utama nyaman dan aman.
Manajemen RSUD Kupang pernah meminta dana untuk kendaraan operasional kepada DPRD NTT. Dalam rapat anggaran, permintaan itu ditolak para wakil rakyat yang terhormat. Ada anggota DPRD berkata demikian, "Kami anggota Dewan saja naik bemo kok."
Oh.....alasan apa ini? Kepentingan dokter dan Dewan berbeda bung! Dokter butuh kendaraan operasional guna memudahkan pelayanan. Lima menit itu penting bagi orang sakit. Kalau anggota DPRD yang segar bugar terlambat lima menit bahkan berkali-kali mangkir dari sidang Dewan tidak berakibat sampai dengan kematian. Terlambat lima menit bagi yang sekarat bisa fatal.
Masuk akal kalau banyak kabar tentang dokter spesialis hengkang dari beranda Flobamora. Mengertilah kita kalau hampir seluruh kabupaten/kota di NTT berteriak ketiadaan dokter ahli. Salah siapa? Muncul pertanyaan kecil, seberapa besar batas kewenangan seorang direktur rumah sakit milik pemerintah daerah. Di era otonomi daerah, mereka malah kelihatan tak berdaya. Siapa sesungguhnya yang kuat kuasa di belakang layar?
Anggota FAN, Silvester Ndaparoka membagi pengalamannya. Dia pernah tinggal bersebelahan kamar kos dengan dokter spesialis bedah yang bertugas di RSUD Kupang. Dokter itu tidak diberi kendaraan yang menjadi haknya. "Bagaimana mau bertahan kalau hak-hak mereka tidak diperhatikan?" kata salah seorang peserta diskusi. Dokter Alphons Anapaku, dr. Yudith M Kota dan drg. Maria K Setyawati mengangguk-anggukkan kepala. Tanda setuju.
Sebenarnya masih ada perkara lain berkenaan dengan komitmen pelayanan dokter spesialis di RSUD Kupang. Namun, dalam diskusi FAN 21 Februari 2009, berkali-kali terdengar pernyataan off the record. Dan, itu mutlak dipatuhi pers. Belum waktunya diungkap untuk publik. Mungkin pada kesempatan lain.
Cukup menarik pernyataan Ketua YLKI NTT, Mus Malessy. "Dokter kan manusia, bukan Superman yang tidak pernah lelah. Undang-undang membolehkan dokter dapat membuka praktik maksimum tiga tempat, tapi apakah mereka dapat mengukur kemampuan dirinya?" kata Malessy.
Dalam diskusi yang sangat terbuka itu, Alphons Anapaku juga menyinggung kasus Yakobus Anunut yang menggendong jenazah putrinya, Limsa Setiana Katarina Anunut (2,5 tahun) dari RSU menuju rumahnya di Kelurahan Oesapa Selatan, Kamis dinihari, 12 Februari 2009. Anunut memilih jalan kaki karena tak punya uang Rp 300 ribu untuk menyewa mobil ambulans rumah sakit.
Menurut Dokter Alphons, yang menawarkan jasa mobil ambulans seharga Rp 300 ribu kepada Yakobus Anunut bukan karyawan IPJ RSUD Kupang, melainkan calo. "Ada calo di RSU. Dia menawari ongkos ambulans Rp 300 ribu dan ongkos taksi Rp 400 ribu. Kasus percaloan seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Mereka memanfaatkan keadaan. Untuk pasien dari keluarga miskin seperti Yakobus, tidak ada biaya mengantar jenazah sampai ke rumah. Mungkin dibilang kami bela diri, tapi kenyataan memang seperti itu," tegas Dokter Alphons.
Kawasan rumah sakit mestinya area paling netral. Nyaman dan aman. Ternyata jebol sisi keamanannya. Calo berkeliaran. Mereka memangsa sesama yang letih, panik dan cemas. Memangsa saudara sendiri yang berlinang air mata. Keterlaluan! Rumah sakit pemerintah tak sekadar poor quality for poor people. Siapa yang masih menganggap ini bukan prahara? *
Senin, 02 Maret 2009
Kata
...Kata-kata dibalas dengan kata-kata...
AKHIR bulan Juli 2007, isu panas menembus dinding Istana Merdeka. Isu itu digulirkan mantan Wakil Ketua DPR RI, Zaenal Maarif. Dalam jumpa pers di Gedung DPR RI, Senayan-Jakarta hari Kamis 26 Juli 2007, Zaenal yang baru saja di-recall dari keanggotaan DPR berbicara penuh semangat di hadapan para wartawan.
"Saya akan menyampaikan data-data bahwa SBY pun pernah menikah sebelum masuk Akmil (Akademi Militer). Karena itu, copot gelar dan jabatannya. Saya akan melaporkan data itu kepada DPD, DPR, MK, dan MPR. Dan, MPR akan menggelar sidang," katanya. Seperti dirilis detikcom saat itu, Zaenal bicara dengan nada berapi-api. Zaenal menambahkan, SBY bahkan memiliki anak dengan perempuan yang dinikahinya sebelum masuk Akmil. Dia tahu nama dan alamat perempuan itu.
Wartawan mana yang tidak tertarik dengan informasi semacam ini? Informasi tersebut mengandung unsur penting sekaligus menarik. Sumber berita bukan orang biasa. Dalam sekejap informasi itu menyebar luas. Menjadi berita utama media massa cetak dan elektronik di tanah air. Sejumlah media yang berbasis di Jakarta menggali lebih jauh keterangan dari beberapa sumber yang secara politis agaknya tidak sejalan dengan SBY guna menambahöbumbuö berita tentang orang paling berkuasa di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden SBY diserang dengan garang. Sungguh membuat merah kuping dan hati panas.
Zaenal Maarif memang bukan orang pertama yang mengungkap isu tentang SBY menikah sebelum masuk Akmil tahun 1971. Sebelum pemilihan presiden tahun 2004, isu tersebut dilempar Jenderal (Purn) Hartono. Namun, bobotnya berbeda. Hartono meniupkan isu pada masa kampanye pemilihan umum sehingga dianggap cuma trik untuk meruntuhkan citra SBY. Buktinya SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla terpilih sebagai presiden dan wakil presiden tahun 2004. Ketika Zaenal Maarif bernyanyi lagi tentang lagu yang sama tahun 2007, situasinya sudah berbeda. Apabila terbukti benar, SBY bisa lengser dari jabatan sebagai Presiden RI.
Poin yang mau beta sampaikan adalah sikap Presiden SBY menanggapi tudingan yang dapat menghancurkan bahtera rumah tangga, membunuh karakter bahkan jabatannya. Presiden SBY tidak mengadukan pemimpin redaksi atau penanggung jawab media massa yang memberitakan isu tersebut kepada aparat penegak hukum. Padahal berita sejumlah media sudah melewati batas kewajaran. Presiden SBY memilih cara elegan sesuai amanat Pasal 5 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yaitu menggunakan hak jawab. SBY mengirim tanggapan tertulis kepada media massa yang memberitakan informasi dari Zaenal Maarif. Menurut UU Pers, yang dimaksudkan dengan hak jawab adalah Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Coba tuan dan puan bayangkan kejadian ini menimpa presiden pada masa Orde Baru? Media massa bakal dibredel dan pemimpin redaksi atau penanggung jawabnya dipastikan masuk penjara. Sikap Presiden SBY juga berbeda dengan presiden lain yang memimpin selama era reformasi.
SBY mengambil langkah hukum bukan terhadap jurnalis tetapi kepada sumber berita yaitu Zaenal Maarif. Proses hukum kemudian terbukti, isu yang ditiupkan Zaenal tidak benar dan posisi SBY sebagai presiden bertahan sampai hari ini.
Presiden SBY membuktikan komitmennya tidak mengganggu kemerdekaan pers di Indonesia. Prinsip yang dianut presiden adalah kesalahan jurnalistik diselesaikan dengan mekanisme jurnalistik. Kata-kata dibalas dengan kata-kata. Bukan kuasa atau otot.
Untuk komitmennya itu, panitia Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2009 menganugerahkan Medali Emas Kemerdekaan Pers kepada SBY untuk kategori individu. Untuk kategori institusi, panitia HPN 2009 yang terdiri dari delapan komponen masyarakat pers nasional menyerahkan medali emas kepada lembaga Tentara Nasional Indonesia (TNI).
SBY dan TNI dinilai mendukung kemerdekaan pers dengan menggunakan mekanisme hak jawab saat berperkara dengan pers.
Susilo Bambang Yudhoyono tercatat sebagai individu yang sejak 2005 hingga 2008 paling banyak menggunakan hak jawab menanggapi kasus pemberitaan tentang dirinya di media massa. Demikian pula dengan lembaga TNI. Penghargaan medali emas kepada Presiden SBY diserahkan tokoh pers, Jakob Oetama pada puncak peringatan HPN 2009 di Tenis Indoor, Senayan-Jakarta 9 Februari 2009.
Sedangkan penghargaan kepada TNI yang diterima Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Santoso diserahkan Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal. "Saya sungguh ingin menjadi bagian dari kuatnya kemerdekaan pers, dan saya hanya salah satu dari pelaku di negeri ini," tutur SBY ketika itu.
Panitia HPN 2009 tingkat pusat melibatkan para pemangku kepentingan pers, antara lain PWI, Dewan Pers, Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Serikat Grafika Pers (SGP), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Persatuan Radio Swasta Nasional Indonesia (PRSNI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia.
Penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers merupakan tradisi baru. Baru pertama dalam sejarah pers nasional. Menurut Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, tradisi itu akan dipertahankan dengan terus menyempurnakan mekanisme penilaian terhadap individu maupun institusi di masa datang.
Tentu saja tradisi yang baik ini akan menular ke seluruh pelosok Nusantara, termasuk beranda rumah Flobamora. Mungkin tak lama lagi. Kata harus dibalas dengan kata. Bukankah kata-kata jauh lebih tajam daripada pedang? Kalau lebih tajam mengapa masih senang memakai otot? Mengapa masih doyan menggunakan teror? Kemerdekaan pers bukan bagi insan pers sendiri. Kemerdekaan pers adalah kebutuhan seluruh rakyat di negara demokrasi. Kata dibalas dengan kata..! (dionbata@poskupang.co.id)
Ikan Botok dan Gotong Royong Model Saluruk
NOELBAKI hanyalah sebuah desa kecil di pinggiran kota. Luasnya sekitar 20 kilometer persegi. Letaknya sekitar 17 kilometer arah timur Kota Kupang, ibukota Propinsi NTT. Meski desa ini kecil, namanya sudah telanjur 'besar' dan terkenal ke mana-mana. Desa ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Kabupaten Kupang.
Wilayah ini juga dikenal sebagai 'dapurnya' warga Kota Kupang, karena dari desa ini aneka sayuran dan buah-buahan diangkut ke sejumlah pasar di Kota Kupang.
Warga setempat umumnya bekerja sebagai petani sawah serta petani sayur dan buah. Ada juga peternak sapi paron atau ayam buras, buruh bangunan dan sisanya wiraswasta dan pegawai pemerintah (PNS).
Penduduk desa ini beraneka ragam. Sering disebut Desa Bhineka Tunggal Ika. Pasalnya, penduduknya terdiri dari warga lokal dan pendatang. Entah itu dari Sabang, Batak, Medan, Minangkabau, Pontianak, Jawa, Bali, Lombok, Makassar, Timor Leste (Eks Timor Timur), Ambon hingga Papua. Namun semuanya tetap hidup rukun dan damai.
Di desa kecil ini, saya menghabiskan masa kanak-kanak dan sebagian masa remaja. Pulang dari sekolah, saya dan teman-teman main kuti kelereng, main gala asing, atau main papan seluncur dari pelepah pinang atau pelepah kelapa di rafen (tebing curam, Red). Bosan main, kami beradu rezeki memancing ikan botok, mujair dan belut di sawah atau di danok (danau kecil, Red).
Kalau bosan, kami pergi fiti (menembak pakai katapel, Red) burung takek (betet, Red) di rumpun padi yang sudah menguning sambil bersembunyi di samping 'orang-orangan' yang berdiri menancap di tengah sawah. Kadang mete (begadang) fiti kabauk (kelelawar) yang curi buah pepaya dan pisang setengah masak atau buah kapuk yang masih muda.
Lain waktu, kami pergi jerat burung koak di pohon nunuk (beringin) pakai getah pohon dilak (buah Maja) atau jerat burung takukur (perkutut) dan burung pompa (merpati hutan, Red) serta burung puyuh pakai bulu ekor kuda. Atau main bola sepak jelang petang di tegalan sawah yang sedikit berlumpur. Masa kecil dan remajaku benar-benar indah.
Ada satu nilai kehidupan yang dianut warga Desa Noelbaki, yang sampai hari ini masih terus terpelihara dengan sangat baiknya. Yaitu semangat hidup bergotong royong. Pesta kenduri orang nikah, orang yang mati (kedukaan) atau bekerja di sawah, selalu dilakukan secara bergotong royong. Kalau ada orang yang ditimpa kedukaan, semua warga ramai-ramai 'kumpul keluarga', menyisihkan sedikit uang untuk meringankan beban keluarga yang berduka. Pemuda yang hendak melamar kekasihnya atau hendak menggelar pesta nikah, pasti warga datang untuk 'kumpul keluarga'. Bersihkan gereja atau masjid dilakukan bersama-sama.
Ada satu bentuk nilai dan model gotong royong yang sampai sekarang masih hidup di kalangan petani sawah di Noelbaki. Gotong royong model ini barangkali tidak ada di tempat lain. Yaitu gotong royong Saluruk. Saluruk adalah sebutan untuk sebuah wadah berbentuk bakul kecil. Biasanya terbuat dari anyaman daun lontar atau daun gewang.
Lalu bagaimana gotong royong model saluruk itu? Misalnya, ada warga yang hendak menanam benih padi di sawahnya atau hendak koruk padi di sawahnya, ia mengundang tetangga dan kerabatnya agar datang membantu. Mereka bergotong royong menanam benih padi (Nuk) di sawah atau Koruk (memotong batang padi pakai sabit) dan 'pukul padi' atau merontok bulir padi hingga jelang petang. Mereka bekerja bergotong royong sambil mendendangkan lagu-lagu yang indah atau melempar pantun di antara mereka, ditingkahi suara gemericik air dari pancuran dan jeritan burung angsa sawah. Benar-benar musik alam yang indah menawan hati.
Sampai hari terakhir panen, baru saluruk dikeluarkan oleh pemilik sawah. Saluruk ini diletakkan di tengah-tengah tumpukan gabah kering beralaskan tikar. Selanjutnya pemilik sawah menuangkan padi dalam saluruk hingga penuh. Padi dalam saluruk ini diberikan kepada kerabatnya yang datang membantu. Pemberian itu sebagai wujud penghargaan dan 'ucapan terima kasih' karena sudah membantu bekerja di sawah.
Sebut saja namanya Minah. Saat menanam, Minah membantu selama lima hari. Selanjutnya ketika koruk padi, Minah membantu selama lima hari. Berarti total 10 hari Minah membantu pemilik sawah. Satu hari kerja rata-rata Minah 'dihargai' dengan tiga saluruk. Berarti total Minah mendapat 30 saluruk atau setara empat karung putih penuh padi menjadi milik Minah untuk dibawa pulang ke rumahnya.
Dulunya, pemberian padi 'saluruk' ini semata-mata bernilai sosial religius daripada bernilai ekonomis. Dulunya, saluruk itu menjadi simbol perekat hubungan sosial dan kekerabatan antarwarga dalam kampung. Orang yang datang membantu pemilik sawah akan terus dikenang jasanya dan dianggap 'sodara dekat' karena sudah menghargai 'undangan' untuk datang membantu bekerja di sawah. Entah sekarang, mungkin nilai sosial religius pada saluruk ini sudah bergeser nilai menjadi sebatas upah kerja. Semoga tidak begitu. (Julianus Akoit)
Rabu, 25 Februari 2009
Cari Alternatif Penanggulangan Bencana
Oleh Sipri Seko
SEJAK satu minggu terakhir, ruas jalan negara yang menghubungkan Atambua dengan Kefamenanu terputus. Sebuah jembatan di wilayah di RT 2/RW 1, Lo'o Ho, Desa Rinbesi Hat, sekitar 26 kilometer dari Atambua, atau sekitar tiga kilometer dari pertigaan Halilulik, ambruk diterjang banjir. Akibatnya, banyak kendaraan roda empat ke atas tertahan.
Ada beberapa kendaraan yang mencoba menggunakan jalan alternatif. Namun karena harus memutar, jarak yang ditempuh dalam waktu 30 menit berubah menjadi dua jam. Akibat lainnya adalah, kendaraan angkutan penumpang mulai merugi. Kendaraan yang mengangkut penumpang dari Atambua dengan tujuan Kefamenanu, SoE atau Kupang terpaksa menurunkan penumpangnya. Para penumpang lebih memilih turun dan menggantikan kendaraan di seberang jembatan ketimbang harus memutar jauh yang memakan waktu lama.
Satu minggu dan belum diperbaiki? Ada yang untung, ada yang buntung. Warga setempat menggunakan kesempatan untuk mengais rezeki dengan memikul sepeda motor pengguna jalan. Ongkosnya Rp 30 ribu untuk satu kendaraan. Kalau dalam sehari ada sepuluh sepeda motor yang dipikul, maka mereka menerima Rp 300 ribu. Rezeki, bagi warga sekitarnya, sehingga mereka tentu berharap proses perbaikan jembatan butuh waktu lama.
Sejak putusnya jembatan Lo'o Ho tanggal 15 Februari 2009 lalu, kendaraan dari Atambua menuju Kefamenanu masuk lewat jalur Halilulik menuju Desa Labur. Dari Desa Labur, kendaraan diarahkan menuju jalur alternatif tepatnya di Maukumu, terus ke Dusun Loonitas, Desa Leotolu, kemudian ke arah Desa Rinbesi Hat.
Asal tahu saja, jalan alternatif ini tidak semuanya adalah jalan yang dibuat khusus untuk kendaraan. Hanya sebagian kecil saja yang beraspal, sisanya adalah jalan tanah. Beberapa bagian yang dilalui merupakan lahan kosong milik warga. Akibatnya, kondisinya sekarang mulai memrihatinkan. Tanah labil dan basah membuat beberapa kendaraan terjebak dalam kubangan lumpur. Ratusan truk pengangkut sembako, bahan bangunan dan barang kebutuhan lainnya sudah tertahan lebih dari tiga hari. Terjebak dalam lumpur, butuh kendaraan lain untuk menarik mereka.
Kondisi ini tentu sangat menyesakkan. Waktu untuk melaksanakan sebuah pekerjaan terhambat, bahkan mungkin batal dilaksanakan. Ruas jalan ini adalah jalan negara, siapa yang bertanggung jawab dan sampai kapan keadaan ini terus berlanjut? Dibiarkan, atau harus segera ada tindakan alternatif.
Pekerjaan rumah Dinas Kimpraswil Propinsi NTT dan Kabupaten Belu agaknya cukup banyak mengingat jalan putus juga terjadi di Teun, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Artinya setelah diadakan penelitian harus segera melakukan aksi dan jangan lagi berdalih masih terhambat akibat tidak ada alokasi dana. Seharusnya sudah ada peringatan dini kalau jembatan akan ambruk.
Kondisi tanah di NTT yang labil memang memudahkan terjadinya longsoran atau bencana alam yang tidak terduga. Apalagi curah hujan di tahun ini cukup tinggi, ditambah kondisi cuaca atau badai yang bisa saja datang dengan tiba-tiba. Artinya dengan mengacu pada prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa curah hujan di NTT masih akan tinggi, bukan tidak mungkin masih akan terjadi ambruknya jembatan atau longsoran yang lain.
Bagaimana mengatasi ini? Koordinasi lintas sektor harus dibangun. Satuan kerja (Satker) penanggulangan bencana yang sudah terbentuk harus diaktifkan. Mereka sudah harus memberikan peringatan dini tentang kemungkinan akan terjadinya bencana. Dengan demikian, ketika bencana itu benar-benar datang, alternatif penyelesaian sudah disiapkan.
Keengganan warga untuk membuka jalan alternatif di dekat jembatan yang terputus di Belu harus segera diselesaikan. Pemerintah Propinsi NTT dan Pemkab Belu harus segera turun tangan. Berikan pengertian kepada mereka bahwa semuanya untuk kepentingan banyak orang. Ini harus dilakukan karena untuk membangun sebuah jembatan butuh waktu yang lama, apalagi dilakukan di musim hujan seperti ini.
Mungkin saja akibat dari terputusnya jalan utama ini baru dirasakan oleh pengguna jalan. Tapi kondisi ini kalau dibiarkan, maka masyarakat akan ikut merasakannya. Pasokan sembako, bahan bakar minyak (BBM), bahan bangunan dan aktivitas ekonomi lainnya akan menjadi terhambat. Pekerjaan rumah ini akan berat. Tapi di sinilah ujian sesungguhnya yang diberikan untuk sesegera mungkin mengatasinya. **
SEJAK satu minggu terakhir, ruas jalan negara yang menghubungkan Atambua dengan Kefamenanu terputus. Sebuah jembatan di wilayah di RT 2/RW 1, Lo'o Ho, Desa Rinbesi Hat, sekitar 26 kilometer dari Atambua, atau sekitar tiga kilometer dari pertigaan Halilulik, ambruk diterjang banjir. Akibatnya, banyak kendaraan roda empat ke atas tertahan.
Ada beberapa kendaraan yang mencoba menggunakan jalan alternatif. Namun karena harus memutar, jarak yang ditempuh dalam waktu 30 menit berubah menjadi dua jam. Akibat lainnya adalah, kendaraan angkutan penumpang mulai merugi. Kendaraan yang mengangkut penumpang dari Atambua dengan tujuan Kefamenanu, SoE atau Kupang terpaksa menurunkan penumpangnya. Para penumpang lebih memilih turun dan menggantikan kendaraan di seberang jembatan ketimbang harus memutar jauh yang memakan waktu lama.
Satu minggu dan belum diperbaiki? Ada yang untung, ada yang buntung. Warga setempat menggunakan kesempatan untuk mengais rezeki dengan memikul sepeda motor pengguna jalan. Ongkosnya Rp 30 ribu untuk satu kendaraan. Kalau dalam sehari ada sepuluh sepeda motor yang dipikul, maka mereka menerima Rp 300 ribu. Rezeki, bagi warga sekitarnya, sehingga mereka tentu berharap proses perbaikan jembatan butuh waktu lama.
Sejak putusnya jembatan Lo'o Ho tanggal 15 Februari 2009 lalu, kendaraan dari Atambua menuju Kefamenanu masuk lewat jalur Halilulik menuju Desa Labur. Dari Desa Labur, kendaraan diarahkan menuju jalur alternatif tepatnya di Maukumu, terus ke Dusun Loonitas, Desa Leotolu, kemudian ke arah Desa Rinbesi Hat.
Asal tahu saja, jalan alternatif ini tidak semuanya adalah jalan yang dibuat khusus untuk kendaraan. Hanya sebagian kecil saja yang beraspal, sisanya adalah jalan tanah. Beberapa bagian yang dilalui merupakan lahan kosong milik warga. Akibatnya, kondisinya sekarang mulai memrihatinkan. Tanah labil dan basah membuat beberapa kendaraan terjebak dalam kubangan lumpur. Ratusan truk pengangkut sembako, bahan bangunan dan barang kebutuhan lainnya sudah tertahan lebih dari tiga hari. Terjebak dalam lumpur, butuh kendaraan lain untuk menarik mereka.
Kondisi ini tentu sangat menyesakkan. Waktu untuk melaksanakan sebuah pekerjaan terhambat, bahkan mungkin batal dilaksanakan. Ruas jalan ini adalah jalan negara, siapa yang bertanggung jawab dan sampai kapan keadaan ini terus berlanjut? Dibiarkan, atau harus segera ada tindakan alternatif.
Pekerjaan rumah Dinas Kimpraswil Propinsi NTT dan Kabupaten Belu agaknya cukup banyak mengingat jalan putus juga terjadi di Teun, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Artinya setelah diadakan penelitian harus segera melakukan aksi dan jangan lagi berdalih masih terhambat akibat tidak ada alokasi dana. Seharusnya sudah ada peringatan dini kalau jembatan akan ambruk.
Kondisi tanah di NTT yang labil memang memudahkan terjadinya longsoran atau bencana alam yang tidak terduga. Apalagi curah hujan di tahun ini cukup tinggi, ditambah kondisi cuaca atau badai yang bisa saja datang dengan tiba-tiba. Artinya dengan mengacu pada prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa curah hujan di NTT masih akan tinggi, bukan tidak mungkin masih akan terjadi ambruknya jembatan atau longsoran yang lain.
Bagaimana mengatasi ini? Koordinasi lintas sektor harus dibangun. Satuan kerja (Satker) penanggulangan bencana yang sudah terbentuk harus diaktifkan. Mereka sudah harus memberikan peringatan dini tentang kemungkinan akan terjadinya bencana. Dengan demikian, ketika bencana itu benar-benar datang, alternatif penyelesaian sudah disiapkan.
Keengganan warga untuk membuka jalan alternatif di dekat jembatan yang terputus di Belu harus segera diselesaikan. Pemerintah Propinsi NTT dan Pemkab Belu harus segera turun tangan. Berikan pengertian kepada mereka bahwa semuanya untuk kepentingan banyak orang. Ini harus dilakukan karena untuk membangun sebuah jembatan butuh waktu yang lama, apalagi dilakukan di musim hujan seperti ini.
Mungkin saja akibat dari terputusnya jalan utama ini baru dirasakan oleh pengguna jalan. Tapi kondisi ini kalau dibiarkan, maka masyarakat akan ikut merasakannya. Pasokan sembako, bahan bakar minyak (BBM), bahan bangunan dan aktivitas ekonomi lainnya akan menjadi terhambat. Pekerjaan rumah ini akan berat. Tapi di sinilah ujian sesungguhnya yang diberikan untuk sesegera mungkin mengatasinya. **
4 Hal yang Membahayakan Pernikahan
DON'T sweat the small stuff. Ada pepatah yang mengatakan untuk jangan terlalu memikirkan hal-hal kecil. Mungkin benar dalam beberapa hal, namun hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari bisa jadi pemicu retaknya rumah tangga Anda. Sedikit instropeksi diri sekali-sekali pun diperlukan untuk me-refresh hubungan Anda dengan pasangan. Yuk, kita lihat apa yang bisa kita perbaiki dari diri kita.
· Keran bocor. Sesekali berkeluh kesah kepada sahabat atau orang terdekat memang perlu. Namun, usahakan menahan diri untuk tidak terlalu banyak menceritakan keburukan pasangan kepada pihak lain. Bayangkan jika Anda sedang duduk bersama mertua, lalu tiba-tiba muncul pertanyaan-pertanyaan antara Anda dan pasangan yang isinya problem pribadi. Wah, rasanya tak keruan kan? Nah, supaya hubungan Anda dan suami bebas gunjingan, Anda bisa mengajak pasangan untuk berdiskusi dan berjanji tak lagi menceritakan hal-hal pribadi kepada pihak lain. Pastikan Anda mengajaknya bicara dalam keadaan tenang dan santai supaya tak menimbulkan rasa sakit hati. Di lain pihak, Anda harus bisa menahan diri untuk tidak menceritakan hal-hal yang bisa menjelekkan suami di hadapan orang lain. Sebaliknya, usahakan untuk berkata yang baik-baik tentang pasangan kepada orang lain.
· Sindrom "malangnya diriku". Memendam perasaan sama buruknya dengan menjelekkan pasangan kepada orang lain. Jika ada hal-hal yang membuat Anda tak merasa senang dengan sikap pasangan, sebaiknya utarakan dengan sikap tenang dan menghormati. Coba sisihkan waktu dengan pasangan untuk bermanja-manja dan saling mengutarakan isi hati. Namun, usahakan untuk memberikan solusi atas permasalahannya. Begitu juga, jika suami "akhirnya" mau meletakkan baju kotor di keranjang baju kotor setelah berbulan-bulan Anda memintanya, jangan lupa untuk memujinya. Cara ini tak hanya membuat suasana lebih menyenangkan, tapi juga efektif.
· Bertengkar karena hal-hal sepele. Biasanya hal ini terjadi karena masalah barang-barang milik pasangan yang berserakan atau menumpuk tak keruan. Pertengkaran karena barang-barang pasangan bisa menjadi semacam penanda ada hal-hal yang tak Anda sukai dari pasangan. Menurut Michele Weiner-Davis, psikoterapis dan penulis buku The Sex-Starved Marriage, akan ada hal-hal yang Anda cintai dan tidak sukai dari pasangan. Itu adalah bagian dari sebuah pernikahan. Ketika Anda mengambil sumpah untuk menikah dengan seseorang, maka semua bagian dari dirinya, baik yang Anda sukai maupun tidak, sudah menjadi bagian dari paketnya. Yang bisa Anda lakukan adalah mencari solusinya, misalnya adakan garage sale untuk menjual barang-barang yang sudah tak dipakai. Jangan hanya pasangan saja yang harus berkorban; jual saja barang-barang Anda yang tak disukai pasangan dan memang sudah tak berguna untuk Anda. Anda dan pasangan jadi bisa menabung untuk membeli sesuatu yang sudah kalian inginkan, TV flatscreen, misalnya.
· Terlalu jauh. Anda berdua sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan, anak-anak, dan kepentingan sendiri-sendiri, tanpa sadar waktu untuk berbicara pun tak ada. Bahkan saat di tempat tidur. Ketika pasangan mulai mengurangi waktu berkualitas, ini bisa membuat hubungan terasa santai. Namun bisa juga sebaliknya, pasangan berasumsi bahwa Anda tak membutuhkannya lagi. Manusia merespons ketidakterikatan dengan menarik diri masing-masing. Segalanya bisa menjadi lebih parah. Namun, manusia juga merespons dari kebaikan orang lain. Maka, yang bisa Anda lakukan adalah mengambil inisiatif untuk meluangkan waktu. Sisihkan (bukan menyisakan) waktu yang biasanya Anda gunakan hanya untuk menonton TV dengan kegiatan lain yang Anda sukai bersama pasangan. Misalnya, bangun lebih pagi di hari libur untuk jalan pagi bersama. Jika sudah terlalu besar jarak antara Anda dan pasangan, berusahalah lebih keras untuk bisa lebih dekat. Para peneliti setuju agar pasangan seperti ini membuat jadwal rutin untuk berhubungan intim dan untuk bicara. Intimasi dari berhubungan badan memang bisa membuat hubungan pasangan lebih erat. **
Kampanye Jagung dan Koperasi
Kawal dan Evaluasi
Oleh Sipri Seko
KEPALA Biro Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Kupang, Lorensius Molan, tampak gelisah ketika perahu motor 'Tri Sakti' yang ditumpanginya diombang-ambing gelombang di perairan Tanjung Gemuk, Larantuka-Flores Timur, Jumat (6/2/2009). Molan bukan gelisah hanya karena di perahu motor tersebut ada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Wakil Bupati (Wabup) Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos, beberapa kepala dinas dan pejabat lingkup Pemprop NTT ikut menumpang, melainkan karena gelombang setinggi enam meter lebih, air sudah masuk dalam perahu motor.
Dia heran karena Gubernur Lebu Raya, Wabup Lagadoni Herin dan juru mudi terlihat sangat tenang menghadapi kondisi cuaca yang sangat tidak bersahabat. Angin dan badai ternyata tidak hanya ada di lautan. Sepanjang perjalanan dari Larantuka menuju Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, pohon-pohon bertumbangan di sejumlah titik akibat hujan dan angin kencang menghambat perjalanan.
Yang membuat dia salut terhadap Gubernur Lebu Raya dan Yoseph L Herin adalah tetap tenang. Lebu Raya malah tertawa ketika ditelepon seorang rekannya yang membaca running text di televisi bahwa mereka baru saja selamat dari amukan gelombang.
Bagi Lebu Raya, semua yang dihadapinya adalah ujian dalam menjalankan tugas. Sambutan, apresiasi dan respons positif dari masyarakat adalah obat mujarab untuk menghilangkan kelelahan. "Keadaan seperti ini harus dinikmati dan jangan dijadikan beban. Saya lihat ada anggota rombongan yang lelah malah ada yang mabuk perjalanan. Kamu yang masih muda- muda ini harus tetap semangat," ujar Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009).
***
Mengampanyekan NTT untuk menjadi Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Masyarakat di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjunginya memang antusias dan sangat respons menerima program tersebut. Betulkah demikian? Apakah mereka sudah mengerti arti Propinsi Jagung atau Propinsi NTT? Ataukah mereka mengangguk-angguk untuk setuju karena yang berbicara adalah seorang gubernur?
"NTT sebagai Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Tapi kita memang butuh tantangan kalau ingin maju. Maju atau mundur, berhasil atau tidak tergantung dari kita. Kita harus bisa memilih, apa saya akan tetap hidup seperti ini ataukah harus lebih maju."
Kata-kata ini terus diungkapkan Frans Lebu Raya saat bertatap muka dengan masyarakat di berbagai kesempatan. Sepanjang perjalan dari Lewoleba, Adonara, Larantuka hingga Maumere ada lebih dari sepuluh koperasi dan kebun jagung yang disinggahinya.
"Saya memang ingin langsung melihat kebun jagung dan koperasi masyarakat. Ini agar sejalan dengan program Anggur Merah atau anggaran menuju rakyat sejahtera yang kami canangkan. Ada yang bilang masyarakat tidak mengerti apa itu Anggur Merah. Bagi saya itu tidak penting. Masyarakat tidak perlu tahu apa itu Anggur Merah, tapi yang terpenting adalah semua aparatur pemerintah harus tahu apa itu Anggur Merah. Aparatur harus menyusun program dan anggaran yang memihak rakyat. Artinya, rakyat hanya menikmati Anggur Merah yang sudah diprogramkan dengan baik. Untuk itu, dalam setiap kunjungan saya selalu membawa kepala-kepala dinas dari propinsi agar mereka langsung melihat, mendengar dan mencatat apa yang diinginkan masyarakat," kata Lebu Raya.
Sukses atau tidaknya program NTT Propinsi Jagung dan Koperasi harus menjadi tanggungjawab bersama. Ketika Lebu Raya dan wakilnya, Ir. Esthon L Foenay, M.Si, getol mengampanyekan program ini, dukungan positif harus terus diberikan. Harus total dan jangan setengah hati.
Ketika mengunjungi petani saat musim tanam seperti ini, kita pasti terkagum-kagum dengan tumbuh suburnya jagung mereka. Tapi bagaimana kalau mereka dikunjungi pada bulan Juni hingga November? Untuk itu, Ajak mereka untuk terus dan tak pernah berhenti menanam. Beritahu dan terus memotivasi petani bahwa saat ini jagung bukan lagi sekadar ditanam untuk makan dan sisanya disimpan di lumbung, tapi sudah menjadi bahan baku industri. Siapkan pasar dan harga yang layak sehingga mereka jangan lagi bertanya, "Hege hope?" (siapa yang beli kalau kami tanam banyak?).
Bagaimana dengan koperasi? Terbukti bahwa tanpa pemerintah, kopdit bentukan masyarakat ternyata berkembang sangat pesat. Artinya, koperasi sebenarnya sangat cocok untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat karena langsung menyentuh kebutuhan mereka. Untuk itu, program yang dicanangkan ini harus terus dikampanyekan agar minimal 30 persen masyarakat NTT menjadi anggota koperasi agar impian menjadi Propinsi Koperasi tercapai.
Kampanye jagung, kampanye koperasi harus terus dilakukan. Tapi tidak hanya sampai disitu. Pemantauan, pendampingan, motivasi dan evaluasi harus terus dilakukan. Kegagalan dan keberhasilan petani atau koperasi harus segera diketahui untuk dievaluasi. Artinya, bagaimanapun bagusnya program Anggur Merah yang salah satu implementasinya adalah Propinsi Jagung dan Koperasi tidak akan berhasil kalau hanya digembor- gemborkan saat kampanye. Tantangannya adalah, mampukah kita mengawalnya hingga sukses? (habis)
Oleh Sipri Seko
KEPALA Biro Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Kupang, Lorensius Molan, tampak gelisah ketika perahu motor 'Tri Sakti' yang ditumpanginya diombang-ambing gelombang di perairan Tanjung Gemuk, Larantuka-Flores Timur, Jumat (6/2/2009). Molan bukan gelisah hanya karena di perahu motor tersebut ada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Wakil Bupati (Wabup) Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos, beberapa kepala dinas dan pejabat lingkup Pemprop NTT ikut menumpang, melainkan karena gelombang setinggi enam meter lebih, air sudah masuk dalam perahu motor.
Dia heran karena Gubernur Lebu Raya, Wabup Lagadoni Herin dan juru mudi terlihat sangat tenang menghadapi kondisi cuaca yang sangat tidak bersahabat. Angin dan badai ternyata tidak hanya ada di lautan. Sepanjang perjalanan dari Larantuka menuju Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, pohon-pohon bertumbangan di sejumlah titik akibat hujan dan angin kencang menghambat perjalanan.
Yang membuat dia salut terhadap Gubernur Lebu Raya dan Yoseph L Herin adalah tetap tenang. Lebu Raya malah tertawa ketika ditelepon seorang rekannya yang membaca running text di televisi bahwa mereka baru saja selamat dari amukan gelombang.
Bagi Lebu Raya, semua yang dihadapinya adalah ujian dalam menjalankan tugas. Sambutan, apresiasi dan respons positif dari masyarakat adalah obat mujarab untuk menghilangkan kelelahan. "Keadaan seperti ini harus dinikmati dan jangan dijadikan beban. Saya lihat ada anggota rombongan yang lelah malah ada yang mabuk perjalanan. Kamu yang masih muda- muda ini harus tetap semangat," ujar Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009).
***
Mengampanyekan NTT untuk menjadi Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Masyarakat di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjunginya memang antusias dan sangat respons menerima program tersebut. Betulkah demikian? Apakah mereka sudah mengerti arti Propinsi Jagung atau Propinsi NTT? Ataukah mereka mengangguk-angguk untuk setuju karena yang berbicara adalah seorang gubernur?
"NTT sebagai Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Tapi kita memang butuh tantangan kalau ingin maju. Maju atau mundur, berhasil atau tidak tergantung dari kita. Kita harus bisa memilih, apa saya akan tetap hidup seperti ini ataukah harus lebih maju."
Kata-kata ini terus diungkapkan Frans Lebu Raya saat bertatap muka dengan masyarakat di berbagai kesempatan. Sepanjang perjalan dari Lewoleba, Adonara, Larantuka hingga Maumere ada lebih dari sepuluh koperasi dan kebun jagung yang disinggahinya.
"Saya memang ingin langsung melihat kebun jagung dan koperasi masyarakat. Ini agar sejalan dengan program Anggur Merah atau anggaran menuju rakyat sejahtera yang kami canangkan. Ada yang bilang masyarakat tidak mengerti apa itu Anggur Merah. Bagi saya itu tidak penting. Masyarakat tidak perlu tahu apa itu Anggur Merah, tapi yang terpenting adalah semua aparatur pemerintah harus tahu apa itu Anggur Merah. Aparatur harus menyusun program dan anggaran yang memihak rakyat. Artinya, rakyat hanya menikmati Anggur Merah yang sudah diprogramkan dengan baik. Untuk itu, dalam setiap kunjungan saya selalu membawa kepala-kepala dinas dari propinsi agar mereka langsung melihat, mendengar dan mencatat apa yang diinginkan masyarakat," kata Lebu Raya.
Sukses atau tidaknya program NTT Propinsi Jagung dan Koperasi harus menjadi tanggungjawab bersama. Ketika Lebu Raya dan wakilnya, Ir. Esthon L Foenay, M.Si, getol mengampanyekan program ini, dukungan positif harus terus diberikan. Harus total dan jangan setengah hati.
Ketika mengunjungi petani saat musim tanam seperti ini, kita pasti terkagum-kagum dengan tumbuh suburnya jagung mereka. Tapi bagaimana kalau mereka dikunjungi pada bulan Juni hingga November? Untuk itu, Ajak mereka untuk terus dan tak pernah berhenti menanam. Beritahu dan terus memotivasi petani bahwa saat ini jagung bukan lagi sekadar ditanam untuk makan dan sisanya disimpan di lumbung, tapi sudah menjadi bahan baku industri. Siapkan pasar dan harga yang layak sehingga mereka jangan lagi bertanya, "Hege hope?" (siapa yang beli kalau kami tanam banyak?).
Bagaimana dengan koperasi? Terbukti bahwa tanpa pemerintah, kopdit bentukan masyarakat ternyata berkembang sangat pesat. Artinya, koperasi sebenarnya sangat cocok untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat karena langsung menyentuh kebutuhan mereka. Untuk itu, program yang dicanangkan ini harus terus dikampanyekan agar minimal 30 persen masyarakat NTT menjadi anggota koperasi agar impian menjadi Propinsi Koperasi tercapai.
Kampanye jagung, kampanye koperasi harus terus dilakukan. Tapi tidak hanya sampai disitu. Pemantauan, pendampingan, motivasi dan evaluasi harus terus dilakukan. Kegagalan dan keberhasilan petani atau koperasi harus segera diketahui untuk dievaluasi. Artinya, bagaimanapun bagusnya program Anggur Merah yang salah satu implementasinya adalah Propinsi Jagung dan Koperasi tidak akan berhasil kalau hanya digembor- gemborkan saat kampanye. Tantangannya adalah, mampukah kita mengawalnya hingga sukses? (habis)
Kamis, 19 Februari 2009
Harumkan Kembali Cendana di NTT
"CENDANA harus mengharumkan kembali masyarakat NTT." Itulah harapan Menteri Kehutanan saat mencanangkan penanaman Cendana di desa Ponain, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur tanggal 12 Februari 2009 lalu.
Pencanangan tersebut merupakan bentuk upaya untuk menggugah, menggelorakan dan membangkitkan semangat masyarakat di NTT untuk menanam cendana. Menteri Kehutanan juga berharap bahwa setiap satu orang di NTT minimal mempunyai satu pohon cendana. Jika penduduk NTT 4,4 juta jiwa maka pohon cendana yang tertanam di NTT minimal sebanyak 4,4 juta pohon Cendana.
Tanaman Cendana sudah lama dikenal sebagai identitas dan kebanggaan Nusa Tenggara Timur. Namun keberadaan tanaman Cendana di NTT pada saat ini sudah sangat langka. Kelangkaan ini dimulai sejak tahun 80an sampai 90an. Keadaan tersebut disebabkan oleh eksploitasi tanaman Cendana secara besar-besaran tetapi tidak dibarengi dengan upaya rehabilitasi atau penanaman cendana kembali secara cukup seimbang dengan eksploitasinya.
Selain itu dukungan masyarakat untuk mempertahankan dan membudidayakan tanaman Cendana pada saat itu sangat rendah. Kondisi langkanya Cendana juga dipicu oleh kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Puncaknya adalah adanya Perda No 16 tahun 1986 yang mengatur penguasaan tanaman Cendana, pembinaan dan pemeliharaan, eksploitasi Cendana, penjualan dan pembagian hasil.
Dampak dari kebijakan tersebut membuat masyarakat menjadi tidak bergairah untuk melakukan budidaya tanaman Cendana. Meskipun Perda No 16 tahun 1986 tersebut, sudah dikoreksi melalui Perda No 2 tahun 1999, tetapi dinilai belum cukup efektif untuk membangkitkan gairah dan semangat masyarakat melakukan budidaya tanaman Cendana.
Upaya untuk mengembalikan kejayaan Cendana di propinsi NTT harus dilakukan bersama oleh semua pihak, khususnya di tingkat daerah. Kemauan dan semangat menanam Cendana harus terus didorong dengan kebijakan yang tepat, dan berpihak kepada masyarakat. Keberpihakan terhadap masyarakat dinyatakan dengan memberikan kesempatan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan masyarakat.
Penanaman Cendana merupakan investasi masa depan, khususnya di NTT sehingga tanaman Cendana nantinya akan benar-benar menjadi penopang yang mensejahterakan kehidupan masyarakat NTT. Penanaman Cendana di NTT ini, merupakan prakondisi terbentuknya hutan tanaman rakyat yang akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dimasa depan. Peluang itu sudah jelas tergambar di depan, karena kebutuhan kayu Cendana terus meningkat sementara stok Cendana di negara-negara produsen seperti India, Indonesia dan negara-negara Polynesia mengalami penurunan yang tajam.
Cendana di NTT mempunyai kandungan minyak terbaik di Indonesia. Kebutuhan minyak cendana dunia sekitar 200 ton per tahun. Dari jumlah itu, mayoritas disuplai dari India 100 ton atau 50%, sedang Indonesia, Australia, Kaledonia Baru dan Fiji hanya dapat menyuplai sekitar 20 ton, sehingga masih kekurangan sekitar 80 ton per tahun. Ini pasar yang menguntungkan. Sementara alam NTT sangat cocok bagi habitat tanaman Cendana. Keunggulan komparatif NTT ini tidak dimiliki oleh wilayah lain di Indonesia.
Menyadari peluang yang begitu besar dan potensi yang telah tersedia di NTT, maka Departemen Kehutanan melalui Badan Litbang Kehutanan bekerja keras melakukan upaya pengembangan Cendana melalui berbagai riset silvikultur yang paling tepat diterapkan. Saat ini telah terbangun kebun konservasi Exsitu tanaman Cendana dari berbagai populasi Cendana di NTT yaitu di Gunung Kidul Yogyakarta.
Pada saat yang tepat nanti, materi tanaman dari Kebun Konservasi di Gunung Kidul akan dikembalikan ke NTT untuk membangun Kebun benih tanaman Cendana yang dapat menopang program pengembangan tanaman Cendana. Upaya pengembangan melalui pembiakan vegetatif dengan kultur jaringan juga sudah dilakukan Badan Litbang Kehutanan untuk memenuhi kebutuhan bibit Cendana. Selain itu juga terus dilakukan upaya mencari dan membuat benih tanaman Cendana yang berkualitas unggul.
Pencanangan tanaman cendana oleh Menhut bukan merupakan awal pengembangan tanaman Cendana di NTT, karena proses ini telah lama berlangsung, tetapi pencanangan tersebut merupakan momentum untuk mengajak semua pihak, khususnya masyarakat dan Pemerintah Daerah agar fokus pada program utama pengembangan tanaman Cendana di NTT. Dengan dukungan semua pihak, kejayaan Cendana di NTT akan mampu menopang perekonomian daerah.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan. **
Yakobus
IZINKAN beta menyapa saudaraku sesama warga kota "Kasih", Yakobus Anunut dan saudariku Maria Seran. Untukmu berdua kuucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergiaan ananda tercinta, Limsa Setiana Katarina Anunut. Beta sedih dan prihatin, sama seperti banyak orang yang telah berempati dengan cara mereka masing-masing.
Bung Kobus, perkenankan beta menyapamu seperti itu. Semoga bung tidak keberatan. Dukamu adalah dukaku juga. Duka sesama saudara kita yang teriris perih mendengarmu, melihatmu menggendong ananda Limsa dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah renai hujan.
Hidup adalah tragedi. Hadapi itu, kata orang bijak bestari. Dan, Bung Kobus telah menghadapi itu dengan senyum. Dengan kepasrahan dan kasih demi Limsa. Luar biasa, beta sungguh bangga padamu. Terima kasih untuk pelajaran kasih seorang ayah. Beta mau belajar dari itu. Mau belajar tentang apa sesungguhnya makna KASIH yang sejak lama menjadi motto kota ini. Kota kita. Kupang, terbesar dan termegah di beranda Flobamora. Kupang, barometer dan pusat roda pemerintahan dan pembangunan. Pusat kekuasaan. Pusat pelayanan!
Kebanggaanku lebih penuh mengingat sikapmu menghadapi satu kata bernama pelayanan. Bung Kobus tidak menghujat atau menghakimi. Tidak menyalahkan siapa pun. Seandainya beta menjadi Bung Kobus, mungkin akan marah. Bung tidak melakukan itu meski Bung Kobus memiliki hak yang sama dengan beta serta saudara-saudari kita yang lain di sini.
Siapa jua yang mendengar bila bung marah? Bila bung menyebut Rp 30 miliar sebagai pendapatan rumah sakit rujukan di propinsi kita tahun 2008? Menyebut 75 persen dana kesehatan dari APBD kita tumpah di sana? Siapa yang peduli untuk struktur yang demikian rumit dan pelik ini? Siapa pula yang berani mengaku salah? Tiada gunanya menghujat. Toh akan sampai pada kata "tanggung jawab bersama", melempar dan berkelit. Panas sehari lalu diam bersama waktu berlalu.
Bung Kobus, kukira bung menghayati hidup adalah perjuangan, maka terimalah itu. Perjuangan bung tiada tara. Dalam ketiadaan hartamu, ketiadaan tiga ratus ribu yang sama dengan tiga perempat upah bulananmu, bung tak patah semangat. Tuhan memberi kaki dan tangan. Bung menjejak bumi karang Kupang. Jalan!!
Oh...ananda Limsa Setiana, berbanggalah pada ayahmu. Kasihnya untukmu lebih dari yang ananda bayangkan. Dia dan ibumu Maria tak pernah menghendaki kepergiaanmu yang begitu lekas. Dalam keterbatasan materi, mereka telah berusaha agar engkau sehat seperti anak-anak yang lain. Hidup adalah keberuntungan. Keberuntungan itu kiranya belum menjadi milik orang tuamu. Namun, mereka memandang hidup terlalu berharga. Mereka tidak ingin merusakkan itu. Miskin memang menyakitkan, tetapi Bung Kobus tidak meratapinya dengan cengeng.
Bung Kobus, beta mulai kehilangan kata-kata untuk menyapamu lebih lanjut. Terlalu banyak yang hendak diungkap namun kata-kataku terbatas. Kata tak sanggup mengekspresikan seluruh pikiran dan perasaan. Sebelum pamit, beta mengutip untaian kata Ibu Teresa. Untaian kata Bunda Teresa tentang kasih sebelum kematiannya yang diratapi dunia 5 September 1997.
Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan. Dan, salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk.
Saya memberitahu para suster : "Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk."
Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : " Terima kasih" lalu ia meninggal.
Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya, " Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?" Jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri.
Mungkin saya berkata, "Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya". Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya.
Lalu ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, "Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan."
Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, "Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati.
Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.
Jangan kecil hati Bung Kobus. Kukira ananda Limsa Setiana meninggal dengan senyum di wajah mungilnya. Meninggal dalam buaian kasih sang ayah yang amat mencintainya.
Bung Kobus dan Ibu Maria, Limsa tidak pernah pergi. Dia hanya pulang ke rumah Bapanya. Pulang ke "rumah" yang kita semua rindukan. Putri kecil, beristirahatlah dalam damai. (dionbata@poskupang.co.id)
Bung Kobus, perkenankan beta menyapamu seperti itu. Semoga bung tidak keberatan. Dukamu adalah dukaku juga. Duka sesama saudara kita yang teriris perih mendengarmu, melihatmu menggendong ananda Limsa dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah renai hujan.
Hidup adalah tragedi. Hadapi itu, kata orang bijak bestari. Dan, Bung Kobus telah menghadapi itu dengan senyum. Dengan kepasrahan dan kasih demi Limsa. Luar biasa, beta sungguh bangga padamu. Terima kasih untuk pelajaran kasih seorang ayah. Beta mau belajar dari itu. Mau belajar tentang apa sesungguhnya makna KASIH yang sejak lama menjadi motto kota ini. Kota kita. Kupang, terbesar dan termegah di beranda Flobamora. Kupang, barometer dan pusat roda pemerintahan dan pembangunan. Pusat kekuasaan. Pusat pelayanan!
Kebanggaanku lebih penuh mengingat sikapmu menghadapi satu kata bernama pelayanan. Bung Kobus tidak menghujat atau menghakimi. Tidak menyalahkan siapa pun. Seandainya beta menjadi Bung Kobus, mungkin akan marah. Bung tidak melakukan itu meski Bung Kobus memiliki hak yang sama dengan beta serta saudara-saudari kita yang lain di sini.
Siapa jua yang mendengar bila bung marah? Bila bung menyebut Rp 30 miliar sebagai pendapatan rumah sakit rujukan di propinsi kita tahun 2008? Menyebut 75 persen dana kesehatan dari APBD kita tumpah di sana? Siapa yang peduli untuk struktur yang demikian rumit dan pelik ini? Siapa pula yang berani mengaku salah? Tiada gunanya menghujat. Toh akan sampai pada kata "tanggung jawab bersama", melempar dan berkelit. Panas sehari lalu diam bersama waktu berlalu.
Bung Kobus, kukira bung menghayati hidup adalah perjuangan, maka terimalah itu. Perjuangan bung tiada tara. Dalam ketiadaan hartamu, ketiadaan tiga ratus ribu yang sama dengan tiga perempat upah bulananmu, bung tak patah semangat. Tuhan memberi kaki dan tangan. Bung menjejak bumi karang Kupang. Jalan!!
Oh...ananda Limsa Setiana, berbanggalah pada ayahmu. Kasihnya untukmu lebih dari yang ananda bayangkan. Dia dan ibumu Maria tak pernah menghendaki kepergiaanmu yang begitu lekas. Dalam keterbatasan materi, mereka telah berusaha agar engkau sehat seperti anak-anak yang lain. Hidup adalah keberuntungan. Keberuntungan itu kiranya belum menjadi milik orang tuamu. Namun, mereka memandang hidup terlalu berharga. Mereka tidak ingin merusakkan itu. Miskin memang menyakitkan, tetapi Bung Kobus tidak meratapinya dengan cengeng.
Bung Kobus, beta mulai kehilangan kata-kata untuk menyapamu lebih lanjut. Terlalu banyak yang hendak diungkap namun kata-kataku terbatas. Kata tak sanggup mengekspresikan seluruh pikiran dan perasaan. Sebelum pamit, beta mengutip untaian kata Ibu Teresa. Untaian kata Bunda Teresa tentang kasih sebelum kematiannya yang diratapi dunia 5 September 1997.
Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan. Dan, salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk.
Saya memberitahu para suster : "Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk."
Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : " Terima kasih" lalu ia meninggal.
Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya, " Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?" Jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri.
Mungkin saya berkata, "Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya". Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya.
Lalu ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, "Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan."
Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, "Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati.
Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.
Jangan kecil hati Bung Kobus. Kukira ananda Limsa Setiana meninggal dengan senyum di wajah mungilnya. Meninggal dalam buaian kasih sang ayah yang amat mencintainya.
Bung Kobus dan Ibu Maria, Limsa tidak pernah pergi. Dia hanya pulang ke rumah Bapanya. Pulang ke "rumah" yang kita semua rindukan. Putri kecil, beristirahatlah dalam damai. (dionbata@poskupang.co.id)
Langganan:
Postingan (Atom)