Jumat, 08 Agustus 2008

Eltari Cup: Say No To Drugs

(Catatan Ringan di tengah penyelenggaraan Eltari Cup 2007 )

Oleh : Gabriel Adur

Bola Kaki bukan sekedar sebuah olah raga tetapi juga merupakan sebuah agama dan kepercayaan baru umat manusia. Bahkan sekarang Bola Kaki menjadi Opium bagi manusia, (Er ist heute das wirkliche Opium des Volkes) demikian komentar Umberto Eco, penulis dan Filsuf berkebangsaan Italia itu. Pernyataan sang Filsuf di atas, mau menjelaskan bahwa Bola Kaki sebagai sebuah olah raga yang menyedot perhatian hampir seluruh umat manusia di berbagai belahan dunia pada dasarnya baik dan mulia, tetapi bola kaki kadang-kadang membuat orang melek terhadap nilai-nilai positif yang disabdakan oleh olah raga ini.

Bola Kaki : Opium bagi Manusia

Bola kaki adalah sebuah penemuan yang sangat fantastis untuk kehidupan kita hingga saat ini. Penemuan ini bahkan menjadi sebuah penemuan yang melahirkan berbagai keajabain baru. Bola kaki, memberikan sejuta inspirasi untuk mempererat tali persaudaraan antara umat manusia.

Untuk mencapai tujuan ini, maka lahir ide untuk menyelenggarakan Piala Dunia Bola Kaki oleh Carl Anton Willem Hirschmann pada Kongres FIFA kedua pada 28 Mei 1930. Untuk merealisasikan Keberpihakan pada persahabatan universal manusia ini, maka sejak tahun 1930 (Piala Dunia pertama di Uruguay) sampai 2006 di German (yang merupakan penyelenggaraan piala dunia ke 18) seluruh umat manusia menyelenggarakan pesta kemanusiaan- lewat Bola Kaki. Di sini, bola kaki menjadi sebuah alternative global yang beroreintasi pada kemanusiaan.

Sejalan dengan perkembangan waktu Bola Kaki menjadi sebuah olah raga yang menjanjikan keuntungan ekonomis dan bisnis yang membutuhkan investasi. Di sini, Bola Kaki menjadi sebuah orientasi bisnis demi keuntungan ekonomis. Tak heran dalam klub-klub elite di Eropa, sebagai contoh yang signifikan, merekrut para pemain yang didatangkan dari berbagai bangsa dengan daya beli yang tinggi berdasarkan daya dan kualitas permainan sang pemain.

Di samping itu, stadion-stadion bola dari setiap klub dibangun di tempat-tempat strategis seperti dekat dengan Bandara Udara atau paling kurang tidak jauh dari Stasiun-stasiun kereta. Stadion-stadion Bola kaki di Eropa misalnya, menjadi Kathedral bagi pemain dan fans-fans bola yang selalu penuh dan sering dikunjungi. Di mana mereka bisa mengidungkan nyanyian dan pujian yang dimadahkan untuk para bintang. Di samping itu mereka membangun sistem bisnis tersendiri yang mengandalkan bakat dan talenta pemain bintang dan membangun budaya fans yang sangat apik. Transaksi pemain juga menjadi sebuah alternative untuk membangun eksistensi klub ke depan (Klaus Schmech, Titel, Tore und Transaktion). Di sinilah bola kaki tidak hanya bersifat politik tetapi juga bernilai ekonomis.

Dengan berorientasi pada keuntungan bisnis perlahan bola kaki mengalami evolusi makna. Para pemain yang dibeli dengan bayaran tinggi bermain dengan target untuk memenangkan pertandingan. Dengan berbagai cara seperti memprovokasi lawan dan pelanggaran yang bisa mencedrakan lawan mereka berusaha untuk menang( ingat Kasus Tandukan Maut Zidane dan Matterasi pada piala dunia 2006). Manajer klub berupaya dengan keras untuk memprovokasi dan mempengaruhi wasit (contoh kasus adalah Mafia Perwasitan di Liga Italia tahun 2006). Kehendak Untuk Menang dari Fans bagi team-team kesayangan mereka menciptkan masalah tersendiri. Bagi mereka yang terbaik adalah klub kesayangan mereka. Tifosi Italia dan The Holligans dari Inggris, misalnya, sering menciptakan kekacauan kalau team mereka kalah.

Di sini orang tidak lagi sadar atau melek terhadap nilai-nila positif dari olah raga ini seperti persaudaraan, solidaritas, dan persahabatan. Justeru inilah opium-opium yang membuat citra persepakbolaan menjadi rusak. Dengan itu di Liga Spanyol Ronaldinho dan Samuel Etho, Luzio dan Zee Roberto di Liga German menjadi motivator yang intens untuk berkampanye melawan bentuk kekerasan dan rasismus melalui bola kaki. Mereka menyatakan penolakan terhadap berbagai bentuk kekerasan dalam bola kaki. Hal ini tentu disambut dengan hangat oleh publik untuk tetap menjaga kualitas persepakbolaan dunia.

Eltari Cup, Kita (t)Orang Bersaudara!

Eltari Cup kembali digelar. Moment ini menjadi sebuah moment yang selalu dinantikan dan dirindukan oleh pencinta bola dan seluruh masyarakat NTT. Tentunya orang merindukan tarian para bintang yang memperlihatkan kelincahan mereka menari Ja,i, menari ndundundake, berokatenda-ria, menari hedung, berdolo-dolo ria, berdansa tombak-ria dan menari Likurai di hadapan publik dan pencinta bola di NTT. Eltari Cup tidak sekedar menjadi sebuah hiburan yang menyenangkan orang NTT tetapi juga merupakan sebuah pesta rakyat yang memperat kerukunan dan persaudaraan.

Beberapa Makna Penantian dari penyelenggaraan Eltari Cup.

Pertama, Eltari Cup sebagai olah raga rakyat NTT membawa sabda bahwa dengan moment akbar ini, kita sadar, kita orang NTT masih bersaudara. Di sinilah Eltari Cup memiliki pesan yang bermakna untuk menata kembali silahturahmi masyarakat NTT yang mungkin sering terprovokasi oleh berbagai sentimen suku, kelompok , golongan dan mungkin terus menerus menjadi lawan bagi yang lain oleh brutalisme dan wandalisme politikus yang mencari keuntungan diri dengan cara memprovokasi masyarakat. Pesan kemanusiaan ini juga menuntut tanggungjawab dan kesadaran dari pencinta bola NTT untuk tidak hanya membangun budaya fans yang mengutamkan kehendak untuk Menang yang tinggi dan membenarkan segala cara, tetapi tetap menjaga keutuahan dan kesetiakawanan yang utuh. Dengan demikian kekerasan dan brutalisme dapat dihindari selama Eltari Cup diselenggarakan.

Kedua, sabda kedua yang dibawa oleh Eltari Cup mendatang dapat diformulasikan dengan kalimat ini , Eltari Cup: Say no to Drugs. Ungkapan ini adalah sebuah seruan yang perlu ditindaklanjut oleh para pemain, pengurus klub, penyelenggara dan publik NTT, karena ingat bahwa Eltari Cup adalah saat untuk mengidungkan lagu-lagu persaudaraan orang NTT dan menarikan tarian-tarian kehidupan sebagai orang NTT.

Ketiga, Eltari Cup bukanlah opium-opium atau Drugs yang membuat kita melek akan nilai-nila luhur dari sepak bola. Dengan demikian kita bisa secara bahu membahu memperbaiki kualitas persepakbolaan kita di NTT. Perbaikan kualitas dan jaminan hidup para pemain yang merupakan pejuang-pejuang di Lapangan hijau dan harapan tanah NTT. Perbaikan kualitas perwasitan demi sebuah jaminan dan rasa aman selama pertandingan berjalan. Perbaikan kualitas penyelenggaran dan pengurus klub untuk selalu menata persepakbolaan NTT secara profesional dengan menekankan spotivitasa dan kerja-keras. Di samping itu moment ini merupakan salah satu bentuk pengujian terhadap kualitas mental publik dan pencinta bola NTT, apakah kita sudah lebih sportif dan mengutamakan nilai persahabatan sebagai orang NTT, ataukah masih memelihara mentalitas yang selalu melihat orang lain sebagai lawan yang harus dibinasakan.

Mentalitas publik yang sportif dan menghargai persahabatan dari publik NTT sangat penting, agar tidak terulang kembali kesalahan –kesalahan masa lampau. Eltari Cup diselenggarakan dari kita oleh kita dan untuk kita. inilah saatnya kita berdendang dan bernyanyi bersama.Kalau bukan sekarang kapan lagi. Kalau bukan kita siapa lagi yang melakukan hal itu. Vini, vidi, vici. VIVA NTT. (*)

Tidak ada komentar:

SYALOM