Kamis, 21 Februari 2008

Catatan jelang Ruteng 2005 (1)

Jangan buat Kraeng dan Enu kecewa

DIBANDINGKAN dengan penyelenggaraan tahun 2004 lalu di Waikabubak-Sumba Barat, gaung El Tari Memorial Cup 2005 kali ini di Ruteng-Manggarai 10-22 Oktober terasa lebih menggema. Jatah tiga perserikatan yang akan mewakili NTT ke kualifikasi Divisi III Liga Indonesia kiranya cukup melecut semangat perserikatan untuk mempersiapkan skuadnya dengan baik.Beragam komentar, pendapat dan harapan mulai diungkapkan perserikatan peserta. Di saat yang sama, memori Waikabubak 2004 kembali terkuak. Ada yang menargetkan juara, namun ada yang masih malu-malu memasang target. Rasa sakit hati, kecewa, tidak puas ataupun puas, senang, sedih dan beragam perasaan lainnya masih sangat membekas dihati anak-anak bola Flobamora. Di Waikabubak 2005 persoalan yang melilit dunia sepakbola NTT memang sangat kompleks. Ada kesebelasan yang pulang dengan arak-arakan kemenangan, namun ada pula yang pulang dengan kepala terunduk dibalut wajah muram.Dilihat dari polemik yang belakangan mencuat ke permukaan, bukan tidak mungkin masalah yang sama akan kembali terjadi. Alih status dan perekrutan pemain adalah persoalan kruisal yang paling banyak diperdebatkan saat ini. Pada pertemuan teknis yang dipimpin, Hironimus Buyanaya dari Pengda PSSI NTT di Gedung Wanita Waikabubak persoalan pemain menjadi perdebatan yang serius. Ketiadaan database tentang pemain dari semua perserikatan di NTT membuat Pengda PSSI NTT tidak bisa berbuat banyak meski ada protes dari beberapa perserikatan. Lagi pula semua perserikatan di NTT tidak pernah mendaftarkan klub dan pemainnya kepada pengda untuk dipantau. Namun dia berjanji bahwa di El Tari Memorial Cup 2005 akan ada pengetatan terhadap perpindahan pemain. Tidak hanya itu, masalah kualitas wasit juga harus menjadi perhatian. Pelatih Perss SoE, Mathias Bisinglasi di Kupang, Selasa (4/10), mengatakan optimismenya kalau timnya bisa menembus hingga empat besar. Namun satu yang masih mengganjal hatinya adalah kualitas dan independensi wasit. "Kalau wasit yang memimpin pertandingan masih yang itu-itu, jangan harap sepakbola bisa maju. Saya harap Pengda PSSI NTT harus serius menangani masalah perwasitan," ujarnya. Kualitas wasit yang masih di bawah standar acapkali memicu perseteruan antarpemain, ofisial, penonton bahkan pemain dengan wasit. Terkadang sebagai ungkapan ketidakpuasan, ada tim yang memilih keluar dari lapangan. Salah satu contoh kasus saat Waikabubak 2004 misalnya ketika wasit Anis Kellen asal Maumere-Sikka yang sudah mengeluarkan kartu merah kepada pemain Persebata Lembata, Salem Mustafa, menariknya kembali karena tidak tahan dengan protes pelatih dan ofisial Persebata. Kasus pertandingan antara Persesba Waikabubak melawan Perse Ende ketika para pemain Perse membiarkan gawangnya kosong saat striker 'asing' Persesba, Rano Tri Sutrisno melakukan eksekusi penalti. Atau menghentikan pertandingan antara Persap Alor melawan Persamba Manggarai Barat ketika pertandingan baru berjalan enam menit. Tanpa melalui proses yang jelas, Alor dimenangkan. Kita tentu tidak mau kalau kemudian ada komentar bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah pelecehan terhadap korps wasit. Kini menjelang Ruteng 2005, berbagai kasus di Waikabubak 2004 kembali menggangu benak maniak bola di NTT. Akankah semuanya terulang kembali? Megahnya Stadion Golodukal dan Motangrua akan menjadi saksi realiasi janji PSSI NTT untuk membuat perubahan. Ketua Pengda PSSI NTT, Drs. Frans Leburaya dalam rapat pengurus di ruang kerjanya, Rabu (5/10), secara tegas meminta pengurusnya untuk tegas menegakan aturan. Leburaya berharap polemik perebutan pemain atau mendatangkan pemain asing dibicarakan dengan arif.Kita tentu tidak ingin masalah status pemain yang sudah mencuat sejak tahun 2000 lalu hingga 2005 ini belum ada penyelesaianya. Menyelesaikan dengan hati dingin, oke-oke saja. Namun apakah harus terus membiarkan perserikatan caplok pemain sana sini atau wasit yang belum teruji kualitasnya terus terjadi? Bukankah sepakbola adalah olahraga milik rakyat? Selain untuk prestasi, sepakbola juga untuk merajut persatuan dan kesatuan. Rakyat Bumi Congkasae tentu ingin menikmati indah dan nikmatnya menonton si kulit bundar dimainkan. Untuk itu jangan kotori sucinya sepakbola, sehingga membuat Kraeng dan Enu di Manggarai dikecewakan. (sipri seko/bersambung)

Tidak ada komentar:

SYALOM