Kamis, 21 Februari 2008

Catatan jelang Ruteng 2005 (3)

Biarkan pemain bebas memilih

ARDY Pukan duduk termangu di atas tribun Stadion Oepoi-Kupang melihat para seniman sepakbola dari senatero Flobamora bermain bola. Kakinya terasa gatal ingin bergabung memainkan si kulit bundar. Namun Ardy tak punya daya. Bukan karena kakinya yang tak kuat menopang tubuhnya untuk menendang bola tetapi karena aturan yang melarangnya tidak boleh bermain.Itu cerita lalu saat El Tari Memorial Cup di gelar di Kupang November 2000 lalu. Saat itu, siapa yang tidak kenal Ardy Pukan? Dia adalah striker nomor wahid yang paling ditakuti pemain belakang lawan. Delapan gol yang dilesakannya untuk Persim Manggarai saat El Tari Memorial Cup 1999 di Ende menjadikannya sebagai top skore menggeser Vevi Kumaninereng, Lody Mitan (Perse) dan Zulkifly Umar (PSKK) yang mencetak lima gol, cukup untuk memberi bukti. Di Kupang 2000, Ardy Kupang kembali membuat sensasi. Namun kali ini bukan sebagai top skore, tetapi dilarang untuk bermain oleh Pengda PSSI NTT karena diperebutkan oleh Persim Manggarai dan Perse Ende. "Ardy adalah pemain Persim Manggarai." Begitu pelatih Persim, Bona Jenadut waktu itu. Namun Heron Goa dari Perse Ende tetap memasukan Ardy Pukan dalam skuadnya. Tak ingin berpolemik, Ketua Pengda PSSI, Frans Skera mengambil tindakan tegas untuk tidak memainkan Ardy Pukan baik untuk Perse maupun Persim.El Tari Memorial Cup 2005 tinggal sepekan lagi akan digelar di Ruteng-Manggarai. Kalau di tahun 2000, hanya Ardy Pukan seorang yang dipermasalahkan kali ini beda. Polemik alih status pemain yang belakangan mengemuka terjadi antara Perserond Rote Ndao, PS Kota Kupang dan PS Kabupaten Kupang. Sekretaris PS Kabupaten Kupang, Helmit Markus mengecam manajemen Perserond yang 'mencuri' dua pemainnya, Adi Tuka dan Oscar Markus. Namun kecaman itu ditanggapi oleh Ketua Perserond, Ory Boeky bahwa Adi Tuka dan Oscar Markus sudah resmi menjadi pemainnya. Menjelang Ruteng 2005 digelar masalah alih status memang mencuri perhatian pecinta bola di NTT. Percaya atau tidak, bukan hanya Adi Tuka dan Oscar Markus yang akan menjadi masalah tetapi di perserikatan lainnya juga akan muncul. Tidak adanya kompetisi di hampir semua perserikatan di NTT membuat para pemain tidak merasa diikat. Mereka dengan semaunya setiap tahun berpindah dari satu perserikatan ke perserikatan lain. Apa itu salah? kalau salah, lalu siapa yang mau disalahkan? Apakah pengcab atau Pengda PSSI yang harus bertanggungjawab. Kalau benar, apa memang harus demikian?Pengda PSSI NTT memang jauh-jauh hari sudah meminta pengcab-pengcab agar alih status pemain diatur dengan baik. Mereka tentu tidak ingin nantinya pemain-pemain potensial yang ada hanya bisa menonton dari tepi lapangan hanya karena administrasi perpindahannya tidak lengkap. Iming-iming bonus dan pekerjaan dari perserikatan lain memang membuat para pemain sering lupa profesionalisme.Domisili atau tempat bekerja kiranya belum tepat untuk dijadikan alasan dalam merekrut pemain. Pengda PSSI NTT memang sudah memberikan sinyal positif agar perserikatan boleh merekrut pemain dari luar perserikatannya dalam wilayah NTT. Namun pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana dengan perserikatan yang mendatangkan pemain dari luar NTT? Persoalannya akan semakin rumit kalau hanya karena marga, warna kulit dan logat kita langsung mengklaim bahwa perserikaan lain memakai 'pemain haram.' Satu solusi sederhana yang harus dipikirkan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah biarkan para pemain bebas memilih perserikatan. Kalau memang sekarang mereka ingin pindah ke perserikatan lain, mungkin di sana jaminan untuk masa depannya lebih bagus. Bukannya kita juga belum memiliki sesuatu yang bisa mengikat mereka untuk tidak pindah? Tetapi bagaimanapun juga jawabannya ada pada para pengurus sepakbola. (sipri seko/habis)

Tidak ada komentar:

SYALOM